Mencintaimu adalah takdir terindah dalam hidupku. Membuat saraf otakku berhenti seketika saat aliran darah ini memompa namamu. Bertalu kencang saat setiap sentuhan cintamu menghentakan jantungku. Aku mencintaimu dengan dan tanpa alasan. (Y Couple)

Tag Archives: Lee Donghae

Tittle                                    : Love Is…

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Choi Year

 

Blog                                       : http://ImELFChoiYera.wordpress.com

 

Genre                                  : AU! Gaje, romance, sad

 

Lenght                                : 1 of ?

 

Words                                 : 2,848

 

Cast                                     : Park Hyo Ra ; Cho Kyuhyun ; Lee Donghae

 

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-8, All Cast milik Tuhan YME,  DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

 

 

Masalahnya tidak semudah itu…

Ini terlalu sakit untuk dirasa…

 

 

 

 

 

Gadis itu bergelut dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya. Menangis tertahan. Merasakan hatinya terus teriris. Merasakan ruang sesak dalam hatinya. Rindu yang tak berujung. Rindu yang kehilangan arah. Rindu yang tak mengenal waktu. Haruskah rindu seperti ini?? Inilah dia jika rindu sudah mendera. Tangisan yang mewakili. Tak bisa menjamah orang yang dirindukan. Tak bisa menyentuh orang itu. Wajarkah rasa itu?? Ya Tuhan berikan jawaban dari apa yang dipikirkan gadis itu.

 

 

Ia teringat ketika namjachingu-nya itu diusir oleh ayahnya. Sungguh demi apapun yang ada di bumi ini, ia terluka melihatnya. Terluka melihat cintanya yang tak kunjung direstui. Terluka karena orang yang dicintai terusir oleh ayahnya di depan mata kepalanya sendiri. Ia dilema, antara ayahnya atau kekasihnya. Ia tak ingin jika menjadi anak durhaka, tapi ia juga tak ingin melepaskan kekasih yang amat ia cinta. Kekasih yang selalu menemaninya selama 3 tahun terakhir. 3 tahun?? Bukankah waktu 3 tahun itu sangat lama?? Waktu yang mempunyai banyak kenangan. Haruskah terhapus begitu saja?? Haruskah terlupakan begitu saja?? Ini yang membuat gadis itu seperti kehilangan separuh nyawanya. Separuh oksigen dalam hidupnya.

 

 

Gadis itu membuka setengah selimutnya. Memandang langit-langit kamarnya. Matanya sembab kentara sekali kalau ia seperti menangis semalaman. Menangis karena rindu?? Oh…apa itu terdengar berlebihan??

 

 

Gadis itu duduk di tepian bed. Memandang lurus ke sebuah benda yang terpasang indah di dinding kamarnya. Sebuah foto dirinya dengan kekasihnya, lantas gadis itu tersenyum gamang. Park Hyo Ra – nama gadis itu – beranjak menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya agar tidak terlalu terlihat sembab. Pasalnya hari ini ia mesti berangkat ke kampus. Hari pertama ia menjadi mahasiswa. Tidak etis bukan, jika ia berangkat ke kampus dengan mata sembab?? Apalagi jika ayahnya mengetahui hal ini, akan menjadi nilai tambah untuk alasan menjauhkan Lee Donghae dari hidupnya.

 

 

 

 

Lee Donghae dengan kadar ketampanan yang…err…seperti pangeran ini, sungguh sangat mencintai Hyo Ra dengan tulus. Lee Donghae seorang pria yang tidak disukai oleh ayahnya karena pria itu pecandu narkoba. Tuan Park beralasan kalau ia takut jika anaknya terjerumus ke benda bernama narkoba. Ia takut jika Donghae membawa dampak buruk pada Hyo Ra. Padahal jauh di dasar hati Donghae, pria itu tidak akan menjerumuskan Hyo Ra. Membiarkan dirinya saja yang masuk lebih dalam.

 

Itulah alasan yang membuat Hyo Ra juga mematuhi perintah ayahnya. Mematuhi untuk kebaikan Donghae. Padahal gadis itu jelas-jelas sudah meminta Donghae untuk berubah. Meninggalkan kehidupannya yang bergantung dengan narkoba.

 

“Chagi…kau sudah bangun??” suara ibu Hyo Ra memecah lamunannya. Dengan perasaan masih campur aduk, Hyo Ra menghapus air matanya yang mungkin masih tersisa lantas membuka pintunya. Tersenyum…kecut.

 

“Ne, eomma…tetapi aku akan pergi mandi sebentar..” ucapnya dengan suara yang sengaja ditegarkan.

 

“Kalau sudah eomma tunggu di bawah…” mengerti akan maksud kedatangan ibunya itu, Hyo Ra mengangguk dan tersenyum.

 

Hyo Ra mengguyur dirinya dengan air dingin berniat untuk mendinginkan pikirannya. Entahlah perasaannya terlalu hambar untuk sekarang. Gadis itu lantas mematut dirinya di depan cermin. Masih memakai kimono, ia mencoba menyamarkan matanya yang sembab. Ia berjalan menuju lemari pakaian dan tangannya terulur ke sebuah dress berwarna soft pink yang pernah diberikan oleh Donghae. Hyo Ra terdiam untuk sesaat, lantas ia menggelengkan kepalanya dan beralih ke sebuah dress selutut bermotif bunga-bunga. Mengambil high heels dan langsung berjalan keluar kamarnya. Terlihat Tuan Park sedang menyiapkan sarapan berupa roti untuk Hyo Ra.

 

“Chagi…ini untukmu.” Astaga…bagaimana mungkin Hyo Ra membenci sosok ayah seperti itu?? Seharusnya ia yang menyiapkan sarapan untuk ayahnya itu, kenapa harus sang ayah?? Hyo Ra mendekati sang ayah dan mencium pipi ayahnya itu. Kali ini ia memamerkan senyum tulusnya.

 

“Kau lupakan saja jika tetap ingin memasuki Inha University  bersama dengan pria itu.” Hyo Ra diam. Menikmati sarapannya yang sejatinya sangat tidak enak…di hati.

 

“Kau harus mematuhi ayah.” Hyo Ra tetap diam. Menahan genangan air mata di pelupuk matanya.

 

‘Mematuhi’?? Kata yang sangat sensitif di gendang telinganya. Ia bahkan menjauhi Donghae demi ayahnya itu, dan ia juga harus mematuhi ayahnya untuk melanjutkan study-nya di Kyunghee University…membiarkan harapannya untuk melanjutkan ke Inha University bersama dengan Donghae pupus sudah.

 

 

“Ayah…ibu…mianhaeyo…aku harus cepat ke kampus. Sudah hampir terlambat.,” ujarnya sembari menaruh roti yang baru digigit setengah ke piring dan membiarkan orang tuanya menatap bingung. Sebenarnya itu usaha gadis itu untuk menghindar dari setiap omongan Tuan Park yang mungkin akan membuat hatinya kembali tercabik.

 

 

 

 

 

=========

 

 

 

 

“Hyo-ya…” Hyo Ra berhenti. Wajahnya menegang. Ia takut untuk memutar tubuhnya. Ia sangat takut jika suara yang ia dengar hanya ilusinya saja. Suara yang mungkin akan menambah rasa rindunya. Suara dari Lee Donghae. Hyo Ra menghela lantas kembali melanjutkan langkahnya sampai sebuah tangan mencengkram pergelangan tangannya. Hyo Ra terperanjat ketika tangan itu memutar tubuhnya. Hampir saja Hyo Ra memeluk pria di hadapannya kalau ia tidak ingat janjinya dengan sang ayah.

 

Donghae mematung, ia menyadari perubahan yang diperlihatkan oleh Hyo Ra. Ia mencoba tersenyum ‘sewajarnya’ pada gadis itu.

 

“Mianhae, aku sudah sangat terlambat,” ujar Hyo Ra dengan nada sedikit gemetar sembari melepaskan cengkraman tangan Donghae yang sedikit kendur, namun Donghae tetap sigap mencengkram tangan Hyo Ra.

 

“Aku ingin kita kembali seperti dulu.” Hyo Ra terdiam. Menatap lemah manic mata Donghae yang terlihat memerah. Menatap miris tubuh Donghae yang semakin hari semakin kurus karena narkoba. Ingin sekali Hyo Ra memukul Donghae seperti dulu jika pria itu menyiksa dirinya terus menerus. Tapi saat ini berbeda…Donghae bukanlah miliknya lagi.

 

“Aku akan kembali padamu jika kau menjauh dari narkoba. Jika kau berubah Donghae-ssi.” Donghae terhenyak dengan embel-embel –ssi untuknya. Begitu cepatkah gadis itu melupakannya??

 

“Aku tidak bisa, Hyo-ya…jeongmal mianhae.” Cengkraman Donghae mengendur dengan sendirinya.

 

“Walaupun demi aku, kau tetap tidak bisa?? Kau tidak ingin memasuki panti rehabilitasi?? Tidak ingin sembuh?? Kau tidak mencintaiku, oppa??” pertahanan Hyo Ra jebol, gadis itu menangis. Lagi. Lantas lebih memilih pergi meninggalkan Donghae yang menunduk.

 

“Aku tetap mencintaimu, Hyo Ra-ya!!!” pekik Donghae ketika gadis itu sedikit jauh dari jaraknya berdiri.

 

 

 

 

=================

 

 

 

“Hyo-ya, kau tak apa??” sapa Hye Jin – sahabat – Hyo Ra. Gadis yang memakai dress selutut berwarna soft pink itu hanya melempar senyuman pada Hye Jin dan detik kemudian ia berhambur ke pelukan Hye Jin. Menumpahkan seluruh tangisnya. Hye Jin mengusap punggung Hyo Ra. Mebiarkan Hyo Ra menaangis. Mungkin dengan tangisan Hyo Ra bisa sedikit tenang.

 

“Kau mau bercerita??” tanya Hye Jin ketika Hyo Ra mengusap air matanya. Menghentikan tangisnya.

 

“Jika kau tidak ingin bercerita…tidak apa.” Tambahnya sembari mencengkram lembut punggung Hyo Ra.

 

“Donghae oppa…dia…dia menemuiku..” ujar Hyo Ra di sela tangisnya. Hye Jin membelalakan matanya. Terkejut. Karena gadis itu tahu permasalahan yang dialami oleh Hyo Ra.

 

“Lalu??”

 

“Dia tetap seperti dulu. Dia tidak ingin berubah, Hye Jin-ah… dia tidak mencintaiku.” Hyo Ra kembali tersedu. Ingatannya tentang Donghae kembali berputar dalam otaknya seperti kemidi putar. Membuatnya sakit dan terluka.

 

“Aku tidak tahu harus berbicara apa, Hyo-ya. Aku tidak bisa merasakan apa yang kau rasa, namun aku mengerti bagaimana rasa itu. aku juga tidak tahu aku harus melakukan apa untukmu. Yang kutahu sekarang, aku membiarkanmu menangis dan akan melarangmu jika kau menangis lagi karena pria bodoh itu. Pria yang menyia-nyiakanmu. Kau harus kuat Hyo-ya.. jika Donghae memang benar mencintaimu, dia akan bisa berubah untukmu. Sesulit apapun kata perubahan itu untuk dilaksanakan, jika sudah menyangkut cinta, kata itu tidak bermakna lebih lagi. Kau jangan terpuruk seperti itu.”

 

“Menangislah jika kau ingin menangis. Tapi, menangislah untuk orang yang tepat. 3 tahun itu memang lama…sangat lama bahkan. Tapi, 3 tahun itu tidak ada artinya jika Donghae tetap seperti itu. Jalani hidupmu. Lupakan Donghae. Aku mengerti maksud dari perkataan ayahmu itu. Aku tak ingin membebankanmu dengan ucapanku ini. Jalani sesuai kata hatimu. Mianhae jika aku terlalu ikut campur.” Hyo Ra terdiam mendengar penuturan dari Hye Jin. Gadis itu berusaha untuk mencerna kembali dari tiap kata Hye Jin lantas kembali memeluk Hye Jin.

 

 

 

 

 

======================

 

 

 

 

Donghae melajukan ducati merahnya dengan begitu cepat. Sengaja ingin melupakan setiap perlakuan dan omongan dari Hyo Ra. Ia tahu ia memang tidak berguna menjadi kekasih dari Hyo Ra, tapi ia tak ingin jika ia dianggap tidak mencintai gadis itu. Sungguh demi apapun, ia benar-benar mencintai Hyo Ra. Gadis pertama dan yang akan menjadi pelabuhan terakhir dalam cintanya.

 

Tes

 

Donghae menangis. Mengingat semua kenangan bersama gadis itu.

 

“Mianhae, Hyo-ya… mianhae, karena aku tidak bisa berubah untukmu. Mainhae jeongmal mianhae…” ujar Donghae dengan suara serak dari balik helm yang dipakainya. Melajukan lebih lagi menuju sebuah club malam. Membiarkan jiwanya bebas lagi dengan narkoba dan alcohol.

 

 

 

 

 

==================

 

 

 

 

Seorang pria berprawakan tinggi, berkulit putih dan terlihat sedikit dingin berjalan dengan tangan dimasukkan ke salah satu kantung jeans-nya sembari membenarkaan letak kacamata hitamnya. Wajah tampannya membuat sebagian mahasiswi yang melihat terpana, bahkan sampai ada yang mengenyampingkan rasa malunya mendekati pria itu. mencari perhatian pria itu dan berakhir tragis. Sang pria tidak secuilpun menaruh perhatian pada para gadis dan tetap melanjutkan jalannya.

 

 

“Hye Jin-ah…” sapa pria itu pada Hye Jin ketika ia memasuki sebuah ruangan. Hye Jin terperanjat medengar suara kakak sepupunya itu. Ia kemudian menoleh dan membiarkan Hyo Ra menghapus air matanya.

 

“Oppa…kapan kau kembali??” tanya Hye Jin. Cho Kyuhyun – pria itu tersenyum hangat padanya. Berbeda sekali dengan Kyuhyun saat berjalan di koridor kampus. Pria itu seperti mempunyai dua kepribadian yang akan cepat berubah.

 

“Aku kembali, baru saja.” Hye Jin mengernyit lantas menoleh kembali pada Hyo Ra yang masih menghapus air matanya sembari menundukkan kepalanya. Hyo Ra mendongak lantas tersenyum pada Hye Jin kemudian gadis itu beranjak hendak pergi. Kyuhyun yang berada di depan ruangan itu menatap dingin mata Hyo Ra yang berbalas menatapnya tanpa ekspresi.

 

Hye Jin pu mendekati Kyuhyun, menepuk pundak Kyuhyun ketika pria itu meanatap punggung Hyo Ra yang semakin menjauh.

 

“Kau menyukainya??” Kyuhyun terperanjat lantas menggeleng kuat dan meninggalkan Hye Jin. Meninggalkan?? Bukankah pria itu datang untuk menemui Hye Jin??

 

“Yak!! Kau mau kemana, oppa?? Bukankah kau ingin menemuiku??” sungut Hye Jin kesal sembari berlari kecil mengikuti langkah Kyuhyun yang cepat.

 

“Sudah tidak berminat,” ujar Kyuhyun tanpa menoleh sedikitpun pada Hye Jin. Hye Jin mengerucutkan bibirnya kemudian hendak memukul kepala Kyuhyun yang tinggi pria itu tidak terlalu terpaut jauh dengannya danterhenti di udara ketika itu berbalik menatapnya tajam.

