Mencintaimu adalah takdir terindah dalam hidupku. Membuat saraf otakku berhenti seketika saat aliran darah ini memompa namamu. Bertalu kencang saat setiap sentuhan cintamu menghentakan jantungku. Aku mencintaimu dengan dan tanpa alasan. (Y Couple)

Kim’s Family (Weird Family)

Name : Kim Jong Woon

DoB : Cheonan, 24 Agustus 1984

 

 

 

Name : Choi Yera

DoB : Seoul, 21 May

 

 

 

 

Name : Kim Yee Woon

DoB : Seoul, 09 April

 

 

Name : Kim Yee Neul

DoB : Seoul 09 April

 

WELCOME IN OUR DREAM

Seorang Yeoja dan namja tengah duduk santai di sofa sambil mengetikan sesuatu di sebuah laptop Apple. Yeoja tersebut rupanya sedang membuat sebuah blog  dan mulai mengetikkan sesuatu. Sang namja pun kreatif kemudian berlalu dan kembali membawa sebuah kertas lebar berwarana putih dan menuliskan sesuatu membuat sang yeoja menghentikan aktivitasnya.

“Untuk apa??” tanya Yera penasaran.

“Untuk mempromosikn blog-mu.”  Yera mengambil kertas itu.

“Biar oppa saja…” ujar Yesung saat Yera mengambilnya.

“Shireo!! Aku saja oppa'” tolak Yera dan membuat Yesung marah dan beranjak meninggalkan Yera.

“YAK!!! Kau marah??”  Yera menarik tangan Yesung dan mencium sekilas pipi Yesung membuat Yesung berbalik dan tersenyum.

“Habis ini, kau cium yang ini neee” bisik Yesung sembari menunjukkan bibirnya, Yera hanya membalasnya dengan sebuah lemparan bantal pada wajah Yesung membuatnya mengerucutkan bibirnya.

“Hahahahaha,” Yera tertawa yang membuat Yesung menggelitiknya.

“Ampuun oppaa…….” pekik Yera

“La…haha..lu…hihi oppha hentikannnn, kita mau memperkenalkan diri…hentikannn,” teriak Yera sembari mencubit pipi Yesung.

“Oke oke, kkjaa kita angkat kertas ini berdua,” ajak Yesung dan Yera mencoba menetralkan pernapasannya.

ANNYEONG HASEYOOOO………..

SELAMAT DATANG DI YEEWOON COUPLE DREAM….!!!!!

Sebuah blog yang menceritakan kisah cinta kami, mimpi kami dan semua tentang kami….

“Dengan saya Kim Jong Woon atau lebih dikenal dengan sebutan Yesung. Seorang ART OF VOICE dari Boyband besar SUPER JUNIOR dan tunangan saya Choi Yera, seorang gadis manis yang mampu meluluhkan saya lewat tatapan matanya yang sejuk dan nyaman, juga dari senyumnya yang manis. tapi bukan karena itu juga aku mencintainya. karena bagiku cinta tidak butuh alasan.”

“Sudah cukup?? Hei ini blog aku, kenapa kau bercuap-cuap panjang lebar???” Yera pura-pura marah.

“Ini juga tentang oppa,” bela Yesung.

“Tapi aku author-nya.”

“Dan oppa sebagai objek dari beberapa Fan Fic-mu.”

“Aish!!!”

“Sudah lanjutkan saja!!!”

“Oke pemirsa!!! Kembali lagi dengan saya CHOI YERA. Seorang author abal-abal.  Yeodongsaeng dari Choi Siwon. Seorang mahasiswa dari Seoul University jurusan Manajemen. Seperti kata Yesung oppa, seorang namja yang aneh dan mempunyai bentuk tubuh tidak prorsional dengan kepala yang besar dan tangan yang kecil dan imut namun TAMPAAAN, kami sudah bertunangan dan akan melangsungkan pernikahan. Aku mencintai namja ini tanpa alasan pasti. karena cinta itu tulus dan tidak bisa didefinisikan dengan apapun juga.”

“Kau jujur seki berkata oppa seperti itu.” Yesung pura-pura marah lalu saat Yera melihatnya…

CHU~

Yesung mencium sekilas bibir Yera membuat Yera menatapnya dengan rona wajah memerah.

“Sudah??? Kalau sudah, kkajja kita pergi kencan.”