 

“Apa yang ingin kau lakukan??” tanya Kyuhyun tajam, Hye Jin hanya menggeleng dibarengi cengiran dengan wajah tanpa dosa. Kyuhyun kembali melanjutkan langkahnya, memasang headset menghindari kasak-kusuk gadis-gadis lain yang sengaja mencari perhatiannya.

 

Hye Jin mendengus dan menyamai langkah Kyuhyun, menatap saudara sepupunya itu dengan kesal.

 

“Kau kesini bersama Chae Ri eon??” pertanyaan Hye Jin itu menghentikan langkah Kyuhyun. Menatap gadis itu tajam kemudian menghela nafas kasar.

 

“Bisakah tidak menyinggung Chae Ri??” Hye Jin mengernyit lantas menepuk dahinya keras. Ia seperti menyadari sesuatu. Kalimatnya barusan menyinggung perasaan Kyuhyun. Membuka luka hati sepupunya itu.

 

“Mianhae…”

 

 

 

 

 

==================

 

 

 

 

Hyo Ra duduk di sebuah kursi yang terletak di sebuah café. Kenangannya bersama Donghae. Mata gadis itu menerawang kembali kenangannya bersama Donghae dulu. Ada sebuah rasa yang menyesakkan dadanya.

 

“Tidak bisakah kau berkorban untukku sekali saja??” lirih Hyo Ra dengan air mata yang menetes di pipinya. Hati Hyo Ra bergemuruh hebat saat telinganya mendengar sayup-sayup lagunya bersama Donghae dulu.

 

Jigum wason malhal suga obso

 (Ku tak bisa katakan ini sekarang)


Noye gijok gu modun ge hwansang gata

(Kau keajaiban, semuanya ini seperti sebuah ilusi)


Majimak ni mosup sok

(Gambaran terakhir darimu)


Sosohi giok sogeman Jamgyojyo ganun gotman gata
(Perlahan-lahan menyelam kedalam pikiranku)

 

Odinga eso nal bogo issulkka
(Apa kau melihatku dari suatu tempat?)
Huhwe haedo nujo boryo bol su obso
(Jika kau menyesalinya, ini sudah terlambat, kau tak bisa melihatku)
Chuoge gurimjae
(Bayangan kenangan indah)
Chok chokhan nae nunmul dullo gu jaril jikyobogo isso
(Ku menangis seraya memperhatikan atas tempat itu)

Gu mal mot hae jongmal mot hae
(Ku tak bisa mengatakannya, benar-benar tak bisa)
Niga nae yope issul ttaemankum mianhade guge andwae
( Ketika kau ada disisiku, aku minta maaf, tapi ku tak bisa)
Ijen modun ge ttollyowa
(Segalanya datang padaku gemetaran)

 

Jogum do gidarida
(Ku takut bila ku menunggu sedikit lebih lama)
Kkum sogul hemaeida
(Dan mengembara dalam mimpiku)
Gyolguk ni aneso nunul gamulkka bwa
(Aku kan menutup mataku untuk dirimu)

 

Gojima do gojima
(Jangan pergi, jangan pergi lagi)
Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)
Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)
Jonhyo dullijiga anha
(Ku tak bisa mendengar apapun)
Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)
Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

Bolsso irokedo jina wasso
(Sudah berlalu seperti ini)

Noye hunjok chajabwado jiwo jyosso
(Bila ku lihat jejakmu, ku tak bisa menemukannya karena itu sudah terhapus)

Majimak ni giokdo
(Kenangan terakhirku darimu)

Nunmure teyop soguro jamgyojyo ganun gotman gata
(Tenggelam dalam pusaran airmataku)

 

Iman kkutnae narul kkutnae
(Sekarang berakhir, ku selesaikan)

Niga nae yope itji antamyon
(Jika kau tak disisiku)

Mianhande iman galge
(Maaf, aku pergi)

Ije noye girul ttara
(Sekarang ikuti jalanmu)

Kkut omnun girul ttara
(Ikuti jalan yang tiada akhir)

Nol chaja he meida gyolguk norul irkoso sulponam halkka bwa
(Ku takut kehilanganmu setelah berkelana, mencarimu dan akhirnya menemukanmu)

 

Gojima do gojima
(Jangan pergi, jangan pergi lagi)

Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)

Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)

Jonhyo dullijiga anha
(Ku tak bisa mendengar apapun)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

Gajima gajima issojul su inni
(Jangan pergi, jangan pergi, tak bisakah kau tetap tinggal?)

Gojitmal gojitmal dullijiga anha
(Bohong, bohong, ku tak bisa mendengar kebohongan)

Saranghae saranghae boyojul su inni
(Ku mencintaimu, ku mencintaimu, tak bisakah kau tunjukan padaku?)

Saranghae saranghae saranghae jugenni
(Akankah kau cinta cinta cinta padaku?)

 

Gajima gajima issojul su inni
(Jangan pergi, jangan pergi, tak bisakah kau tetap tinggal?)

Gojitmal gojitmal dullijiga anha

( Bohong, bohong, ku tak bisa mendengar kebohongan)

Saranghae saranghae saranghae jugenni
(Akankah kau cinta cinta cinta padaku?)

Jebal dorawajwo
(Tolong aku)

 

Gojima do gojima
( Jangan pergi, jangan pergi lagi)

Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)

Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)

Jonhyo dullijiga anha
( Ku tak mau dengar apapun)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

 

Air mata Hyo Ra tumpah ruah. Gadis itu menangkupkan kedua tangannya guna menutup wajahnya dan meredam isak tangisnya yang mungkin akan terdengar keras. Ia tidak kuat lagi. Rasa cintanya pada Donghae membuatnya tak bisa meninggalkan pria itu. Membuatnya terlihat menyedihkan. Mengharapkan sesuatu yang tak akan pernah terjadi. Donghae sudah terlalu jauh untuk ia tarik kembali. Donghae sudah tak bisa ia miliki.

 

“Haruskah kau menangis di tempat umum seperti ini?? Dasar wanita. Menyusahkan saja!!” ujar seorang pria dengan dinginnya sembari mengulurkan tangan guna memberikan sebuah sapu tangan pada Hyo Ra. Hyo Ra terdiam.  Ia mengusap air matanya dengan kesal. Merasa terhina oleh ucapan pria itu. Hyo Ra mendongak dan ia terkejut setelah melihat wajah pria itu.

 

“Rupanya kau yang menangis. Tidak puaskah kau menangis di kelas tadi pagi??” cibir Kyuhyun sembari melipat kedua tangannya di depan dadanya.

 

“Apa hakmu menginterupsi aku?” Hyo Ra hendak beranjak sampai tangan Kyuhyun menahannya.

 

“Jika kau mau pergi, hapus air matamu yang masih tersisa atau pergilah ke toilet. Basuh wajahmu agar tidak terlihat lengket,” ujar Kyuhyun dengan nada sedikit lembut. Hyo Ra terdiam di tempatnya. Lantas gadis itu mengambil sapu tangan yang diberikan Kyuhyun dan berjalan menuju toilet. Sepergian gadis itu, Kyuhyun tersenyum dengan pandangan yang tak bisa terartikan.

 

 

 

========================

 

 

 

 

“Kalau boleh tahu, kenapa kau menangis??” tanya Kyuhyun pada Hyo Ra ketika mereka berada di mobil. Ya, Kyuhyun berniat untuk mengantar gadis itu…

 

“Kita belum saling mengenal, kurasa ini masih belum bisa kuceritakan,” ucap Hyo Ra sembari memandang keluar jendela. Tidak berniat untuk melihat wajah Kyuhyun. Kyuhyun mendengus.

 

“Kurasa kita akan satu kelas, nona. Namaku Cho Kyuhyun..” Hyo Ra menoleh ke arah Kyuhyun dan membuang mukanya kembali.

 

“Aku Park Hyo Ra…terima kasih atas tumpangannya. Kurasa kau turunkan aku saja di Halte depan…aku akan naik bus,” ucapnya masih dengan nada dingin. Kyuhyun geram, ini pertama kalinya ia diperintah seperti itu oleh seorang wanita.

 

“Katakan di mana rumahmu, setelah itu aku akan mengantarmu. Aku bukan lelaki pecundang yang tidak bertanggung jawab atas keselamatan dari seorang gadis. Apalagi gadis itu sahabat baik dari sepupuku…” ucap Kyuhyun sembari terus menginjak gas sampai kecepatan penuh membuat Hyo Ra yang semula hanya diam berteriak ketakutan.

 

“Yak!! Yak!! Kau mau membunuhku, eoh??” mendengar ocehan Hyo Ra, Kyuhyun  semakin menambah kecepatannya. Entahlah ia seperti merasakan sesuatu yang berbeda semenjak berkenalan dengan Park Hyo Ra.

 

 

 

 

========================

 

 

“Jika kau ingin menangis…lihatlah ke langit atau pandanglah wajahmu sendiri dalam genangan air. Menangislah dan lihatlah wajah bodohmu itu Nona Park!!” ucap Kyuhyun ketika mereka telah sampai di depaan sebuah rumah bercat ungu. Hyo Ra mendengus, merasakan dirinya dipermainkan oleh pria itu. Hyo Ra tidak memperdulikannya, ia hendak membuka pintu sampai Kyuhyun bersuara lagi.

 

“Jangan menangis hanya karena seseorang yang tidak menghargai usaha dan pengorbananmu…” seperti tersambar petir, Hyo Ra menoleh pada Kyuhyun dan menatap pria itu aneh.. bagaimana ia bisa tahu apa yang telah terjadi pada dirinya.

 

“Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Cho. Tapi kurasa ini bukan daerah kekuasaanmu. Kau tidak berhak menginterupsiku…” ucap Hyo Ra dingin dan a beringsut keluar dari mobil Kyuhyun dan tergelak ketika melihat seseorang menunggunya di depan pagar rumahnya.

 


Tittle                                    : Symphony of Love

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Nurul FatikhahSaranghaeJinyong

 

Blog                                       : http://ImELFChoiYera.wordpress.com

Genre                                  : AU! Gaje, romance

 

Lenght                                : Multichapter

 

Words                                 : 3,353

 

Cast                                     : Lee Donghae ; Choi Hyun Hwa

 

Support Cast                      : Kim Jong Woon ; Choi Ye Ra

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-7, All Cast milik Tuhan YME,  DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

 

 

 

 

 

 

Gwangjin-gu Seoul, 10.00 PM

September, 3rd 2012

 

 

 

Bunyi gemericik air dari sebuah kenikmatan Tuhan berupa air hujan membuat seorang gadis tersenyum menatap setiap air yang terjatuh ke tanah membentuk sebuah bunga. Angin yang berhembus menyapu anak rambut gadis yang bersandar pada jendela kamarnya itu. Ia memejamkan matanya, seolah mengizinkan angin tersebut membelai lembut kulitnya yang seputih susu.

Membiarkan angin tersebut masuk ke relung tulang-tulangnya. Seolah itu semua menjadi keindahan yang menggantikan bintang-bintang yang menghiasi malam. Menarik nafas panjang guna mencium harum tanah yang terbasahi air hujan. Gadis itu menajamkan pendengarannya ketika telinganya sayup-sayup mendengar sebuah suara merdu dan lembut yang belakangan ini menjadi candunya setiap hari. Kembali tersenyum manis saat lirik lagu yang ia dengar itu terasa ditujukan padanya. Padanya?? Gadis itu tertawa kecil. Percaya diri sekali untuknya. Ahhh…masa bodo lah, yang terpenting baginya, Lagu ini memang terasa ditujukan padanya.

“Eonni-ya…kau sedang apa??” tanya sebuah suara dari gadis lain yang usianya lebih muda dari gadis yang dipanggil eonni itu. Gadis itu menoleh lantas tersenyum hangat.

“Ada apa, Ye Ra-ya??” Ye Ra membalas senyuman Hyun Hwa – nama gadis itu – lantas menghampirinya.

“Kau belum tidur??” tanya Ye Ra sembari mendudukan dirinya di tepi bed dan membenarkan kacamata minus-nya.

“Belum mengantuk,” jawab Hyun Hwa singkat dan kembali melihat luar jendela.. memfokuskan pada air hujan. Ye Ra menghela lantas berbaring di bed Hyun Hwa, membiarkan gadis itu bercengkrama dengan dunianya.

“Kau mendengarnya??” tanya Hyun Hwa sembari kembali memejamkan matanya. Ye Ra mengerutkan keningnya. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh Hyun Hwa.

“Mwo??”

“Suara seorang pria yang menyanyikan sebuah lagu…” jawabnya. Ye Ra kembali duduk, mencoba menajamkan pendengarannya.

“Aku tidak mendengar apapun selain suara air hujan.” Hyun Hwa tersentak. Menatap tak percaya pada Ye Ra. Ye Ra tidak mendengarnya?? Padahal dengan jelasnya ia bisa mendengar suara itu.

“Kau sedang tidak terganggu pendengarannya bukan??” Ye Ra merengut karena ucapan Hyun Hwa. Tak ayal gadis itu melempar sebuah bantal ke wajah Hyun Hwa.

“Yak!! Kau saja yang terganggu pendengarannya. Kalau tidak percaya silahkan tanya ahjumma samping apartement kita!!” sungut Ye Ra tidak terima. Kemudian ia pergi dari kamar Hyun Hwa.

Choi Hyun Hwa dan Choi Ye Ra adalah anak dari Choi Seung Hyun, seorang pengusaha dibidang real estate yang kemajuan bisnisnya sangatlah pesat. Mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah apartement sederhana berusaha unuk tidak terpaku pada kekayaan Seung Hyun. Mereka juga melanjutkan studi-nya di universitas yang sama. Hyun Hwa di Fakultas Sastra dan Budaya Korea dengan alasan ia menyukai semua yang menyangkut Korea. Alasan lain adalah ia ingin menjadi seorang sastrawan Korea yang memperkenalkan pada seluruh dunia tentang Budaya dan Sastra Korea.

Sedangkan Ye Ra di Fakultas Ekonomi Manajemen. Ia beralasan karena ia sangat menyukai ayahnya ketika bekerja dengan beberapa dokumen. Bagi gadis itu, itu terlihat sangat keren. Maka dari itu, Ye Ra memutuskan untuk ikut terjun di dunia bisnis bersama sang ayah sembari ia berkuliah.

Hyun Hwa membanting tubuhnya di bed. Mencoba melupakan segala pikiran buruk tentang suara itu. Ingin sekali ia percaya pada Ye Ra, tapi hati kecilnya mengatakan jangan dan percaya pada suara itu. suara yang sudah menjadi candunya. Seperti symphony yang menggetarkan jiwanya. Symphony yang lebih mendalam. Seperti sebuah bisikan akan kata cinta. Seolah suara itu sebagai penghantar tidurnya malam ini.

==========================

Mokpo, September 3rd 2012

 

 

 

Seorang pria berpakaian t-shirt berwarna hijau muda terduduk di sebuah bangku kayu di depan rumahnya. Pria berwajah tampan dan manis itu merebahkan dirinya di bangku tersebut sembari menyenandungkan sebuah lagu. Matanya terpejam, menikmati hembusan angin malam yang sejuk. Menyapu kulitnya yang putih lembut.