“Oke kami pergi dulu, DON’T FORGET FOR VISIT MY BLOG.”

“OUR BLOG,” Yesung memprotes.

“Ne, OUR BLOG.” Yera mengalah

“Gamsahamnidaaaaaaa…..”

QUOTES

JANGAN MENCINTAIKU LEWAT WAJAHKU ATAU APAPUN. JANGAN MEMANDANGIKU DENGAN MATA TAPI DENGAN HATIMU

-YeeWoon Couple-


FF || Love Is…. || 1 of ?? ||

Tittle                                    : Love Is…

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Choi Year

 

Blog                                       : http://ImELFChoiYera.wordpress.com

 

Genre                                  : AU! Gaje, romance, sad

 

Lenght                                : 1 of ?

 

Words                                 : 2,848

 

Cast                                     : Park Hyo Ra ; Cho Kyuhyun ; Lee Donghae

 

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-8, All Cast milik Tuhan YME,  DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

 

 

Masalahnya tidak semudah itu…

Ini terlalu sakit untuk dirasa…

 

 

 

 

 

Gadis itu bergelut dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya. Menangis tertahan. Merasakan hatinya terus teriris. Merasakan ruang sesak dalam hatinya. Rindu yang tak berujung. Rindu yang kehilangan arah. Rindu yang tak mengenal waktu. Haruskah rindu seperti ini?? Inilah dia jika rindu sudah mendera. Tangisan yang mewakili. Tak bisa menjamah orang yang dirindukan. Tak bisa menyentuh orang itu. Wajarkah rasa itu?? Ya Tuhan berikan jawaban dari apa yang dipikirkan gadis itu.

 

 

Ia teringat ketika namjachingu-nya itu diusir oleh ayahnya. Sungguh demi apapun yang ada di bumi ini, ia terluka melihatnya. Terluka melihat cintanya yang tak kunjung direstui. Terluka karena orang yang dicintai terusir oleh ayahnya di depan mata kepalanya sendiri. Ia dilema, antara ayahnya atau kekasihnya. Ia tak ingin jika menjadi anak durhaka, tapi ia juga tak ingin melepaskan kekasih yang amat ia cinta. Kekasih yang selalu menemaninya selama 3 tahun terakhir. 3 tahun?? Bukankah waktu 3 tahun itu sangat lama?? Waktu yang mempunyai banyak kenangan. Haruskah terhapus begitu saja?? Haruskah terlupakan begitu saja?? Ini yang membuat gadis itu seperti kehilangan separuh nyawanya. Separuh oksigen dalam hidupnya.

 

 

Gadis itu membuka setengah selimutnya. Memandang langit-langit kamarnya. Matanya sembab kentara sekali kalau ia seperti menangis semalaman. Menangis karena rindu?? Oh…apa itu terdengar berlebihan??

 

 

Gadis itu duduk di tepian bed. Memandang lurus ke sebuah benda yang terpasang indah di dinding kamarnya. Sebuah foto dirinya dengan kekasihnya, lantas gadis itu tersenyum gamang. Park Hyo Ra – nama gadis itu – beranjak menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya agar tidak terlalu terlihat sembab. Pasalnya hari ini ia mesti berangkat ke kampus. Hari pertama ia menjadi mahasiswa. Tidak etis bukan, jika ia berangkat ke kampus dengan mata sembab?? Apalagi jika ayahnya mengetahui hal ini, akan menjadi nilai tambah untuk alasan menjauhkan Lee Donghae dari hidupnya.

 

 

 

 

Lee Donghae dengan kadar ketampanan yang…err…seperti pangeran ini, sungguh sangat mencintai Hyo Ra dengan tulus. Lee Donghae seorang pria yang tidak disukai oleh ayahnya karena pria itu pecandu narkoba. Tuan Park beralasan kalau ia takut jika anaknya terjerumus ke benda bernama narkoba. Ia takut jika Donghae membawa dampak buruk pada Hyo Ra. Padahal jauh di dasar hati Donghae, pria itu tidak akan menjerumuskan Hyo Ra. Membiarkan dirinya saja yang masuk lebih dalam.

 

Itulah alasan yang membuat Hyo Ra juga mematuhi perintah ayahnya. Mematuhi untuk kebaikan Donghae. Padahal gadis itu jelas-jelas sudah meminta Donghae untuk berubah. Meninggalkan kehidupannya yang bergantung dengan narkoba.