 

 

neol bomyeon (nan) useumman (nawa)

 sujubeun misokkajido Yeah
nal boneun ne nunbicheun

seulpeun geol hoksi ibyeoreul

 malharyeogo hani Baby

 

Mata pria itu terbuka dan langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah. Ia merasakan seseorang yang memperhatikannya. Memperhatikannya dengan manic mata lembut, pandangan yang teduh. Tapi di mana?? Tak satupun matanya menemukan sosok seseorang yang dimaksud. Ia menggedigan bahunya lantas kembali melanjutkan nyanyiannya yang sempat terhenti.

“Siapapun kau yang ada di mimpiku selama ini…. Aku menyukaimu… mungkin ini terlihat bodoh. Tapi apa aku salah jika aku memang menyukaimu?? Kau seperti hidup yang telah ditakdirkan Tuhan padaku.” Pria itu lantas terbangun menatap langit yang mulai memendung. Berjalan memasuki rumahnya yang bergaya tradisional.

“Donghae-ya??” pria yang bernama Donghae itu menoleh ketika tangannya sudah mencapai knop pintu.

“Oh…hyung, waeyo??” Donghae lantas berjalan menghampiri pria yang berpakaian t-shirt dan celana pendek juga lengkap dengan kacamata yang masih berdiri di luar pagar rumahnya.

“Jong Woon hyung..kkajja masuk.” Ajak Donghae sembari mengalungkan tangannya di pundak Jong Woon. Jong Woon menurut. Ia mengikuti arah langkah Donghae. Kim Jong Woon adalah salah seorang sepupu Lee Donghae. Ia datang ke Mokpo hanya untuk menemui Donghae dan menyampaikan pada pria itu tentang keterlibatannya dalam menjalankan sebuah perusahaan peninggalan almarhum ayahnya. Awalnya Donghae tidak ingin menjalankan perusahaan tersebut, ia lebih menginginkan untuk tinggal di Mokpo merintis usaha sendiri.

“Kembalilah ke Seoul temui ibumu.” Donghae terdiam. Memutar kenangannya kembali bersama sang ibu yang hubungannya bersama sang ibu terbilang tidak baik.  Bagaimana tidak?? Sang ibu meninggalkan dirinya dan ayahnya hanya karena mengejar karier-nya di dunia music. Dan karena sang ibu lah, ayahnya meninggal dunia disaat dirinya berusia masih 17 tahun. Meninggalkan dirinya sebatang kara sampai kakak sepupu dari ayahnya tersebut – Kim Ji Hoo – ayah dari Kim Jong Woon – merawatnya hingga dewasa dan menjalankan bisnis keluarga Lee sesuai wasiat yang di tulis ole Lee Hyun Ki – ayah Donghae – dan akan diserahkan kembali pada Donghae ketika pria itu sudah dewasa.

“Hyung….” Jong Woon menggeleng ketika dirasa Donghae mengeluarkan jurus aegyo-nya.

“Hentikan Hae-ya!! Kau itu sudah dewasa bukan anak kecil lagi yang selalu minta dimanja olehku.”

“Arraseo hyung…tapi aku tidak ingin bertemu dengan wanita itu,” ujar Donghae sambil mengambilkan minuman untuk Jong Woon.

“Tapi dia adalah ibumu, Hae-ya…” Jong Woon menyandarkan punggungnya di bantalan kursi.

“Dia bukan ibuku semenjak ia meninggalkanku sendiri bersama appa.”

“Lee Donghae!!!” Jong Woon menghembuskan napas kasar. Ia tak tahu lagi harus bagaimana untuk berbicara dengan Donghae.  Pria di sampingnya ini terlalu keras untuk urusan ‘ibu’.

“Ya…dia bukan ibumu. Tapi, kau juga tidak menutup kenyataan kalau dalam tubuhmu itu mengalir darahnya!!! Dan tanpa kau sadari, bakat menyanyimu terturun dari ibumu!!!”

“Nde hyung!! Dan aku menyesal karena itu!!!”

“Donghae-ya!!!”

“Sudahlah hyung, jika kau kemari hanya untuk menasehatiku, lebih baik kau pulang saja. Karena sampai kapanpun aku tidak akan menemui wanita itu. Lukaku belum mengering walau waktu tetap berjalan. Soal perusahaan appa, biar Kim appa saja yang menjalankannya atau bahkan biar kau saja yang melanjutkannya. Aku tidak berminat untuk itu semua. Hidupku sudah tertakdir di Mokpo. Kota kelahiran appa. Mianhae hyung….” Donghae menghela lantas berjalan menuju kamarnya meninggalkan Jong Woon yang menatapnya iba.

“Kau pasti akan ke Seoul. Takdirmu menunggumu di sana, Hae-ya…” gumam Jong Woon sembari mengikuti langkah Donghae. Beristirahat di kamar pria itu.

================================

Gwangjin-gu, September 04th 2012

08.45 AM

 

 

Seorang gadis memakai blus berwarna soft pink dipadu dengan bawahan rok warna putih sedang mematut dirinya di depan cermin di meja riasnya. Ia mengoleskan bedak tipis natural dilanjut dengan mascara yang tidak terlalu tebal. Terakhir, gadis itu memoles bibir tipisnya dengan lip gloss berwarna pink sedikit cerah. Ia mengangkat tangannya, mencoba mengumpulkan rambut sedikit curly dan mengikatnya. Mengedarkan pandangannya ke segala isi kamarnya sampai bibirnya melukis senyuman tatkala melihat sebuah tas berwarna putih. Ia berjalan mengambil tas tersebut lantas berhenti di sebuah lemari yang berisi koleksi high heels-nya. Mengambil high heels dengan tinggi 5cm berwarna senada dengan blus yang dipakai.  Melangkah menimbulkan sebuah bunyi ketukan. Kaki panjangnya membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

“Ra-ya…” panggil gadis itu pada gadis lain yang memakai jumpsuit warna coklat dan bross mawar. Gadis itu terlihat manis dengan hiasan bando di rambutnya yang sedikit curly dan tergerai indah. Kaki yang putih panjangnya dihias dengan sebuah high heels warna senada dengan tinggi 5cm.

Gadis itu menoleh lantas tersenyum pada gadis yang memanggilnya.

“Ye Ra-ya….kau mau kemana??” tanya Hyun Hwa – gadis yang memanggil Ye Ra – sembari meneliti penampilan Ye Ra dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Ish!! Hentikan tatapanmu itu, eonni!!” Ye Ra mencibir dan segera membawa cangkir itu ke dapur.

Hyun Hwa terkekeh. Merasa usahanya membalas dendam pada adiknya itu berhasil. Adiknya yang setiap hari menjahilinya tanpa mengenal waktu.

Hyun Hwa kemudian berjalan menuju dapur, mengambil buah dan susu yang berada di kulkas.

“Eonni bertanya padamu, kau mau kemana??” tanyanya sekali lagi pada Ye Ra ketika gadis itu hendak meninggalkan dapur.

Ye Ra menghentikan langkahnya. Menatap langit-langit dapur. Menggerakkan mulutnya sembari mengetukkan jarinya di pipi kanannya. Mencoba berpikir.

“Aku mau…rahasia. Hahahhaha…” Ye Ra langsung berlari sembari tertawa menghindari Hyun Hwa yang ia yakini akan mencipratinya dengan air.

“Yak!!! Little Evil!!! Jawab pertanyaan eonni-mu ini!!” pekik Hyun Hwa dengan mulut penuh dengan gigitan buah apel.

===========================================

 

 

Mokpo, September 04th 2012

 

 

 

 

“Kau tetap tidak ingin ikut??” tanya Jong Woon memastikan sembari mengikat sepatunya.

“Kau sudah tahu jawabanku, hyung,” jawab Donghae malas sembari menatap lurus hamparan rerumputan di depannya. Jong Woon menatap tajam Donghae yang duduk di sampingnya.

“Kau akan menyesal suatu saat nanti jika takdirmu yang akan memintamu ke Seoul,” ujar Jong Woon penuh misteri. Donghae menoleh dan bergidig ngeri ketika merasakan aura Jong Woon yang hitam.

“Jangan menatapku seperti itu, hyung!! Menjijikan!!” cibir Donghae yang langsung disambut oleh jitakan Jong Woon. Donghae mendelik tidak terima. Bermaksud membalas jitakan Jong Woon, tapi ia segera berdiri kembali masuk ke rumahnya.

“Yak!! Kakakmu ini akan kembali ke Seoul dan kau tidak mengantarku??” sungut Jong Woon kesal. Donghae hanya bergumam tidak jelas sembari melambaikan tangannya.

“Hati-hati di jalan, hyung…. Aku mencintaimu…” ucapnya sembari menutup pintu rumahnya. Jong Woon mencibir. Demi apa, ia mempunyai adik sepupu seperti Lee Donghae.

========================================

Seoul University

Build of Managemen

September, 04th 2012

01. 00 PM

 

 

 

 

Ye Ra berjalan tergesa-gesa di koridor gedung fakultasnya sembari membawa tumpukan buku bisnis yang ia pinjam dari perpustakaan. Setelah sebelumnya gadis itu mengganti pakaiannya menjadi lebih rapi dan sopan. Sebuah tanktop hitam dirangkap dengan blazer berwarna merah dipadu bawahan rok sepan berwarna senada dengan blazer. Gadis itu terlihat sangat dewasa dengan tambahan high heels 5cm.

Gadis itu terus berjalan sembari sesekali berlari kecil menyusri tiap koridor terkadang ia menyumpahi kelasnya yang berada di ujung gedung dan berada di lantai 2 sehingga ia harus menuruni tangga karena sialnya lift yang disediakan mengalami kerusakan. Gadis itu sepertinya haruss bersyukur karena udara segar di musim gugur ini membuatnya tidak sampai mengeluarkan banyak keringat ketika ia harus berlari kecil. Sebentar-sebentar gadis itu melihat jam Terburu-buru oleh waktu, karena setengah jam lagi ia harus menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan ayahnya dan dilanjut dengan rapat dari calon partner bisnisnya untuk menjalankan proyek resort. Mata Ye Ra tak terfokus pada jalan sehingga membuat gadis itu jatuh terduduk menabrak seorang pria berpakaian setelan jas.

“Mianhamnida…” ucap Ye Ra menyesal sembari memunguti beberapa bukunya yang terjatuh. Pria itu pun tak tinggal diam, ia segera membantu memunguti buku Ye Ra. Ye Ra berdiri sembari membungkukkan badannya berkali-kali.

“Adaw….” Pria itu meringis ketika didapati tangannya yang masih memungut salah satu buku Ye Ra terinjak oleh kaki Ye Ra ketika gadis itu hendak melangkah. Ye Ra segera mengangkat kakinya, berjongkok dan reflek memegang tangan pria itu dan mengusap-usapkannya.

“Maaf, aku tidak bermaksud,” ucap Ye Ra sembari terus mengusap tangan pria itu. Jong Woon – nama pria itu – hanya tertawa kecil tanpa suara melihat kepolosan Ye Ra.

Usai mengusap-usap tangan pria itu Ye Ra menengadahkan kepalanya. Tertegun melihat mata pria itu yang tajam tapi meneduhkan tanpa melepaskan tangannya yang masih memegang pria itu. Jong Woon sama, ia tertegun melihat wajah Ye Ra yang manis. Mereka kompak berdiri tanpa melepaskan tautan pandangan mereka. Sadar akan situasi itu, Jong Woon dan Ye Ra sama-sama melepaskan tangan mereka dan menggaruk tengkuk mereka yang tidak gatal.

“Maaf…” ucap mereka berbarengan sambil membungkukkan badannya sehingga membuat mereka terbentur satu sama lain.

Baik Jong Woon maupun Ye Ra, mereka sama-sama meringis dan mengusap dahi masing-masing. Detik kemudian mereka tertawa bersama menyadari kebodohan mereka.

“Oh nde, maaf…. Aku terburu-buru jadi tidak melihat Anda,” ujar Ye Ra sopan sembari membungkukkan badannya dan segera berlari membiarkan Jong Woon hanya menatap geli punggung Ye Ra yang sudah sedikit menjauh.

Lantas Jong Woon baru menyadari bahwa sebuah buku dengan bersampul biru dan dengan sebuah hiasan pasir putih membentuk sebuah huruf hangul ‘Ye’ masih dipegangnya dan ia lupa untuk memberikannya pada gadis tadi. Jong Woon menggidikan bahunya dan ia kembali berjalan ke tujuannya semula.

=============================================

Hyun Hwa bergegas untuk kembali ke apartement-nya setelah beberapa jam yang lalu ia ditugaskan oleh Kang ssongsaenim  untuk mengabdi di sebuah sekolah dasar yang terletak di wilayah Mokpo. Tugas untuk memenuhi prakteknya dalam studi semester akhirnya.

Gadis itu menghentikan sebuah taksi yang melewat di depan universitasnya itu. Sungguh terkadang ia ingin sekali mencekik Kang ssaem karena dengan seenaknya saja memberikan tugas tanpa memberikan jeda waktu pun. Jika tugas itu diberikan hari ini, maka hari ini pula harus diselesaikan. Termasuk dengan keberangkatannya menuju Mokpo.

Hyun Hwa mengambil ponselnya yang berada di tas putih kesayangannya itu, menyentuh beberapa digit angka. Bermaksud menghubungi seseorang. Lama Hyun Hwa menempelkan ponselnya itu di telinga kanannya. Ia menggigit bibirnya kesal, karena sambungan itu terhubung pada mailbox.

“Yak!! Choi Ye Ra!! Kemana dirimu, huh??” ucapnya kesal sembari memegang kesal tasnya. Gemas. Menurut Hyun Hwa, jika adiknya itu berada di apartement, ia dengan sangat senang hati meminta bantuan Ye Ra untuk mengemasi barang-barangnya dan ia hanya memesan tiket dan membooking penginapan di sana. Tapi sekarang?? Jika saja ia sudah berada di apartement dan menemukan adik ajaibnya itu sedang berada dalam mimpinya sehingga tidak mengangkat teleponnya itu, ia akan menendang kaki Ye Ra. Adiknya yang gemar tidur.

Sungguh aneh sebenarnya dengan kebiasaan buruk adiknya itu. dia bahkan bis tidur lebih dari 2 jam jika siang hari. Tidak takut jika tubuhnya menjadi gemuk. Karena memang gadis itu tak bisa gemuk, segimanapun ia makan banyaknya.

Hyun Hwa menekan tombol password pintu apartement-nya. Gadis itu berjalan menuju kamar Ye Ra. Dibukanya pintu kamar Ye Ra yang bernuansa biru muda itu. mengedarkan pandangannya mencari sosok adiknya itu. Ia mendesah saat tak satupun matanya menemukan Ye Ra, lantas ia berbalik berniat menuju kamarnya yang berada tepat di samping kamar Ye Ra.

Hyun Hwa merebahkan tubuhnya di bed. Bermaksud untuk merelaksasikan tubuhnya sebelum ia mengemasi barang-barangnya. Setelah beberapa menit Hyun Hwa beristirahat, gadis itu melepaskan high heels-nya dan langsung menuju lemari. Mengambil kopor kesayangannya yang berwarna soft pink dan diletakkan di atas bed. Membuka kembali lemari pakaiannya dan mengambil beberapa pakaian yang ia perlukan dan beberapa buku yang harus ia bawa. Usai mengemasi pakaiannya itu, Hyun Hwa mengambil baguette bag berwarna ungu muda untuk mengemasi beberapa make-up yang dirasa diperlukan. Lagipula make-up itu hal yang wajib yang harus dibawa bagi seorang gadis, bukan??