 

“Chagi…kau sudah bangun??” suara ibu Hyo Ra memecah lamunannya. Dengan perasaan masih campur aduk, Hyo Ra menghapus air matanya yang mungkin masih tersisa lantas membuka pintunya. Tersenyum…kecut.

 

“Ne, eomma…tetapi aku akan pergi mandi sebentar..” ucapnya dengan suara yang sengaja ditegarkan.

 

“Kalau sudah eomma tunggu di bawah…” mengerti akan maksud kedatangan ibunya itu, Hyo Ra mengangguk dan tersenyum.

 

Hyo Ra mengguyur dirinya dengan air dingin berniat untuk mendinginkan pikirannya. Entahlah perasaannya terlalu hambar untuk sekarang. Gadis itu lantas mematut dirinya di depan cermin. Masih memakai kimono, ia mencoba menyamarkan matanya yang sembab. Ia berjalan menuju lemari pakaian dan tangannya terulur ke sebuah dress berwarna soft pink yang pernah diberikan oleh Donghae. Hyo Ra terdiam untuk sesaat, lantas ia menggelengkan kepalanya dan beralih ke sebuah dress selutut bermotif bunga-bunga. Mengambil high heels dan langsung berjalan keluar kamarnya. Terlihat Tuan Park sedang menyiapkan sarapan berupa roti untuk Hyo Ra.

 

“Chagi…ini untukmu.” Astaga…bagaimana mungkin Hyo Ra membenci sosok ayah seperti itu?? Seharusnya ia yang menyiapkan sarapan untuk ayahnya itu, kenapa harus sang ayah?? Hyo Ra mendekati sang ayah dan mencium pipi ayahnya itu. Kali ini ia memamerkan senyum tulusnya.

 

“Kau lupakan saja jika tetap ingin memasuki Inha University  bersama dengan pria itu.” Hyo Ra diam. Menikmati sarapannya yang sejatinya sangat tidak enak…di hati.

 

“Kau harus mematuhi ayah.” Hyo Ra tetap diam. Menahan genangan air mata di pelupuk matanya.

 

‘Mematuhi’?? Kata yang sangat sensitif di gendang telinganya. Ia bahkan menjauhi Donghae demi ayahnya itu, dan ia juga harus mematuhi ayahnya untuk melanjutkan study-nya di Kyunghee University…membiarkan harapannya untuk melanjutkan ke Inha University bersama dengan Donghae pupus sudah.

 

 

“Ayah…ibu…mianhaeyo…aku harus cepat ke kampus. Sudah hampir terlambat.,” ujarnya sembari menaruh roti yang baru digigit setengah ke piring dan membiarkan orang tuanya menatap bingung. Sebenarnya itu usaha gadis itu untuk menghindar dari setiap omongan Tuan Park yang mungkin akan membuat hatinya kembali tercabik.

 

 

 

 

 

=========

 

 

 

 

“Hyo-ya…” Hyo Ra berhenti. Wajahnya menegang. Ia takut untuk memutar tubuhnya. Ia sangat takut jika suara yang ia dengar hanya ilusinya saja. Suara yang mungkin akan menambah rasa rindunya. Suara dari Lee Donghae. Hyo Ra menghela lantas kembali melanjutkan langkahnya sampai sebuah tangan mencengkram pergelangan tangannya. Hyo Ra terperanjat ketika tangan itu memutar tubuhnya. Hampir saja Hyo Ra memeluk pria di hadapannya kalau ia tidak ingat janjinya dengan sang ayah.

 

Donghae mematung, ia menyadari perubahan yang diperlihatkan oleh Hyo Ra. Ia mencoba tersenyum ‘sewajarnya’ pada gadis itu.

 

“Mianhae, aku sudah sangat terlambat,” ujar Hyo Ra dengan nada sedikit gemetar sembari melepaskan cengkraman tangan Donghae yang sedikit kendur, namun Donghae tetap sigap mencengkram tangan Hyo Ra.

 

“Aku ingin kita kembali seperti dulu.” Hyo Ra terdiam. Menatap lemah manic mata Donghae yang terlihat memerah. Menatap miris tubuh Donghae yang semakin hari semakin kurus karena narkoba. Ingin sekali Hyo Ra memukul Donghae seperti dulu jika pria itu menyiksa dirinya terus menerus. Tapi saat ini berbeda…Donghae bukanlah miliknya lagi.

 

“Aku akan kembali padamu jika kau menjauh dari narkoba. Jika kau berubah Donghae-ssi.” Donghae terhenyak dengan embel-embel –ssi untuknya. Begitu cepatkah gadis itu melupakannya??

 

“Aku tidak bisa, Hyo-ya…jeongmal mianhae.” Cengkraman Donghae mengendur dengan sendirinya.

 

“Walaupun demi aku, kau tetap tidak bisa?? Kau tidak ingin memasuki panti rehabilitasi?? Tidak ingin sembuh?? Kau tidak mencintaiku, oppa??” pertahanan Hyo Ra jebol, gadis itu menangis. Lagi. Lantas lebih memilih pergi meninggalkan Donghae yang menunduk.

 

“Aku tetap mencintaimu, Hyo Ra-ya!!!” pekik Donghae ketika gadis itu sedikit jauh dari jaraknya berdiri.

 

 

 

 

=================

 

 

 

“Hyo-ya, kau tak apa??” sapa Hye Jin – sahabat – Hyo Ra. Gadis yang memakai dress selutut berwarna soft pink itu hanya melempar senyuman pada Hye Jin dan detik kemudian ia berhambur ke pelukan Hye Jin. Menumpahkan seluruh tangisnya. Hye Jin mengusap punggung Hyo Ra. Mebiarkan Hyo Ra menaangis. Mungkin dengan tangisan Hyo Ra bisa sedikit tenang.

 

“Kau mau bercerita??” tanya Hye Jin ketika Hyo Ra mengusap air matanya. Menghentikan tangisnya.

 

“Jika kau tidak ingin bercerita…tidak apa.” Tambahnya sembari mencengkram lembut punggung Hyo Ra.

 

“Donghae oppa…dia…dia menemuiku..” ujar Hyo Ra di sela tangisnya. Hye Jin membelalakan matanya. Terkejut. Karena gadis itu tahu permasalahan yang dialami oleh Hyo Ra.

 

“Lalu??”

 

“Dia tetap seperti dulu. Dia tidak ingin berubah, Hye Jin-ah… dia tidak mencintaiku.” Hyo Ra kembali tersedu. Ingatannya tentang Donghae kembali berputar dalam otaknya seperti kemidi putar. Membuatnya sakit dan terluka.

 

“Aku tidak tahu harus berbicara apa, Hyo-ya. Aku tidak bisa merasakan apa yang kau rasa, namun aku mengerti bagaimana rasa itu. aku juga tidak tahu aku harus melakukan apa untukmu. Yang kutahu sekarang, aku membiarkanmu menangis dan akan melarangmu jika kau menangis lagi karena pria bodoh itu. Pria yang menyia-nyiakanmu. Kau harus kuat Hyo-ya.. jika Donghae memang benar mencintaimu, dia akan bisa berubah untukmu. Sesulit apapun kata perubahan itu untuk dilaksanakan, jika sudah menyangkut cinta, kata itu tidak bermakna lebih lagi. Kau jangan terpuruk seperti itu.”

 

“Menangislah jika kau ingin menangis. Tapi, menangislah untuk orang yang tepat. 3 tahun itu memang lama…sangat lama bahkan. Tapi, 3 tahun itu tidak ada artinya jika Donghae tetap seperti itu. Jalani hidupmu. Lupakan Donghae. Aku mengerti maksud dari perkataan ayahmu itu. Aku tak ingin membebankanmu dengan ucapanku ini. Jalani sesuai kata hatimu. Mianhae jika aku terlalu ikut campur.” Hyo Ra terdiam mendengar penuturan dari Hye Jin. Gadis itu berusaha untuk mencerna kembali dari tiap kata Hye Jin lantas kembali memeluk Hye Jin.

 

 

 

 

 

======================

 

 

 

 

Donghae melajukan ducati merahnya dengan begitu cepat. Sengaja ingin melupakan setiap perlakuan dan omongan dari Hyo Ra. Ia tahu ia memang tidak berguna menjadi kekasih dari Hyo Ra, tapi ia tak ingin jika ia dianggap tidak mencintai gadis itu. Sungguh demi apapun, ia benar-benar mencintai Hyo Ra. Gadis pertama dan yang akan menjadi pelabuhan terakhir dalam cintanya.