Hyun Hwa meregangkan tubuhnya. Menyambar handuk untuknya dibawa ke kamar mandi. Berniat membersihkan dirinya agar terlihat lebih fresh.

===============================================

Donghae menghela memikirkan kembali ucapan Jong Woon tadi malam. Pria yang kini berada di sebuah taman sembari terduduk di atas rerumputan itu melihat beberapa anak-anak yang bermain di taman itu. Sebenarnya pandangannya itu tidak terfokus pada anak-anak yang bermain, melainkan entah kemana.

Donghae menunduk saat dirasa dua bulir air mata jatuh bebas di keduaa pipinya. Sebenarnya ia sangat merindukan ibunya itu. Memang benar kata orang. Sebenci-bencinya seorang anak pada sosok ibu yang tealah melahirkannya, dalam hati anak itu tidak akan pernah bisa. Itu juga yang dialami oleh Donghae. Pria itu gusar.

“Hyung…bisakah tolong ambilkan bola yang berada di kakimu itu??” ujar seorang anak laki-laki menyentak Donghae yang sedaang melamun.  Donghae tersenyum , lantas ia mengambil bola putih itu dan menendangnya pelan.

“Apakah hyung bisa ikut bermain??” Anak kecil itu mengangguk dan Donghae tersenyum sumringah. Lantas mereka bergabung dengan anak-anak yang lain. Donghae tertawa lepas ketika bermain bola. Seolah kegusaran hatinya menguap dengan sendirinya.

“Hyung kau ada masalah??” tanya anak laki-laki itu ketika mereka merebahkan diri di rerumputan.

Donghe menoleh dan tersenyum. Mengacak rambut anak laki-laki itu. Gemas.

“Kau masih kecil.” Anak laki-laki itu memonyongkan bibirnya. Kesal.

“Hyung, aku sudah 10 tahun!! Aku sudah besar!! Jangan panggil aku anak kecil lagi!!” Donghae terkekeh. Ia beranjak untuk duduk dan menghela.

“Jikapun ada masalah, kau tak akan bisa memahaminya.” Anak itu pun ikut duduk.  Menyanggahkan tangannya di dagu.

“Dan justru karena aku tidak memahami masalahmu, kau dengan leluasa untuk bercerita. Lagipula orang bercerita tentang suatu masalahnya itu bukan hanya untuk meminta saran dari lawan bicaranya, melainkan ingin menumpahkan segala curahan yang ada di hatinya. Yah…setidaknya kau bisa membagi bebanmu dengan orang lain, hyung.” Donghae terperangah mendengar penuturan anak laki-laki itu. Kalimat yang dilontarkannya terbilang cukup dewasa untuk ukuran anak berusa 10 tahun.

“Bagaimana, hyung??” Donghae menimbang. Lantas ia mengangguk.

“Baiklah, aku akan bercerita sesuatu denganmu.” Anak laki-laki itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyuman. Lantas ia dengan antusiasnya mengubah posisi duduknya di hadapan Donghae.

“Aku merindukan ibuku…” anak laki-laki itu tersentak, tapi tak ayal untuk tetap diam. Ia seperti tahu bahwa ucapan Donghae belumlah selesai.

“Dia meninggalkanku. Meninggalkanku tanpa kata bersama ayahku. Aku sungguh sangat merindukannya,” ucap Donghae sembari tersenyum miris.

“Jika kau merindukannya kenapa kau tidak menemuinya??” Donghae menoleh pada anakitu dan tetap tersenyum.

“Aku tidak bisa…”

“Berarti kau tidak merindukannya, hyung. Seorang anak, jika sudah merindukan orang tuanya, ia akan menemui mereka. Sejauh apapun jarak itu… karena pada takdirnya, seorang anak sangat tulus mencintai ibunya. Merindukan pahlawan yang membuatnya bisa menghirup udara. Berjuang mati-matian…” ucap anak itu sembari menundukan wajahnya. Ada bulir air mata yang merembes. Donghae terhenyak. Diusapnya rambut anak laki-laki itu.

“Kau juga merindukan ibumu??” anak itu mengangguk lantas tersenyum kecut.

“Aku bahkan tidak tahu ibuku, hyung. Dia meninggalkanku sendiri di panti asuhan.”

“Eoh?? Maafakan aku…”

“Gwenchana, hyung… aku yakin suatu saat nanti aku bisa bertemu dengannya lagi. Ayo hyung, kita lanjutkan main bolanya.” Donghae menatap punggung anak itu iba. Ada segelintir perasaan yang menyeruak di hatinya. Anak kecil itu bahkan tidak membenci ibunya saat ia tahu ibunya meninggalkan dia sendiri dip anti asuhan.

=========================================

Ye Ra berjalan dengan diikuti beberapa pemegang saham yang berada di belakangnya. Sesuai jadwal yang diingatkan oleh sekretaris Kim padanya bahwa ia harus mengikuti rapat untuk bertemu dengan calon partner bisnisnya. Di sela rapat pertamanya tadi, Ye Ra mencuri waktu ketika presdir – ayahnya itu – sedang memimpin rapat.

Ia mendesah kesal saat dibuka pintu ruangan itu yang sudah menampakkan beberapa dewan direksi.

“Sial!!” umpatnya dalam hati ketika dewan direksi menatapnya aneh. Hei, bukankah ia tidak terlambat?? Ye Ra menjadi salah tingkah dan ia dengan cepat berjalan menuju kursinya. Ia menghela napas sebelum membuka rapat pertamanya ketika menjadi direktur perencanaan.

“Annyeong haseyo… maaf jika kiranya aku terlambat. Aku Choi Ye Ra manager perencanaan dari Choi Coorporation yang ditunjuk oleh Choi Seunghyun selaku presiden direktur grup, akan memberikan beberapa gambaran tentang project yang akan kita jalankan.” Ye Ra menghela. Ia cukup gugup untuk memimpin rapat ini.

“Nona Lee,” perintah Ye Ra pada sekertarisnya. Wanita yang terlihat lebih tua dari Ye Ra itu mengangguk mengerti lantas membagikan beberapa lembar berkas pada dewan yang menghadiri rapat itu. Ye Ra berbalik menghadap ke sebuah papan putih dan menampilkan foto desain dari resort tersebut.

“Seperti yang kalian pahami di berkas tersebut. Wilayah Jinan yang dengan lokasi yang terletak di kawasan dekat pantai dan luas tanah tersebut  1500  hm. Akan saya bangun sebuah resort yang berdesign sederhana di depan, tetapi terlihat mewaah ketika kita berada di dalamnya. Tolong buka lembaran setelahnya.”


Cinta itu hanya satu orang…

Terapaut dalam satu hati…

Bermakna lebih dari sekedar kata…

 

(TurtleShfly)

 

 

 

 

Mokpo, August 3rd 1993

 

Gadis kecil itu berlari menyusuri tangga sembari membawa sepasang gantungan boneka teddy dengan model pengantin.

Gadis itu membuka kasar pintu rumahnya dan segera berlari lagi menuju sebuah rumah yang lebih kecil dari rumahnya. Menggedor kasar pintu rumah tersebut dan segera menyongsong tubuh seorang anak laki-laki. Memeluknya dan terisak di dada anak laki-laki itu.

“Dongdong…aku tidak mau pergi..aku mau bersamamu..” rengek gadis kecil itu dalam isak tangis. Anak laki-laki yang di panggil Dongdong hanya tersenyum dan mengusap pucuk rambut gadis yang memakai dress berwarna hijau muda dengan bando warna senada menghiasi rambut curly hitam panjangnya.

“Anniya… kita kan bertemu kembali chagi-ya.. jangan khawatir. Tuhan akan mempertemukan kita kembali.” Gadis itu mendongak dan menatap bingung anak laki-laki itu.

“Chagi-ya??” ulangnya. Dongdong mengangguk mantap.

“Ne, mulai sekarang kau chagi-ya ku dan kau tidak boleh menjadi chagi-ya orang lain selain aku. Arraseo!!!” gadis kecil itu mengangguk dan menautkan jari kelingkingnya lantas tersenyum. Mempercayai apa yang diucapkan anak laki-laki itu. Kemudian mereka duduk di bangku yang berada di halaman rumah anak laki-laki itu.

“Dongdong..aku akan pergi ke Seoul. Sebenarnya aku tak ingin ikut dengan appa. Aku ingin di sini bersamamu. Di Mokpo. Bermain bersamamu.” Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Kesal pada ayahnya yang memisahkan dirinya dengan seseorang yang ia suka. Ya, baru sebatas suka. Karena gadis itu masih polos untuk mengenal kata cinta.

“Hei…Seoul dan Mokpo itu tidak terlalu jauh. Masih daratan Korea. Kau tidak perlu takut seperti itu.” Gadis kecil itu menundukkan kepalanya. Menatap jemari mungil kakinya. Menghela dan mendongak sebentar. Entah kenapa ia takut jika tidak bisa bertemu dengan anak laki-laki yang bernama Lee Donghae itu. Gadis itu menoleh ketika namanya dipanggil oleh seorang pria yang masih terlihat muda berpakaian kemeja putih lengkap dengan jas hitamnya. Gadis itu menatap lirih Donghae dan teringat pada benda yang digenggamnya.

“Dongdong, pengantin wanita ini untukmu dan pengantin pria ini untukku. Ketika kita sudah besar nanti kau bisa temukan aku dengan benda ini. Konon kata nenekku, bila kedua benda ini bersatu lagi setelah berpisah begitu lama, maka pemilik dari kedua benda ini juga akan bersatu untuk selamanya juga.” Gadis itu memberikan gantungan teddy bear itu yang disambut bingung oleh Donghae kemudian segera berlari menghampiri kedua orang tua yang menyambutnya dengan senyuman. Donghae menatap teddy bear itu dengan pandangan sedih. Ada rasa tidak rela jika cinta kecilnya itu pergi…meninggalkannya.

Sebenarnya Donghae juga takut jika ia tidak bisa lagi dengan gadis itu. ia sungguh sangat takut, tetapi karena kebahagiaan gadis itu, ia dengan bodohnya mengatakan ucapan penuh harapan yang ia sendiri tidak meyakininya.

“Mianhae…” lirihnya dan segera berlari mengejar sebuah mobil yang sedang melaju cukup kencang. Ia berlari sembari sesekali berteriak memanggil gadis itu. Berlari memutar jalan berniat memotong laju mobil itu. Namun teori siapa yang mengatakan kalau tenaga manusia lebih cepat dari tenaga mesin?? Donghae terengah, ia jatuh tersungkur. Tidak kuat lagi mengejar mobil itu. padahal niatnya hanya ingin memeluk gadis kecil itu. menghirup aroma tubuhnya agar jika ia dewasa ia dengan mudahnya mengenal gadis itu. sekaligus ia ingin memberikan setangkai mawar merah yang ia petik sendiri di kebun bunga miliknya. Ia menyesali, kenapa tadi ia tidak melakukannya?? Ia terlalu malu untuk usianya yang masih 10 tahun.

Aku tidak menyangka pertemuan kita itu…

Adalah pertemuan yang sudah di takdirkan Tuhan…

Namun, ternyata aku salah dalam mengenalimu…

Maafkan atas kesalahanku ini…

 

(Lee Donghae)

 

 

Seoul August 24th 2012

Kyunghee University

 

 

Seorang gadis berpakaian kasual dengan jeans dan rembut yang dikuncir kuda berjalan santai di sebuah koridor. Gadis itu sesekali mengutak-atik ponselnya. Tidak fokus pada langkah kakinya sampai ia menabrak seseorang hingga keduanya terjatuh.

Gadis itu mendesis kesal saat semua barang-barang yang ia bawa jatuh berantakan termasuk ponsel kesayangannya. Ia segera mengumpulkan barang-barang itu tanpa memperdulikan pandangan seseorang yang ia tabrak yang meneliti setiap gerakannya memunguti barang-barang itu.Seseorang itu lebih tepatnya mengamati gantungan ponsel yang gadis itu miliki. Gadis itu sungguh merutuki seseorang di hadapannya. Sebentar-sebentar gadis itu mencuri pandang melihat kaki orang itu.

“Eoh?? Pria rupanya?” gerutunya tidak jelas. Ia menengadahkan kepalanya setelah selesai memunguti barang-barangnya itu. Gadis itu menelan ludah. Menatap tanpa kedip pria di hadapannya. Tampan.  Namun, sedetik kemudian ia mengubah air mukanya menjadi dingin.

“Mianhae…” ujar Ye Ra – gadis itu – datar sembari menepuk celana jeans-nya yang kotor. Bagaimanapun juga ia memang bersalah bukan?? Tidak memperhatikan jalan. Pria itu bergeming. Menatap lekat wajah Ye Ra sehingga membuat gadis itu risih.

“Chagi-ya…” ujar pria itu lantang dan langsung memeluk Ye Ra. Ye Ra terkejut. Marah karena dipeluk sembarangan. Ye Ra segera menginjak kasar kaki pria itu sehingga priaa itu memekik kesakitan.

“Yak!! Kau gila!!!!” pekik Ye Ra tidak senang dan segera berjalan meninggalkan pria yang menurutnya gila itu.

“Yak!! Apa kau tidak ingat aku?? Aku Lee Donghae!! Ikan dari Mokpo!! Dongdong mu,” pekik Donghae menghentikan langkah Ye Ra. Gadis itu tidak menoleh sama sekali. Dan kembali berjalan meninggalkan Donghae.

Donghae menatap bingung punggung Ye Ra. Ada perasaan terluka saat diacuhkan oleh Ye Ra. Otaknya kembali memutar kenangannya dulu dengan gadis kecil itu. Ia yakin betul kalau gadis itu gadis kecilnya dulu. Gadis yang ia suka. Karena Ye Ra memiliki gantungan teddy bear pengantin pria. Bukankah ia sendiri yang berkata kalau Donghae akan bisa mengenalinya dengan gantungan itu??

“Oppa…kau kenapa??” sapa seorang gadis berbalut dress selutut bermotif bunga-bunga kecil dan memakai bando bunga yang sama dengan dress-nya itu. Donghae tergelak melihat ‘kekasih’nya itu. Ada perasaan bersalah menghampiri hatinya. Ia telah berbohong pada gadis yang mencintainya begitu tulus. Membohongi perasaanya. Gadis itu begitu sabar menunggunya. Menunggu balasan cinta sepenuhnya. Ya.. Choi Hyun Hwa – nama gadis itu – tahu betul dengan cerita cinta masa kecil Donghae. Ia tidak merasa keberatan jika Donghae terus mencari gadis kecilnya. Sebenarnya jauh dari lubuk hatinya, ia merasakan  sakit karena merasa diduakan. Tapi,…lagi. Karena cinta ia dengan bodohnya menerima semuanya. Memang cinta bisa mengalahkan logika yang benar-benar menjadi tameng akan sakitnya oleh cinta.

“Eoh?? Oppa tidak apa-apa, Hyun-ah..” ujar Donghae sembari memamerkan senyumnya. Hyun Hwa tahu senyum itu bukan dari hati Donghae. Gadis itu mengangguk. Ada rasa sesak yang menjalar.

“Kkajja!! Kita pergi, oppa…” Hyun Hwa menarik lengan Donghae yang masih bergeming menatap sosok jauh Ye Ra.

=======================

“Hyun Hwa-ya…” pekik seorang gadis sembari membawa semangkuk ramyeon kesukaannya dan menundukkan dirinya di sebuah sofa. Menyalakan televisi juga memasangkan headset yang tersambung dengan ipod-nya. Hyun Hwa yang berada di kamarnya mendengus kesal. Pekerjaannya diganggu kembali oleh saudara sepupunya. Ia pun menghampiri Ye Ra. Menepuk dahinya pelan ketika melihat sepupunya itu kembali melakukan beberapa aktivitas dalam satu waktu. Hyun Hwa kadang berpikir aneh sendiri, kenapa dia bisa mempunyai sepupu aneh macam Choi Ye Ra?? Anak dari Choi Ki Ho yang juga adik dari ayahnya Choi Jin Young.

“Ckckck, sepertinya virus kekasih anehmu itu menular padamu Ye Ra-ya…” cibir Hyun Hwa membuat Ye Ra menghentikan suapan terakhirnya. Mendelik pada Hyun Hwa.

“Apa maksudmu??” Hyn Hwa menggedigan bahu. Jelas sekali gadis itu bermaksud menggoda Ye Ra. Ye Ra mendesis kesal. Namun, tak ayal tetap memfokusan kembali pada acara drama yang ia tonton.

“Bagaimana kau bisa mendengar mereka berbicara jika telingamu tersumbat, huh??” protes Hyun Hwa sembari melepaskan headset yang dipakai Ye Ra.

“Yak!! Babo! Aku menyuruhmu kemari bukan untuk merecokiku!! Tapi untuk memberikan gantungan teddy ini!!” Ye Ra memberikan gantungan itu yang disambut bingung oleh Hyun Hwa.

Mengerti apa tatapan dari Hyun Hwa, Ye Ra segera menjelaskan duduk perkaranya.

“Hyun Hwa-ya, sebenarnya ini milikmu. Ini kutemukan saat appa menolongmu dari tabrakan mobil yang kau dan keluargamu alami. Benda ini sepertinya sangat penting bagimu, karena saat itu kau menggenggamnya erat.” Hyun Hwa memutar kembali otaknya untuk mencerna ucapan Ye Ra. Dirinya pernah mengalami kecelakaan?? Kenapa ia tidak mengingatnya??

“Kau mengalami amnesia sebagian, jadi kau tak akan ingat pa yang telah terjadi padamu, Hyunnie..” tukas Ye Ra saat menyadari Hyun Hwa berpikir keras.

“Kurasa begitu..” sahut Hyun Hwa dan beranjak meninggalkan Ye Ra yang menghela.

=============================

Hyun Hwa menggeliatkan badannya saat menyadari sinar matahari yang menembus kamarnya yang bernuansa pink itu. Mengerjap-ngerjapkan matanya dan kemudian membulatkan sempurna matanya saat melihat benda bulat yang bertengger di dinding kamarnya. Ia terlambat untuk berangkat ke kampus. Segera saja gadis itu bergegas ke kamar mandi. Menyiram seluruh tubuhnya dengan kilat. Dan keluar lagi ke kamar menuju lemari pakaiannya. Ia begitu bersyukur pada pamannya itu yang telah memeberikan sebuah kamar yang lengkap dengan kamar mandi sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk ke kamar mandi yang terletak di lantai 1.

Hyun Hwa juga merutuki sepupunya yang tidak membangunkannya. Sungguh sial mempunyai sepupu Choi Ye Ra. Yang kadar kejahilannya tidak melihat waktu dan tempat.

Hyun Hwa juga segera keluar kamar berniat memarahi Ye Ra. Bagaimanapun juga ia lebih tua satu bulan dari Ye Ra. Tidak seharusnya Ye Ra menjahilinya terus menerus.

“Ra-ya…neo eodisseo??” pekik Hyun Hwa sembari menuju ke ruang makan. Terlihat di ruangan itu Ye Ra yang berpenampilan seperti biasa. Kasual. Sedang mengunyah roti selai coklat kesukaannya. Hyun Hwa menyeringai, ia berjalan pelan-pelan, sebelumnya melepas high heels-nya agar tidak menimbulkan suara mendekati Ye Ra. Kemudian gadis itu merenggut roti yang akan masuk ke mulut Ye Ra. Ye Ra menoleh dan mendelik saat didapati Hyun Hwa menggigit sebagian rotinya itu.

“Yak!!! Kembalikan!!” pekik Ye Ra sembari mencubit pipi Hyun Hwa. Hyun Hwa meringis kesakitan dan menjitak kepala Ye Ra.

“Sakit babo!!!” dengus Hyun Hwa. Ye Ra mencibir kemudian tertawa dan segera berlari ke pintu saat bel rumahnya berbunyi. Baginya sungguh menyenangkan menjahili saudara sepupunya itu. Sepupu yang sangat ia sayangi.

“Aahhh…sepertinya itu Jong Woon oppa…” pekik Ye Ra senang.

“Hai opp…” Ye Ra mematung. Bukan Jong Woon – kekasihnya – yang datang, melainkan seseorang yang membuatnya kesal kemarin.

“Neo!!” ucap mereka berbarengan. Ye Ra mendengus dan hendak menutup pintu itu sampai Hyun Hwa melarangnya.

“Yak!! Ra-ya, jangan!! Itu Lee Donghae!! Pria yang sering kuceritakan.” Ye Ra melongo tak percaya. Penilaiannya pada pria itu yang semula baik menurut cerita dari Hyun Hwa mendadak menghapusnya menjadi pria mata keranjang setelah kejadian kemarin. Donghae pun tak kalah tidak percayanya. Gadis yang ia cari ternyata adalah saudara dari Hyun Hwa. Kekasihnya sendiri.

“Wah..sepertinya kalian sudah saling kenal??” Ye Ra menggelengkan kepalanya. Lantas ia pergi meninggalkan Hyun Hwa dan Donghae. Bersyukur Kim Jong Woon kekasihnya itu tiba pada waktu yang tepat.

Donghae menoleh ke belakang ketika mendengar deru mesin mobil. Membawa ‘gadis’nya pergi.

“Itu siapa??” tanya Donghae. Ada perasaan cemburu yang menjalar ketika sempat melihat Ye Ra dipeluk oleh pria lain. Sesak dan kesal.

“Ohh..itu Jong Woon oppa. Namjachingu dari Choi Ye Ra. Sepupuku..” ujar Hyun Hwa tanpa rasa curiga. Donghae tersenyum kecut ketika tahu gadis kecilnya itu sudah mempunyai kekasih. Bukankah dulu ia pernah berjanji kalau dirinya tetap akan menjadi chagi-ya dari Lee Donghae?? Bukan untuk pria lain??

“Oppa…waeyo??” Donghae menggeleng lemah lantas  memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Hyun Hwa. Ia tergelak melihat wajah Hyun Hwa. Pria itu baru menyadarinya. Bodoh!!

“Wajahmu…dengannya hampir mirip.” Hyun Hwa terkekeh mendengar pernyataan polos dari kekasihnya itu. Kemudian ia mengiyakan kalau wajahnya dengan wajah Ye Ra memang hampir mirip. Bagaimana tidak mirip jika mereka memang sudah tinggal bersama selama bertahun-tahun. Sepasang kekasih saja jika sudah lama mengikat hubungan, cepat atau lambat akan memiliki rupa yang hampir sama. Itu semua terjadi karena kecocokan juga karena rasa cinta yang dimiliki satu sama lain. Begitupun dengan Ye Ra dan Hyun Hwa, mereka mempunyai wajah yang hampir mirip dengan tingkah yang berbeda.

Wajah mereka yang hampir mirip tanpa celah membuat sebagian besar teman di kampusnya sedikit terkecoh jika Hyun Hwa dan Ye Ra berjalan beriringan. Hanya saja karena sifat dan fakultas yang mereka ambil menjadikan teman-temannya sebagai alat pembeda.

Hyun Hwa yang memilih Fakultas Sastra Korea memiliki sifat feminim, lemah lembut dan sangat peka pada seekitaar. Sifatnya itu membuatnya lebih banyak yang mengagumi berbanding terbalik dengan Ye Ra yang menyukai dunia bisnis serta berpenampilan cuek sehingga tak ada satu pria pun yang mau mendekatinya kecuali Jong Woon yang kini sudah resmi menjadi kekasih dari Ye Ra.

‘Jangan menilai buku dari sampulnya. Jika kau ingin tahu isinya kau harus membaca dan memahaminya terlebih dahulu. Lagipula bukankah cinta tidak butuh alasan dan tidak memandang dia siapa?? Aku mencintai Ye Ra karena hatiku yang memilihnya BUKAN mataku yang terpaut akan kecantikannya’ itulah kata ampuh yang sering diucapkan Jong Woon ketika dia ditanya ‘kenapa memilih Ye Ra dan bukan Hyun Hwa saja??’

“Karena kami memang saudara, oppa..” Donghae melongo kemudian menyeringai. Bukankah itu bagus?? Ia jadi lebih bisa bertemu dengan Ye Ra melalui alasan bermain ke Hyun Hwa.

==============================

Jika ketakutan itu menghampiriku…

Aku tak akan bisa berlari…

Bagaimana mungkin aku berlari jika kau ada di sampingku??

Kau adalah segalanya untukku…

 

(Choi Ye Ra)

 

Jong Woon menggenggam erat tangan Ye Ra. Menautkan jemari-jemari gadis itu ke sela-sela jemarinya. Tangan mereka yang sama-sama kecil membuat mereka begitu nyaman. Jong Woon terus berjalan pelan mengimbangi langkah gadisnya itu menyeringai manakala menemukan ide yang mungkin akan membuat Ye Ra berteriak. Mereka terus berjalan di kawasan Myeondeong. Kawasan yang selalu menjadi tujuan utama bagi para wisatawan.

“Chagi-ya, oppa minta kau pejamkan matamu…” Ye Ra mengernyit namun melaksanakan perintah kekasihnya itu. Jong Woon tersenyum melihat usahanya berhasil, kemudian pria itu menuntun Ye Ra menuju ke sebuah toko. Mengulurkan tangan Ye Ra ke sebuah benda berbulu. Ye Ra mengernyit, namun tetap memejamkan matanya.

“Sekarang buka matamu dan lihat apa yang kau sentuh.” Ye Ra mulai membuka matanya. Membiaskan penglihatannya yang sejenak buram karena matanya yang sempat terpejam. Alangkah terkejutnya gadis itu ketika ia melihat seekor anjing yang berlutut tepat di kakinya. Gadis itu reflek memeluk Jong Woon dan menyentak-nyentakkan kakinya ketakutan. Jong Woon tetawa terbahak-bahak melihat gadisnya ketakutan sehingga hampir menangis. Ye Ra mendengus lantas menjitak kepala besar kekasihnya itu.

“Yak!! Appo!!” Jong Woon mengelus-elus kepalanya dan berlari mengejar Ye Ra yang menjulurkan lidahnya. Tak jauh dari tempat mereka berada, seorang pria menatap mereka dengan sorotan mata terluka. Tersenyum kecut dan ada dua bulir air mata menghias di kedua pipinya.

“Chagi-ya…” lirih pria itu.

==========================

A Few day latter

 

Kyunghee University, September 8th, 2012

 

 

 

Perasaan sesak itu menyeruak…

Membuat perih mataku…

Ini pertama kali aku menangis…

Ini pertama kali aku merasakan ketakutan…

Takut kau meninggalkanku…

Takut akan cintamu yang pergi mencampakkanku…

 

 

(Kim Jong Woon)

 

Hyun Hwa berjalan terburu-buru di koridor kampusnya. Ia terlambat lagi. Padahal ia sudah menyalakan jam weker di angka 6. Sialnya jam weker itu mati dan membuatnya kembali tergesa-gesa. Mata Hyun Hwa mendadak perih dan panas ketika melihat adegan yang menusuk hatinya. Ia meremas dadanya. Sesak. Dan tanpa ia sadari ia menangis. Terduduk bersimpuh dan menjatuhkan barang-barangnya. Ia melihat kekasihnya itu yang sedang mencium sepupunya Choi Ye Ra. Sungguh sangat sesak ditusuk dari belakang oleh Ye Ra.

Bukankah gadis itu tahu jika dirinya begitu mencintai Donghae? Bukankah gadis itu tahu jika dirinya menunggu Donghae membalas perasaan sepenuh cinta pada dirinya. Bukankah gadis itu juga sudah menemukan cintanya, Kim Jong Woon? Bukankah mereka saling mencintai?? Tapi kenapa Ye Ra dengan teganya menyakiti dirinya?? Hyun Hwa tidak tahan lagi. Ia berusaha berdiri, menopang tubuhnya dengan lututnya yang melemas. Dengan deraian air mata, gadis itu memutar tubuhnya dan tergelak ketika seorang pria yang juga sama sesaknya melihat apa yang dilakukan Donghae dan Ye Ra. Pria itu juga tanpa ia sadari menangis dalam diam. Kim Jong Woon. Sungguh nasib sial apa yang dialami mereka sehingga mereka melihat dua orang yang mereka cintai berciuman.

Jong Woon menatap tanpa ekspresi Hyun Hwa, kemudian ia memutar tubuhnya meninggalkan tempat itu. Hyun Hwa mengerti apa yang Jong Woon rasa. Ia tidak protes ketika Jong Woon tidak menyapanya. Hei, lagipula siapa yang akan menyapa seseorang jika hatinya merasakan perih?? Siapa yang akan menyapa seseorang  jika dirinya terluka??

***

 

 

 

Ye Ra menampar pipi Donghae ketika ia bersusah payah melepaskan tautan bibir Donghae dari bibirnya. Donghae meringis kesakitan. Dari sudut mata Ye Ra gadis itu melihat siluet tubuh Jong Woon. Ye Ra menangis. Ia mengkhianati Jong Woon. Ia mengkhianati cintanya. Ia merutuki ulah Donghae yang menciumnya tiba-tiba dengan penuh emosi dan seperti ada rasa kecemburuan yang menyelimuti priaa itu. Kemudian gadis itu menatap tajam Donghae. Donghae terkejut melihat tatapan itu, ada rasa bersalah pada dirinya. Gadisnya menangis dan terluka karena perbuatannya. Ye Ra tidak lagi berlama-lama di hadapan pria itu. Ia segera berlari mengejar Jong Woon.

“Chagi-ya…” Donghae berteriak memanggil Ye Ra yang diacuhkan gadis itu. Ia menjambak rambutnya. Frustasi. Kenapa dirinya begitu gegabah? Ia memang cemburu melihat kedekatan Jong Woon dan Ye Ra. Logikanya menyuruh pria itu untuk tidak terus menahan  rasa cemburunya itu. Ia benar-benar ceroboh. Donghae hendak berjalan pergi ketika melihat Hyun Hwa berjalan menunduk melewatinya.

“Hyun Hwa-ya…” Donghae berusaha memanggil Hyun Hwa, tapi gadis itu tetap berjalan. Seolah tidak mendengar jika namanya dipanggil. Donghae pun mencengkram lengan Hyun Hwa agar gadis itu mau berhenti.

“Mianhae…” lirihnya. Ia tahu betul kalau dirinya sudah menyakiti Hyun Hwa. Maka dari itu, ia berencana untuk mengakhiri hubungannya dengan Hyun Hwa. Hyun Hwa tersenyum. Memaksakan hatinya untuk tersenyum.