 

Tes

 

Donghae menangis. Mengingat semua kenangan bersama gadis itu.

 

“Mianhae, Hyo-ya… mianhae, karena aku tidak bisa berubah untukmu. Mainhae jeongmal mianhae…” ujar Donghae dengan suara serak dari balik helm yang dipakainya. Melajukan lebih lagi menuju sebuah club malam. Membiarkan jiwanya bebas lagi dengan narkoba dan alcohol.

 

 

 

 

 

==================

 

 

 

 

Seorang pria berprawakan tinggi, berkulit putih dan terlihat sedikit dingin berjalan dengan tangan dimasukkan ke salah satu kantung jeans-nya sembari membenarkaan letak kacamata hitamnya. Wajah tampannya membuat sebagian mahasiswi yang melihat terpana, bahkan sampai ada yang mengenyampingkan rasa malunya mendekati pria itu. mencari perhatian pria itu dan berakhir tragis. Sang pria tidak secuilpun menaruh perhatian pada para gadis dan tetap melanjutkan jalannya.

 

 

“Hye Jin-ah…” sapa pria itu pada Hye Jin ketika ia memasuki sebuah ruangan. Hye Jin terperanjat medengar suara kakak sepupunya itu. Ia kemudian menoleh dan membiarkan Hyo Ra menghapus air matanya.

 

“Oppa…kapan kau kembali??” tanya Hye Jin. Cho Kyuhyun – pria itu tersenyum hangat padanya. Berbeda sekali dengan Kyuhyun saat berjalan di koridor kampus. Pria itu seperti mempunyai dua kepribadian yang akan cepat berubah.

 

“Aku kembali, baru saja.” Hye Jin mengernyit lantas menoleh kembali pada Hyo Ra yang masih menghapus air matanya sembari menundukkan kepalanya. Hyo Ra mendongak lantas tersenyum pada Hye Jin kemudian gadis itu beranjak hendak pergi. Kyuhyun yang berada di depan ruangan itu menatap dingin mata Hyo Ra yang berbalas menatapnya tanpa ekspresi.

 

Hye Jin pu mendekati Kyuhyun, menepuk pundak Kyuhyun ketika pria itu meanatap punggung Hyo Ra yang semakin menjauh.

 

“Kau menyukainya??” Kyuhyun terperanjat lantas menggeleng kuat dan meninggalkan Hye Jin. Meninggalkan?? Bukankah pria itu datang untuk menemui Hye Jin??

 

“Yak!! Kau mau kemana, oppa?? Bukankah kau ingin menemuiku??” sungut Hye Jin kesal sembari berlari kecil mengikuti langkah Kyuhyun yang cepat.

 

“Sudah tidak berminat,” ujar Kyuhyun tanpa menoleh sedikitpun pada Hye Jin. Hye Jin mengerucutkan bibirnya kemudian hendak memukul kepala Kyuhyun yang tinggi pria itu tidak terlalu terpaut jauh dengannya danterhenti di udara ketika itu berbalik menatapnya tajam.

 

“Apa yang ingin kau lakukan??” tanya Kyuhyun tajam, Hye Jin hanya menggeleng dibarengi cengiran dengan wajah tanpa dosa. Kyuhyun kembali melanjutkan langkahnya, memasang headset menghindari kasak-kusuk gadis-gadis lain yang sengaja mencari perhatiannya.

 

Hye Jin mendengus dan menyamai langkah Kyuhyun, menatap saudara sepupunya itu dengan kesal.

 

“Kau kesini bersama Chae Ri eon??” pertanyaan Hye Jin itu menghentikan langkah Kyuhyun. Menatap gadis itu tajam kemudian menghela nafas kasar.

 

“Bisakah tidak menyinggung Chae Ri??” Hye Jin mengernyit lantas menepuk dahinya keras. Ia seperti menyadari sesuatu. Kalimatnya barusan menyinggung perasaan Kyuhyun. Membuka luka hati sepupunya itu.

 

“Mianhae…”

 

 

 

 

 

==================

 

 

 

 

Hyo Ra duduk di sebuah kursi yang terletak di sebuah café. Kenangannya bersama Donghae. Mata gadis itu menerawang kembali kenangannya bersama Donghae dulu. Ada sebuah rasa yang menyesakkan dadanya.