‘Gwenchana… anggap aku tidak melihatnya.” Hyun Hwa melepaskan pelan tangan Donghae. Ia berjalan dan terhenti manakala mendengar kalimat yang terucap dari mulut Donghae.

“Gadis kecil itu Ye Ra. Aku sudah menemukannya. Ia memiliki sebuah gantungan pengantin pria boneka teddy. Sungguh aku tidak tahu, jika aku tahu itu dari awal…”

“Kau tak akan menjadikanku sebagai kekasihmu? Anni…menjadikanku sebagai pelarian cintamu saja??” sela Hyun Hwa dengan suara sedikit serak tercampur tangisan. “Mianhae….”

Hyun Hwa menggeleng. “Tak perlu. Kau tidak salah. Aku yang salah dengan bodohnya mencintaimu. Dengan bodohnya aku menunggu balasan dari cintamu. Kejarlah cinntamu. Aku akan berusaha merelakanmu. Bagiku kau yang pertama dan terakhir.” Donghae terhenyak mendengar penuturan dari Hyun Hwa. Ia benar-bemar merasa bersalah pada gadis itu.

======================

Ye Ra berjalan lunglai menuju kamarnya. Ia tidak bisa menemui Jong Woon. Pria itu seolah menjauhinya. Sungguh tak ada hasrat satupun untuk melukai pria yang sangat dicintainya itu. Bagaimana bisa ia menyakiti cintanya sendiri??

Mata Ye Ra menangkap sosok gadis yang tengah duduk di ayunan belakang rumahnya. Ia semakin merasa bersalah. Bersalah?? Bukankah ia juga korban???

***

 

 

 

Inikah cinta??

Begitu indah dan menyakitkan??

Inikah cinta??

Menangis tanpa henti??

Sungguh…

Aku tidak ingin menangis…

Sungguh…

Tak bisakah ini hanya mimpi??

 

 

(Choi Hyun Hwa)

 

 

 

Hyun Hwa melangkah menuju sebuah ayunan belaakang rumahnya. Rumah yang diberikan oleh Choi Ki Ho untuknya tinggali bersama Ye Ra ketika Ki Ho pergi berbisnis di Jepang. Mata gadis itu sembab dengan penampilan acakan. Hyun Hwa menatap kosong objek-objek di depannya. Terbayang kembali saat ia pertama bertemu dengan Donghae di Kyunghee. Pertama kali ia merasakan debaran yang berbeda. Pertma kali ia melihat wajah Donghae yang sebenarnya sudah ada dalam mimpinya. Tidak bisakah ini hanya mimpi buruk??

“Eonni…” panggil Ye Ra dengan suara sedikit bergetar. Ini pertama kalinya gadis itu memanggil Hyun Hwa ‘eonni’. Usia yang hanya terpaut 1 bulan membuat Hyun Hwa menyuruh Ye Ra untuk tidak memanggilnya eonni. Hyun Hwa menoleh dan membuang muka kembali. Ye Ra berlari memeluknya. Dan terisak

“Mianhae eonni…”  Hyun Hwa melepaskan pelukan Ye Ra dan meninggalkan Ye Ra begitu saja. Ia belum menata hatinya kembali.. ini terlalu sulit untuk dimaafkan. Ye Ra tergelak. Sungguh ini terlalu perih daripada diperlakukan seperti itu oleh Jong Woon.

***

 

Di dalam kamar, Hyun Hwa terisak hebat. Ia mengacak-acak kamarnya. Ia sendiri bingung. Apa yang harus ia perbuat?? Sebelah sisinya mengatakan kalau ia memaafkan Ye Ra, sebelahnya lagi menahannya. Ia tidak peduli lagi tentang Lee Donghae. Ye Ra adalah keluarga satu-satunya, bagaimana bisa ia membenci gadis itu?? Ia memang mencintai Donghae, tapi ia juga begitu mencintai Ye Ra

Hyun Hwa mengumpulkan semua benda-benda yang pernah diterimanya dari Donghae. Ia berniat untuk melupakan Donghae saja. Saat hendak membuka laci mejanya, Hyun Hwa terhenti manakala matanya menangkap sebuah benda yang membuat kepalanya tiba-tiba sakit. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya. Gadis itu merasakan sakit itu, tapi  jauh sebelum ia tahu cerita dari Ye Ra. Ada beberapa sekelabat bayangan yang hinggap di memory otaknya. Hyun Hwa memegang kepalanya, berdiri tidak seimbang sehingga tak sengaja tangannya menyenggol sebuah gelas yang tergelatak di meja sisi bed-nya.

Ye Ra yang memang hendak menuju ke kamarnya yang berada di samping kamar Hyun Hwa mendadak berhenti dan segera berlari ke kamar Hyun Hwa ketika mendengar suara gelas yang jatuh. Mata Ye Ra membulat ketika melihat Hyun Hwa sudah tak sadaarkan diri. Gadis itu segera menghubungi Donghae dan meminta bantuan beberapa pekerja di rumahnya. Membawa Hyun Hwa ke rumah sakit.

===========================

Ye Ra berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan ICU. Hatinya benar-benar cemas. Sempat terpikir olehnya kalau Hyun Hwa hendak melakukan aksi bunuh diri.==’

Kedua kuku dari ibu jari ia tautkan bersama dan kadang-kadang ia mengigitnya. Hatinya benar-benar resah. Jong Woon yang saat itu hendak berbicara dengan Ye Ra mendadak ikut khawatir ketika dari dalam mendengar suara teriakan kekasihnya.

Jong Woon memeluk Ye Ra, berusaha menenangkannya. Ia juga berusaha mengenyampingkan sakitnya untuk menenangkan kekasihnya yang sedikit terguncang.

“Hyun Hwa pasti akan baik-baik saja…” Ye Ra semakin terisak di pelukan Jong Woon. Gadis itu bingung, sungguh bingung. Oa tak tahu harus bagaimana.

“Keluarga Nona Choi??” tanya seorang pria paruh baya yang memakai jas serba putih mengagetkan Ye Ra dan Jong Woon. Ye Ra mengangguk dan menghampiri dokter itu.

“Nona Choi tidak apa-apa. Hanya saja…apa dulu ia pernah mengalami kecelakaan??” Ye Ra tetap mengangguk.

“Lalu bagaimana dok??” tanya Donghae tiba-tiba. Biar bagaimanapun juga ada terselip rasa khawatir pada dirinya.

“Syaraf yang terjepit di otaknya kemungkinan kembali pulih dan kemungkinan amnesia yang dideritanya juga akan sembuh.” Donghae tergelak. Amnesia?? Bukankah Hyun Hwa baik-baik saja??

“Oh ya..apa ada yang bernama Dongdong??” Donghae menoleh terkejut. Itu namanya. Nama kecilnya. Hanya ia dan gadis yang bernanama princess saja yang tahu.


Title                 : Surprise In Your Birthday

Author            : TurtleShfly

 

FB                   : //www.facebook.com/nurul.fatikhahsaranghaejinyong

 

Twitter           : @Shfly_3421

Main Cast       : Kim Heechul, Choi Rae Hee, Lee Donghae

Support Cast : Leeteuk

Genre              : AU

Length            : Oneshot [4608 words]

Seorang  yeoja  dan seorang namja tengah duduk di sebuah coffee shop. Tampaknya mereka sangat serasi dan akrab. Mereka saling berbincang dan sesekali Rae Hee – yeoja tersebut – menyesap segelas green tea yang ia pesan.

“Apa kau yakin akan melakukan ini Hee-ya??” Tanya Lee Donghae – namja itu. Rae Hee membalasnya  hanya dengan senyuman dan meletakkan cup green tea-nya.

“Aku yakin, oppa….” Jawab Rae Hee dan kembali tersenyum seolah  yang dipertanyakan oleh Donghae adalah pertanyaan yang lucu dan tidak mesti dipertanyakan.

“Baiklah!!” ujar Donghae seraya menghembuskan nafas berat dan ia menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.

~oOo~

Dimalam hari yang dingin, di sebuah rumah bergaya sederhana namun elegan seorang namja berambut panjang berwarna sedikit kecoklatan dan berwajah cantik sedang dirundung kegelisahan sedang menunggu seseorang, terlihat dari air mukanya dan dari aktivitasnya berjalan tanpa arah di depan gerbang rumahnya.

Heechul – nama namja itu –  tak henti-hentinya melihat sebuah jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul  11.00 PM KST, tetapi seseorang yang dia tunggu tak kunjung datang. Ia khawatir? Tentu saja ia sangat khawatir, namun kekhawatirannya justru tidak membuahkan hasil yang ia inginkan, langkahnya terhenti saat sebuah mobil mewah terparkir indah tepat di hadapan matanya. Ingin sekali ia marah, tapi ia berusaha untuk  menahan amarah saat tahu siapa yang keluar dari mobil tersebut – Choi Rae Hee – seseorang yang ia khawatirkan dan ia tunggu.

Lee Donghae berlari memutar untuk membukakan pintu penumpang dan munculah Rae Hee. Rae Hee tersenyum amat lembut dan manis pada Donghae.

“Gomawo oppa.” Rae Hee mengecup sekilas pipi Donghae.

“CHOI RAE HEE-ssi, APA URUSANMU DENGANNYA SUDAH SELESAI???” geram Heechul oleh tingkah dua manusia di hadapannya. Rae Hee memutar tubuhnya untuk menghadap Heechul, ia hanya tersenyum kecut pada Heechul. Rae Hee berlalu dan mengacuhkan tatapan mematikan oleh Heechul. Ia terus melangkah memasuki rumahnya meninggalkan dua namja yang sedang beradu tatapan membunuh. Setelah dipastikan Rae Hee sudah masuk, dengan santai Donghae berpamitan kepada Heechul dan memasuki mobilnya tanpa memperdulikan Heechul yang serasa ingin menumpahkan amarahnya.

~oOo~

BRAAAKKKKK

Suara pintu dibanting oleh Heechul yang telah murka. Rae Hee yang sedang membuat minuman di dapur pun terlonjak kaget oleh suara itu, ia menoleh dan berjalan mendekati pintu dapur untuk melihat siapa yang membanting pintu. Lagi Rae Hee hanya melihat tanpa ekspresi dari balik pintu dapur. Rae Hee pun keluar dan hendak masuk ke dalam kamarnya yang hanya berjarak beberapa centi dari dapur tetapi dihentikan oleh sebuah tangan yang mencengkram lengannya dengan kuat.

“Lepaskan Heechul-ssi!!!” ujar Rae Hee dengan tenang namun tetap tidak mengurangi ketegasannya.

“Shireo!!! Kau tahu aku tidak suka diperintah??!!!” bentak Heechul membuat Rae Hee berbalik untuk menatap Heechul. Terlihat dari sorot mata Rae Hee kalau ia juga sama marahnya dengan Heechul oleh sikap Heechul padanya.

“Lalu siapa yang memerintahmu?!! Aku hanya memintamu melepaskan cengkraman tanganmu Heechul-ssi!!! Aku lelah jika harus berdebat denganmu!!” Rae Hee menekankan kata ‘meminta’ dan menghempaskan cengkraman Heechul yang mengendor karena ucapannya tadi. Rae Hee pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan segera ia memasuki kamarnya dan membanting pintu kamarnya tepat di hadapan Kim Heechul dan membuat Heechul tambah geram.

BLAAMMM

“YAK!! NYONYA KIM HEECHUL!!! Apa kau tidak sadar kalau kau sudah menjadi istriku? Kenapa kau yang harus marah? Seharusnya aku yang marah karena ISTRIKU DIANTAR PULANG OLEH SEORANG NAMJA YANG TAK LAIN ADALAH MANTAN KEKASIHNYA!!” Teriak Heechul dari luar pintu. Ia frustasi dan mengacak-acak rambutnya, yang sudah ia anggap sebagai mahkotanya. Sungguh ia seperti kehilangan wibawa sebagai seorang dictator dan seorang Yang Mulia Tuan Kim Heechul di hadapan istri yang teramat ia cintai. Tapi bukan seorang Kim Heechul namanya jika ia tidak bisa membuat istrinya tunduk patuh pada perintahnya.

= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =

Heechul dan Rae Hee adalah sepasang suami istri. Usia pernikahan mereka baru menginjak 10 bulan. Penikahan mereka awalnya dilandaskan atas dasar perjodohan dan disembunyikan oleh publik mengingat Heechul adalah seorang aktor ternama di Korea dan mempunyai banyak fans fanatik. Dan Rae Hee yang juga  notabene adalah fans dari Heechul sedikit beruntung dan tidak percaya diri dalam waktu bersamaan karena ia akan menikah juga karena ia merasa tidak pantas bersanading dengan seorang Kim Heechul.

Namun seiring berjalannya waktu hubungan mereka berjalan baik dan mesra. Tidak lagi berlandaskan perjodohan, tetapi cinta sampai hadirnya sosok Lee Donghae dikehidupan mereka yang merupakan mantan kekasih dari Choi Rae Hee. Sejak kedatangan Donghae pula, sikap Rae Hee benar-benar berubah. Apakah Rae Hee masih mencintai Donghae? Mungkin inilah yang Heechul pikirkan.

~oOo~

Rae Hee sedang berdandan di depan meja riasnya bersiap-siap untuk pergi ke tempat kerjanya, sebuah hotel berbintang lima di kawasan Seoul. Ia sendiri menjabat sebagai manajer operasional. Rae Hee menghentikan aktivitas memolesnya saat sepasang tangan melingkar di leher Rae Hee. Rae Hee hanya menatap siapa pemilik tangan tersebut dari pantulan cermin di hadapannya.

“Kau sudah mau bekerja chagi??” tanya Heechul lembut sembari mengecup pucuk rambut kepala istrinya – Rae Hee.

“Ne!!” Rae Hee menjawab singkat dan melepaskan lingkaran tangan Heechul. Ia beranjak dan mengambil tas yang tersampir indah di rak tas miliknya.

Heechul menghela nafas berat. Ia tidak mengerti tepatnya tidak tahu apa kesalahannya sampai membuat Rae Hee mengacuhkannya. Hal yang sangat ia benci.

“Rae Hee-ya…” panggil Heechul membuat Rae Hee yang hendak membuka pintu terhenti tanpa berbalik pada Heechul.

“Ada apa???” tanya Rae Hee singkat dan terdengar dingin.

“Akan aku an–“ belum sempat Heechul menyelesaikan kalimatnya, Rae Hee terlebih dahulu menyelanya.

“Tidak usah. Donghae oppa akan mengantarkanku dan apa kau lupa kalu pernikahan kita, public tidak mengetahuinya? Kalau kau ingat aku akan pergi. Aku tidak ingin dibuat repot oleh fans fanatikmu. Oh ya, sarapan sudah kusiapkan.” Rae Hee membuka pintu kamarnya dan meninggalkan Heechul yang berdiri mematung seperti kehilangan jiwa dalam raganya.

Kesadaran Heechul kembali saat ia mendengar deru mesin mobil berhenti di depan gerbang rumahnya. Heechul pun berjalan menghampiri jendela kamarnya yang memang terhubung dengan gerbang, rahangnya mengeras saat ia melihat Lee Donghae keluar dari mobil dan menghampiri Rae Hee yang menunggunya. Tangan Heechul juga mengenggam erat gorden kamarnya saat Donghae dengan nyamannya mencium pipi Rae Hee dan Rae Hee membalasnya dengan senyuman, senyuman yang tidak ia berikan pada Heechul seminggu ini.

~oOo~

“Apa kau sudah menghubungi yeojachingu-mu oppa?” tanya Rae Hee pada Donghae saat mereka berada di dalam mobil.

“Ne, kurasa dia akan membunuhku!!” Donghae  menghempaskan punggunya di sandaran kursi mobil.

“Mianhaeyo, oppa. Aku melibatkanmu.”

“Lalu kapan kau akan menyelesaikannya??” tanya Donghae yang tetap fokus menyetir. Rae Hee hanya tersenyum tanpa memberi jawaban apapun.

~oOo~

Seorang yeoja tengah berada di sebuah ruangan, senyuman tidak terlepas dari bibirnya walau pekerjaan sangatlah banyak yang harus ia selesaikan.

Yeoja itu juga sedang memegang sebuah kertas putih dan terus memastikan isinya. Isi yang membuat hidupnya akan berubah, isi yang membuat statusnya akan berbeda, mengubah warna menjadi lebih ceria dan juga mengubah hidup sesorang selain dirinya.

Kemudian yeoja itu memasukkan kertas tersebut ke dalam sebuah amplop coklat besar dan memencet tombol dial telepon untuk memanggil seseorang. Tidak berselang lama masuklah seorang yeoja lain berprawakan tinggi, ramping dengan rambut lurus dan sedikit ikal ke dalam ruangan tersebut.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Hyebin – yeoja yang masuk itu.

“Ne, Hyebin-ssi. Tolong antarkan amplop ini ke alamat yang sudah tertuju pada bagian depan amplop ini. Dan tolong waktu pengirimannya sesuaikan dengan tanggal tersebut.” Rae Hee – nama yeoja tersebut – menyerahkan amplop tersebut pada Hyebin yang menerimanya dengan pandangan keheranan.

“Mianhamnida manajer, bukannya ini – “

“Ne, lakukan saja.” Rae Hee menyela omongan Hyebin kemudian ia tersenyum. Hyebin mengangguk mengerti dan permisi keluar.

“Permainan baru saja dimulai,” batin Rae Hee  lalu ia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya.

~oOo~

“CUT!!!! Apa-apaan kau Heechul-ssi!!” teriak seorang namja paruh baya saat melihat akting Heechul yang payah dan membuatnya geram. Heechul yang memang tidak suka diatur dan tidak suka dibentak hanya membalas teriakan sutradara itu dengan tatapan membunuh. JANGAN KAU BENTAK AKU!!!. Kira-kira begitulah arti tatapan Heechul.

Gerah dengan pikirannya sendiri dan suasana hatinya yang memang sudah tidak baik sejak pagi, Heechul seenaknya pergi meninggalkan tempat lokasi dan menghiraukan semua teriakan para kru juga sutradara yang memanggil namanya.

“YAK!! Heechul-ah, kau mau kemana??” tanya sang manajer – Leeteuk. Dan tetap Heechul hanya menghiraukannya.

Heechul melajukan porsche hitamnya dengan kecepatan diatas normal, ia merogoh ponselnya yang terdapat di kantung jas abu-abu yang ia pakai. Lama Heechul menunggu jawaban dari seseorang yang ia hubungi, tetapi hasilnya nihil, seseorang itu tidak menjawabnya atau lebih tepatnya mereject panggilan Heechul. Dengan penuh amarah Heechul melempar ponselnya ke belakang kursi mobilnya. Ia mengeratkan tangannya pada setir mobil dan menambah laju kecepatannya.

~oOo~

“Kenapa kau membawaku kemari Hee-ya?” tanya Donghae penasran yang memang sedari tadi tangannya ditarik oleh Rae Hee.

“Anniyo, aku hanya ingin kemari oppa…” dusta Rae Hee. Rae Hee mengajak Donghae ke sebuah coffee shop terkenal H&G dan ia juga menarik tangan Donghae menuju e sebuah tempat kenangannya dulu.

Tak berapa lama mereka duduk, tibalah seorang waitress membawa menu dan kemudian mencatat pesanan mereka.

~oOo~

Heechul mmarkirkan mobilnya dengan kasar ke sembarang tempat di depan sebuah coffee shop ternama di Korea. Handle & Gretel. Sebelum keluar Heechul memakai penyamarannya agar tidak diketahui oleh para fans-nya. Ia berjlan dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam kantong celana hitamnya. Matanya membulat sempurna, nafasnya tercekat, rahangnya mengeras saat ia melihat istrinya – Choi Rae Hee – duduk berdua dan bermesraan dengan Lee Donghae tepat saat ia membuka pintu coffee shop itu. Heechul mengambil dengan kasar sebuah gelas di nampan saat seorang waitress melewatinya. Heechul meminumnya dengan pandangan tetap terfokus pada Rae Hee dan Donghae. Amarah yang semula bisa ia tahan mendadak tidak bisa di kontrol, dengan kuat ia menggenggam gelas tersebut sampai hancur.

PRANG

Pecahan gelas berserakan di lantai dan mampu membuat semua pengunjung menatap Heechul dengan pandangan aneh dan ketidak mengertian atas apa yang dilakukan oleh Heechul. Rae Hee dan Donghae pun ikut terkejut dan memandang datar siapa orang yang ada di balik penyamaran itu. Pandangan mata Rae Hee dan Heechul pun beradu, tetapi Rae Hee tetap kembali mengacuhkan Heechul dan melanjutkan perbincangannya dengan Donghae. Heechul kalut. Tetapi ia tidak mungkin kemarahannya sampai membuat penyamarannya terbongkar. Dengan perasaan sakit, kecewa, marah, Heechul berbalik pergi meninggalkan H&G tanpa sepatah kata pun untuk Rae Hee. Heechul kembali mengendarai mobilnya dengan kecepatan maksimum. Ia mengendarai dengan tangan kiri. Ia juga tidak peduli ketika banyak protes yang diajukan oleh pengendara lain padanya.

~oOo~

“Rae Hee-ya, apa kau yakin akan melanjutkan keputusanmu itu??” tanya Donghae saat mereka berada di mobil untuk perjalanan pulang ke rumah Rae Hee.

“Sudah kukatakan oppa, apapun yang terjadi aku akan tetap melanjutkannya. Aku tidak mau memberitahu begitu saja padanya.”

“Tapi kau lihat sendiri kan tadi Heechul hyung bagaimana?’

“Sudahlah oppa.. Harus berapa kali aku katakan?”

Donghae hanya menghela nafas saat Rae Hee tetap bersikukuh pada pendiriannya. Percuma beradu kata dengan Rae Hee jika akhirnya ia harus mengalah.

~oOo~

Rae Hee berjalan memasuki kamarnya. Ia menghempaskan dirinya ke bed  dan kembali duduk kemudian berniat melepaskan pakaiannya sampai ada seorang namja yang keluar dari kamar mandi di dalam kamarnya . Namja itu menatap tajam Rae Hee dan mengacuhkannya. Namja itu – Heechul – duduk di depan meja riasnya dan membalut tangan kanannya yang terluka. Sedangkan Rae Hee sendiri , ia mengambil handuk dan berjalan memasuki kamar mandi tanpa memperdulikan Heechul yang terluka.

~oOo~

Rae Hee berjalan gontai meninggalkan kamarnya. Air matanya menyeruak tanpa permisi. Beberapa menit yang lalu ia melihat sebuah adegan yang sukses membuatnya merasa sakit seperti tertusuk ribuan jarum.

Rae Hee masuk ke dalam lamborghini-nya, ia menstarter berniat keluar dari garasi rumahnya. Tak berapa lama setelah ia keluar, ia sudah menginjak gas dengan kasar sampai ada seorang namja yang berdiri dengan dan menatap tajam Rae Hee seperti berusaha menghentikannya. Namja itu Heechul, menatap Rae Hee seolah memohon.
“Kumohon keluar dan dengarkan penjelasanku!!” Rae Hee tidak peduli teriakan Heechul, ia tetap menangis dan semakin dalam menginjak gas dan rem secara bersamaan.
“Kalau kau tidak keluar, aku akan tetap berdiri di sini. Terserah kau mau menabrakku atau tidak!!” tambah Heechul dan memejamkan matanya, Rae Hee tetap mengacuhkannya.

Dengan perasaan hancur, Rae Hee memundurkan lamborghini-nya dan melajukan dengan cepat ke arah Heechul yang berdiri. Heechul sendiri ia tetap memejamkan matanya saat dirasakan hembusan angin dingin menerpa dirinya dan suara mesin lamborghini Rae Hee yang semakin dekat.
BRAKK!!

#FLASHBACK#

“Apa yang kalian lakukan di kamarku?” pekik Rae Hee tegas saat ia sudah memasuki kamarnya dan melihat Heechul suaminya tidur dengan seorang yeoja.
Heechul yang saat itu memang tidak sadar karena pengaruh wine yang dicampur vodka dengan kadar alkohol cukup tinggi terlonjak kaget dan mengerjap-ngerjapkan matanya saat dilihatnya sosok Rae Hee yang berdiri di hadapannya dengan kilatan mata marah dan air mata yang sudah mengambang di pelupuk matanya.

Kesadaran Heechul pun pulih, ia segera beringsut turun dari ranjangnya dan terhenti saat menyadari tubuhnya sudah half naked, sudut mata kirinya pun menangkap sesosok yeoja yang tengah tersedu dari balik selimut yang membalut tubuh yeoja tersebut. Heechul kalut, ia memutar kembali memori tentang apa yang terjadi semalam dengan yeoja di sampingnya itu. Nihil. Tak satupun potongan memori yang terlintas di otak Heechul, ia mengacak rambutnya frustasi dan berteriak tanda kekesalanya. Ia menatap Rae Hee takut, ia memejamkan matanya setelah ia melihat raut wajah Rae Hee yang terluka, sinar mata Rae Hee yang redup dan basah.

Rae Hee menangis. Sesuatu yang ia benci melihat seseorang yang ia cinta menangis terlebih lagi karena kesalahan yang ia sendiri bahkan merasa tidak melakukannya. Tunggu. Bukankah ia sudah melakukan kesalahan? Baik dalam keadaan sadar ataupun tidak ia tetap bersalah. Heechul benar-benar frustasi, diliriknya tajam yeoja tersebut seolah menuntut jawaban atas apa yang telah terjadi, tetapi yeoja itu tetap menangis.
“Berhenti menangis!! Katakan pada istriku kalau kita tidak melakukan apa-apa!! Bahkan aku pun tidak pernah bertemu denganmu!!” geram Heechul pada yeoja yang berada di sampingnya yang hanya dibalas dengan isak tangis.
“CEPAT KATAKAN BODOH!!” Heechul menggebrak ranjangnya yang membuat suara kayu dari ranjang tersebut seperti akan hancur.
“SUDAH CUKUP HENTIKAN!! Besok aku akan mengirimkan surat perceraian!!” pekik Rae Hee dan memandang Heechul tajam. Heechul melongo, ini kali pertamanya Rae Hee menatapnya tajam. Hatinya juga sakit saat mendengar kata perceraian. Haruskah pernikahannya berantakan karena sebuah alasan yang belum jelas?

Akankah besok dirinya menjadi sorotan publik dan namanya akan tercantum disebuah artikel seperti ini? ‘Benarkah Seorang Kim Heechul Mengkhianati Istrinya?’. Kalaupun itu benar terjadi dan ia harus kehilangan pamornya, ia rela daripada harus kehilangan Rae Hee. Selingkuh. Kata yang terus berputar di benaknya. Jika memang dirinya berselingkuh, bukankah impas? Rae Hee juga berselingkuh dengan Lee Donghae. Tapi apapun alasannya, tidak sepatutnya ia menyakiti Rae Hee, menyakiti orang yang sangat ia cinta.
Rae Hee pun pergi dan membanting pintu kamarnya. Setelah kepergian Rae Hee, Heechul bergegas dan memakai kemejanya yang sudah berserakan di lantai.
“Kau tunggu di sini!! Urusan kita belum selesai!” pekik Heechul pada yeoja tersebut. Sungguh ia tidak mengerti dengan ini semua. Yang ia tahu adalah, semalam ia memang minum alkohol itupun di rumah dan ia hanya sendiri, lalu yang jadi pertanyaannya adalah bagaimana bisa yeoja itu masuk??
“CHOI RAE HEE!!” Teriak Heechul. Rae Hee yang memang mendengar teriakan Heechul, tidak menghentikan langkahnya, ia terus berjalan dan tidak memperdulikan Heechul.
Disela tangis dan langkahnya, ia mengambil ponsel di dalam tasnya dan mengetik sebuah pesan.

To: Nemo

Mission Completed!!^^

lalu di masukkannya kembali ponsel itu bersamaan dengan Heechul yang berhasil menahan tangannya. Heechul mendekap tubuh Rae Hee dari belakang, usaha yang bagus agar Rae Hee tidak pergi lagi.
“Besok aku benar-benar akan mengajukan surat perceraian! Jadi lepaskan aku!!” Heechul tidak bergeming, ia tetap mendekap Rae Hee.
“HUBUNGAN KITA AKAN BERAKHIR! KAU MENGERTI TIDAK DENGAN UCAPANKU? LEPASKAN AKU!” Heechul perlahan merenggangkan pelukannya. Rae Hee seperti ini berarti ia benar-benar melukai Rae Hee, mengkhianati janji pernikahan mereka. Ia memang seorang dictator, tapi untuk ini??
Heechul memandang nanar punggung Rae Hee yang sudah pergi dari pelukannya saat ia merenggangkan pelukannya dan menghilang dibalik pintu.

Heechul menangis, ia menghempaskan punggungnya ke dinding ruang tamu rumahnya dan jatuh terduduk.
Tidak, bukan saatnya ia duduk dan pasrah atas kejadian ini, ia harus menyusul Rae Hee dan menjelaskan semuanya, lagipula bukan Kim Heechul namanya jika ia menyerah.

#FLASHBACK END#

~oOo~
Napas Rae Hee memburu setelah ia menabrakkan lamborghini-nya ke sebuah pagar rumahnya. Tidak, ia tidak menabrak Heechul. Saat itu ia menyerongkan lamborghini-nya tanpa menyentuh Heechul setipis apapun jaraknya.
“Aww…” Rae Hee meraba dahinya yang sedikit berdarah.
“Bodoh!!” Rae Hee hanya tersenyum setelah mengucapkan kata itu pada dirinya sendiri.
Heechul pun membuka matanya saat ia mendengar suara keras dari arah belakangnya. Ia membelalakan matanya saat dilihat Rae Hee justru menabrak pagar rumahnya. Dengan langkah khawatir, ia menghampiri Rae Hee, ia juga membuka paksa pintu lamborghini Rae Hee dan melepaskan safety belt yang masih melingkar di tubuh Rae Hee.
“Kau tak apa?” ujar Heechul saat ia memapah Rae Hee dan Rae Hee meronta.
“YAK! Lepaskan aku Heechul-ssi!! Sakit bodoh!!” Heechul geram, ia tak bisa lagi menahan emosi.
“Kau lebih bodoh!! KAU! KENAPA KAU TIDAK MENABRAKKU SAJA HUH!!”
“Dan aku harus menghabiskan masa mudaku di dalam penjara?!” Rae Hee memalingkan wajahnya.
“Rae Hee-ya, tolong berikan aku waktu untuk menjelaskannya.” suara Heechul perlahan melembut.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan!! Aku lelah! Aku mau tidur!!” Rae Hee menatap tajam wajah Heechul yang berubah sendu. Heechul akan memeluk Rae Hee sampai Rae Hee menepis tangan Heechul.
“Jangan sentuh aku pengkhianat!!”