 

“Tidak bisakah kau berkorban untukku sekali saja??” lirih Hyo Ra dengan air mata yang menetes di pipinya. Hati Hyo Ra bergemuruh hebat saat telinganya mendengar sayup-sayup lagunya bersama Donghae dulu.

 

Jigum wason malhal suga obso

 (Ku tak bisa katakan ini sekarang)


Noye gijok gu modun ge hwansang gata

(Kau keajaiban, semuanya ini seperti sebuah ilusi)


Majimak ni mosup sok

(Gambaran terakhir darimu)


Sosohi giok sogeman Jamgyojyo ganun gotman gata
(Perlahan-lahan menyelam kedalam pikiranku)

 

Odinga eso nal bogo issulkka
(Apa kau melihatku dari suatu tempat?)
Huhwe haedo nujo boryo bol su obso
(Jika kau menyesalinya, ini sudah terlambat, kau tak bisa melihatku)
Chuoge gurimjae
(Bayangan kenangan indah)
Chok chokhan nae nunmul dullo gu jaril jikyobogo isso
(Ku menangis seraya memperhatikan atas tempat itu)

Gu mal mot hae jongmal mot hae
(Ku tak bisa mengatakannya, benar-benar tak bisa)
Niga nae yope issul ttaemankum mianhade guge andwae
( Ketika kau ada disisiku, aku minta maaf, tapi ku tak bisa)
Ijen modun ge ttollyowa
(Segalanya datang padaku gemetaran)

 

Jogum do gidarida
(Ku takut bila ku menunggu sedikit lebih lama)
Kkum sogul hemaeida
(Dan mengembara dalam mimpiku)
Gyolguk ni aneso nunul gamulkka bwa
(Aku kan menutup mataku untuk dirimu)

 

Gojima do gojima
(Jangan pergi, jangan pergi lagi)
Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)
Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)
Jonhyo dullijiga anha
(Ku tak bisa mendengar apapun)
Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)
Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

Bolsso irokedo jina wasso
(Sudah berlalu seperti ini)

Noye hunjok chajabwado jiwo jyosso
(Bila ku lihat jejakmu, ku tak bisa menemukannya karena itu sudah terhapus)

Majimak ni giokdo
(Kenangan terakhirku darimu)

Nunmure teyop soguro jamgyojyo ganun gotman gata
(Tenggelam dalam pusaran airmataku)

 

Iman kkutnae narul kkutnae
(Sekarang berakhir, ku selesaikan)

Niga nae yope itji antamyon
(Jika kau tak disisiku)

Mianhande iman galge
(Maaf, aku pergi)

Ije noye girul ttara
(Sekarang ikuti jalanmu)

Kkut omnun girul ttara
(Ikuti jalan yang tiada akhir)

Nol chaja he meida gyolguk norul irkoso sulponam halkka bwa
(Ku takut kehilanganmu setelah berkelana, mencarimu dan akhirnya menemukanmu)

 

Gojima do gojima
(Jangan pergi, jangan pergi lagi)

Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)

Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)

Jonhyo dullijiga anha
(Ku tak bisa mendengar apapun)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

Gajima gajima issojul su inni
(Jangan pergi, jangan pergi, tak bisakah kau tetap tinggal?)

Gojitmal gojitmal dullijiga anha
(Bohong, bohong, ku tak bisa mendengar kebohongan)

Saranghae saranghae boyojul su inni
(Ku mencintaimu, ku mencintaimu, tak bisakah kau tunjukan padaku?)

Saranghae saranghae saranghae jugenni
(Akankah kau cinta cinta cinta padaku?)

 

Gajima gajima issojul su inni
(Jangan pergi, jangan pergi, tak bisakah kau tetap tinggal?)

Gojitmal gojitmal dullijiga anha

( Bohong, bohong, ku tak bisa mendengar kebohongan)

Saranghae saranghae saranghae jugenni
(Akankah kau cinta cinta cinta padaku?)

Jebal dorawajwo
(Tolong aku)

 

Gojima do gojima
( Jangan pergi, jangan pergi lagi)

Nae gyote issojul sunun omni
(Tak bisakah kau tetap disisiku?)

Gojitmal da gotjimal
(Bohong, semuanya bohong)

Jonhyo dullijiga anha
( Ku tak mau dengar apapun)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Han madi boyojul sunun omni
(Tak bisakah kau tunjukanku satu kata itu?)