PENGKHIANAT!! Kata yang sekarang terngiang di telinga Heechul. Benarkah ia pengkhianat?
“ARRGGGHHHHH!!!” Heechul memukul dinding pagarnya saat Rae Hee kembali masuk ke rumahnya. Ia emosi benar-benar emosi.
1 jam Heechul melampiaskan emosinya dan baru teringat akan yeoja itu, kemana dia? Heechul pun bergegas masuk ke kamarnya dan memberikan pelajaran pada yeoja tersebut.
Ia sampai di depan pintu kamarnya, tetapi yang ia temukan hanya sosok tubuh Rae Hee yang tertidur pulas. Heechul pun melangkah menghampiri Rae Hee dan duduk di tepi ranjang memandang wajah cantik Rae Hee, tanpa aba-aba tangannya mengusap perlahan anak rambut Rae Hee yang menghalangi pandangannya. Kemudian ia meraba wajah Rae Hee dari dahi sampai bibir Rae Hee.
“Haruskah kita berpisah? Ini hanya kesalah pahaman chagi. Aku tidak bisa membayangkan jika hidupku tanpa hadirnya dirimu. Akankah aku bisa tetap bernapas? Sedangkan kau adalah oksigen untukku. Sejujurnya aku cemburu melihatmu dengan Donghae. Ingin sekali aku menghajar dia. Tapi, aku juga tidak boleh asal menghajar, aku percaya kau tidak akan menduakanku. Tapi nyatanya? Aku yang justru mengkhianatimu. Mianhae Rae Hee-ya. Mungkin sekarang aku bukan seperti Kim Heechul yang seorang dictator. Aku juga tidak mengenal perubahanku ini. Haha sejak kapan Kim Heechul berubah sendu seperti ini?” Dengan kepasrahan hati, Heechul merapikan selimut Rae Hee dan lelah lalu ia memilih untuk tidur di kamar tamu.

~oOo~

Heechul mengerjap-ngerjapkan matanya saat mendengar dering ponselnya yang nyaring. Tangannya ia julurkan ke meja di sebelah sisi kanannya berniat mengambil ponsel.
Plash
Heechul tersentak saat sebuah amplop coklat melayang dan terjatuh ke lantai. Tanpa mengetahui siapa yang menelepon ke ponselnya, Heechul justru mengambil amplop coklat tersebut. Jantungnya berdetak kencang.
“Haruskah secepat ini?” batin Heechul sembari membuka perlahan amplop coklat tersebut.
Tangisnya pecah saat membaca isi amplop itu.
“CHOI RAE HEE! DIMANA KAU!! MATI KAU DI TANGANKU!!” teriak Heechul dan ia bergegas keluar dari kamarnya.
BRAK
Heechul mencari Rae Hee di kamar mereka, tetapi hasilnya nihil, tidak ada Rae Hee. Kemana yeoja itu pergi?
Dengan rasa kesal, marah, dan bahagia, Heechul masuk ke kamarnya dan mencari Rae Hee sampai di kamar mandi. Tetap saja Rae Hee tak ada di tempat itu. Heechul menepuk dahinya, lalu ia bergegas mengambil mantel dan kunci ferrari-nya dengan masih membawa amplop coklatnya.
Tak butuh waktu lama Heechul untuk sampai di sebuah tempat. Taman. Tempat pertama kali ia tidak sengaja bertemu dengan Rae Hee. Tempat yang saat itu menjadi saksi bahwa Rae Hee orang pertama yang tidak mengenalnya.
Diedarkan pandangannya mencari sosok Rae Hee. Sungguh ia merasa khawatir. Bagaimana tidak? Ini sudah hampir pukul 12 A.M, tak ada satu orang pun yang berada di sini. Heechul berhenti dan duduk pada sebuah kursi kayu yang memanjang.
“CHOI RAE HEE!!” teriaknya lagi. Ia takut kalau Rae Hee diculik.
“KAU DI MANA BODOH! CHOI RAE HEE!!” napas Heechul tersengal-sengal setelah beberapa menit berlari.

Sungguh ia merutuki dirinya karena jarang berolahraga. Heechul menarik napas panjang tepat bersamaan dengan lampu-lampu kecil menyala menghiasi taman itu. Heechul terhenyak saat ada suara dari belakang tubuhnya. Suara seseorang yang ia cari beberapa menit lalu. Choi Rae Hee.
Heechul berbalik arah dan menatap tajam Rae Hee yang tersenyum tanpa dosa membawa sebuah kue tart dengan angka 30 di atasnya.
“Saengil chukkahamnida yeobo,” ujar Rae Hee sembari menyodorkan kue tart tersebut ke hadapan Heechul yang masih tetap menatap tajam dirinya.
“Make a wish atau ucapanku tadi siang menjadi nyata!!” ancam Rae Hee yang ternyata ampuh membuat Heechul memejamkan matanya tanda make a wish, Rae Hee sendiri hanya menahan tawa melihat tingkah suaminya itu.
Heechul meniup lilin tersebut setelah membuka matanya. Tanpa berniat berbicara panjang lebar, Heechul langsung bertanya apa yang sedari tadi membuatnya bingung.
“Katakan, maksud dari isi amplop ini apa?!” pekik Heechul sembari memperlihatkan amplop coklat tersebut pada Rae Hee. Rae Hee hanya tersenyum manis berbanding terbalik dengan senyuman-senyumannya kemarin pada Heechul menanggapi pertanyaan Heechul.
“Kau tahu sendiri bukan bahwa aku tidak suka dipermainkan??” tandasnya. Sebelum Rae Hee menjawab pertanyaan Heechul, ia menaruh kue tersebut di atas sebuah batu besar.
“Aku tidak mempermainkanmu, aku hanya–” belum sempat Rae Hee melanjutkan ucapannya, Heechul sudah menarik Rae Hee ke pelukannya.
“Gomawo karena kau telah mau menjadi tempat dari benihku. Calon eomma untuk calon anak kita. Asal kau tahu, saat itu aku frustasi kau kembali dengan Donghae. Aku takut kehilanganmu.” Heechul semakin mengeratkan pelukannya.
“Chakkaman, Donghae?!” Heechul melepaskan pelukannya dan kembali menatap tajam Rae Hee sebagai tanda menuntut jawaban atas apa yang terjadi dengannya dan Donghae. Rae Hee tidak bisa menahan tawanya lagi saat melihat wajah konyol Heechul setelah bertanya seperti itu.
“HUAHAHAHAHAHAHA…”
Pletak
Heechul menjitak kepala Rae Hee membuat Rae Hee mengerucutkan bibirnya.
“Apa yang kau tertawakan Nyonya Choi?” selidik Heechul.
“Tentu saja dirimu, oops!!” ujar Rae Hee keceplosan sembari menutup mulutnya dengan tangan ketika melihat ekspresi Heechul yang benar-benar akan meluapkan emosinya.
“Annio, maksudku pertanyaanmu itu yeobo,” sergah Rae Hee dan Heechul hanya mengangkat sebelah alisnya. Mengerti dengan ekspresi Heechul, Rae Hee segera menjelaskan hubungannya dengan Donghae dan ia yakini, ia akan tertawa terbahak-bahak.
“Donghae oppa itu adalah…..” lanjut Rae Hee dengan membisikan kalimat terakhirnya pada Heechul membuat namja berwajah cantik itu bersemu merah menahan malu.

Benar dugaan Rae Hee, sekarang ia sudah tertawa terbahak-bahak.
CHU~
Heechul melumat bibir Rae Hee agar istrinya itu tidak lagi mentertawakannya. Tangannya ia arahkan untuk memegang pinggang Rae Hee, dan Rae Hee pun membalas lumatan tersebut sembari mengalungkan kedua tangannya di leher Heechul.

“Kau tahu hadiah ini lebih dari apapun,” gumam Heechul di sela lumatannya.

= = = = = = = = = = = = = = = = =

To: My King Kim Heechul

 

Kau tahu saat aku pertama melihatmu, sumpah demi apapun saat itu aku benar-benar seperti bermimpi bertemu dengan idolaku atau mungkin lebih dari sekedar idola untukku, aku sendiri tidak tagu perasaanku saat itu. Entahlah dan kumohon jangan dibahas!!! Saat tahu aku akan menikah denganmu, sumpah saat itu aku ingin sekali berteriak dan mengatakan pada dunia bahwa aku akan menjadi istri dari Kim Heechul. Dan saat ini aku lebih bersyukur kepada Tuhan untuk kepercayannya menitipkan sebuah benihmu dalam rahimku. Aku hamil, benihmu!!! SAENGIL CHUKKAE YEOB, MIANHAE AKU TAK BISA MEMBERIKANMU HADIAH INGAH.:’)

 

With  Love,

 

Choi Rae Hee

 

 

EPILOG

 

Rae Hee menggeliatkan badannya saat cahaya senja dengan indahnya memasui kamar Rae Hee. Dengan enggan ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Yeobo…” panggilnya pada suaminya – Kim Heechul – sembari meraba tempat di sampingnya. Tidak ada. Ia tidak menemukan Heechul. Ia baru ingat kalau Heechul sedang ada di luar kota untuk melakukan syuting drama. Dengan langkah gontai karena memang sekarang ia sedang pusing Re Hee berjalan ke kamar mandi.

“Hoek… hoek….” Rae Hee mual. Ia teringat kalau ia sudah telat datang bulan lalu ia tersenyum.

~oOo~

Kalimat dokter terus terngiang di telinga Rae Hee. Seperti ada hujan bunga yang turun menerpa wajahnya, Rae Hee tak henti-hentinya untuk tersenyum dan tidak memperdulikan tatapan aneh dari semua orang yang ada d koridor rumah sakit itu. Baginya tak ada rasa lain selain rasa bahagia yang menghinggapi gidupnya. Bagaimana tidak?? Ini vonis dokter yang menurutnya paling indah bahwa ia harus menjaga titipan Tuhan. Ia hamil. Segera ia ambil ponsel berniat untuk menghubungi Heechul, tapi kemudian niat itu ia urungkan mengingat seminggu lagi Heechul akan berulang tahun.

~oOo~

“Apa kau yakin akan melakukan ini Hee-ya??” Tanya Lee Donghae. Rae Hee membalasnya  hanya dengan senyuman dan meletakkan cup green tea-nya.

“Aku yakin, oppa….” Jawab Rae Hee dan kembali tersenyum seolah  yang dipertanyakan oleh Donghae adalah pertanyaan yang lucu dan tidak mesti dipertanyakan.

“Baiklah!!” ujar Donghae seraya menghembuskan nafas berat dan ia menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.

“Mianhae oppa, aku melibatkanmu dalam sandiwara ini…”

“Gwenchana… anggap saja ini hadiah pernikahanmu karena oppa tidak dating pada pesta kalian. Kau juga yeodongsaeng oppa satu-satunya.”

“Gomawo oppa…”

~oOo~

“Oppa kau siap?? Sebentar lagi rumahku dan kuyakin Heechul oppa sedang menungguku.”

“Kau benar-benar gila Hee-ya.”

Lee Donghae berlari memutar untuk membukakan pintu penumpang dan munculah Rae Hee. Rae Hee tersenyum amat lembut dan manis pada Donghae.

“Gomawo oppa.” Rae Hee mengecup sekilas pipi Donghae.

“CHOI RAE HEE-ssi, APA URUSANMU DENGANNYA SUDAH SELESAI???” geram Heechul oleh tingkah dua manusia di hadapannya. Rae Hee memutar tubuhnya untuk menghadap Heechul, ia hanya tersenyum kecut pada Heechul. Rae Hee berlalu dan mengacuhkan tatapan mematikan oleh Heechul. Ia terus melangkah memasuki rumahnya meninggalkan dua namja yang sedang beradu tatapan membunuh. Setelah dipastikan Rae Hee sudah masuk, dengan santai Donghae berpamitan kepada Heechul dan memasuki mobilnya tanpa memperdulikan Heechul yang serasa ingin menumpahkan amarahnya.

Di balik pagar Rae Hee menatap punggung Heechul dengan sebuah senyuman.

“Mianhae yebo, aku melakukan ini,” desis Rae Hee lalu ia berlalu Memasuki rumahnya.

~oOo~

BLAAMMM

“YAK!! NYONYA KIM HEECHUL!!! Apa kau tidak sadar kalau kau sudah menjadi istriku? Kenapa kau yang harus marah? Seharusnya aku yang marah karena ISTRIKU DIANTAR PULANG OLEH SEORANG NAMJA YANG TAK LAIN ADALAH MANTAN KEKASIHNYA!!” Teriak Heechul dari luar pintu. Ia frustasi dan mengacak-acak rambutnya, yang sudah ia anggap sebagai mahkotanya. Sungguh ia seperti kehilangan wibawa sebagai seorang dictator dan seorang Yang Mulia Tuan Kim Heechul di hadapan istri yang teramat ia cintai. Tapi bukan seorang Kim Heechul namanya jika ia tidak bisa membuat istrinya tunduk patuh pada perintahnya.

Di dalam kamar Rae Hee mati-matian menahan tawa. Sungguh ia tidak menyangka Heechul kehilangan dictator-nya.

~oOo~

“Kenapa kau membawaku kemari Hee-ya?” tanya Donghae penasran yang memang sedari tadi tangannya ditarik oleh Rae Hee.

“Anniyo, aku hanya ingin kemari oppa…” dusta Rae Hee. Rae Hee mengajak Donghae ke sebuah coffee shop terkenal H&G dan ia juga menarik tangan Donghae menuju e sebuah tempat kenangannya dulu.

Tak berapa lama mereka duduk, tibalah seorang waitress membawa menu dan kemudian mencatat pesanan mereka.

“Oppa kau tahu, sebentar lagi Heechul oppa akan kemari.”

“MWO??!!! Aish jinjja!!!”

“Oppa kenalkan aku dengan teman wanitamu.”

“Untuk apa??”

“Saat hari itu, aku yakin jika Heechul oppa akan mabuk dan aku akan memanfaatkan itu.”

“Kau gila!!”

“Dengarkan dulu bodoh!! Aku juga tak rela jika suamiku disentuh yeoja lain. Saat ia bangun, aku akan marah padanya selah ia sudah berselingkuh, padahal kan itu rekayasaku.”

“Kau gila Hee-ya.” Rae Hee hanya tersenyum lebar.

~oOo~

Napas Rae Hee memburu setelah ia menabrakkan lamborghini-nya ke sebuah pagar rumahnya. Tidak, ia tidak menabrak Heechul. Saat itu ia menyerongkan lamborghini-nya tanpa menyentuh Heechul setipis apapun jaraknya.
“Aww…” Rae Hee meraba dahinya yang sedikit berdarah.
“Bodoh!!” Rae Hee hanya tersenyum setelah mengucapkan kata itu pada dirinya sendiri.
Heechul pun membuka matanya saat ia mendengar suara keras dari arah belakangnya. Ia membelalakan matanya saat dilihat Rae Hee justru menabrak pagar rumahnya.

“Demi apapun, ini di luar perkiraanku.” Rae Hee merutuki rencana yang ia buat.

~oOo~

THE END