Saranghae nol saranghae
(Aku mencintaimu, aku mencintaimu)

Tto dashi saranghae jugenni
(Akankah kau mencintaiku lagi?)

 

 

Air mata Hyo Ra tumpah ruah. Gadis itu menangkupkan kedua tangannya guna menutup wajahnya dan meredam isak tangisnya yang mungkin akan terdengar keras. Ia tidak kuat lagi. Rasa cintanya pada Donghae membuatnya tak bisa meninggalkan pria itu. Membuatnya terlihat menyedihkan. Mengharapkan sesuatu yang tak akan pernah terjadi. Donghae sudah terlalu jauh untuk ia tarik kembali. Donghae sudah tak bisa ia miliki.

 

“Haruskah kau menangis di tempat umum seperti ini?? Dasar wanita. Menyusahkan saja!!” ujar seorang pria dengan dinginnya sembari mengulurkan tangan guna memberikan sebuah sapu tangan pada Hyo Ra. Hyo Ra terdiam.  Ia mengusap air matanya dengan kesal. Merasa terhina oleh ucapan pria itu. Hyo Ra mendongak dan ia terkejut setelah melihat wajah pria itu.

 

“Rupanya kau yang menangis. Tidak puaskah kau menangis di kelas tadi pagi??” cibir Kyuhyun sembari melipat kedua tangannya di depan dadanya.

 

“Apa hakmu menginterupsi aku?” Hyo Ra hendak beranjak sampai tangan Kyuhyun menahannya.

 

“Jika kau mau pergi, hapus air matamu yang masih tersisa atau pergilah ke toilet. Basuh wajahmu agar tidak terlihat lengket,” ujar Kyuhyun dengan nada sedikit lembut. Hyo Ra terdiam di tempatnya. Lantas gadis itu mengambil sapu tangan yang diberikan Kyuhyun dan berjalan menuju toilet. Sepergian gadis itu, Kyuhyun tersenyum dengan pandangan yang tak bisa terartikan.

 

 

 

========================

 

 

 

 

“Kalau boleh tahu, kenapa kau menangis??” tanya Kyuhyun pada Hyo Ra ketika mereka berada di mobil. Ya, Kyuhyun berniat untuk mengantar gadis itu…

 

“Kita belum saling mengenal, kurasa ini masih belum bisa kuceritakan,” ucap Hyo Ra sembari memandang keluar jendela. Tidak berniat untuk melihat wajah Kyuhyun. Kyuhyun mendengus.

 

“Kurasa kita akan satu kelas, nona. Namaku Cho Kyuhyun..” Hyo Ra menoleh ke arah Kyuhyun dan membuang mukanya kembali.

 

“Aku Park Hyo Ra…terima kasih atas tumpangannya. Kurasa kau turunkan aku saja di Halte depan…aku akan naik bus,” ucapnya masih dengan nada dingin. Kyuhyun geram, ini pertama kalinya ia diperintah seperti itu oleh seorang wanita.

 

“Katakan di mana rumahmu, setelah itu aku akan mengantarmu. Aku bukan lelaki pecundang yang tidak bertanggung jawab atas keselamatan dari seorang gadis. Apalagi gadis itu sahabat baik dari sepupuku…” ucap Kyuhyun sembari terus menginjak gas sampai kecepatan penuh membuat Hyo Ra yang semula hanya diam berteriak ketakutan.

 

“Yak!! Yak!! Kau mau membunuhku, eoh??” mendengar ocehan Hyo Ra, Kyuhyun  semakin menambah kecepatannya. Entahlah ia seperti merasakan sesuatu yang berbeda semenjak berkenalan dengan Park Hyo Ra.

 

 

 

 

========================

 

 

“Jika kau ingin menangis…lihatlah ke langit atau pandanglah wajahmu sendiri dalam genangan air. Menangislah dan lihatlah wajah bodohmu itu Nona Park!!” ucap Kyuhyun ketika mereka telah sampai di depaan sebuah rumah bercat ungu. Hyo Ra mendengus, merasakan dirinya dipermainkan oleh pria itu. Hyo Ra tidak memperdulikannya, ia hendak membuka pintu sampai Kyuhyun bersuara lagi.

 

“Jangan menangis hanya karena seseorang yang tidak menghargai usaha dan pengorbananmu…” seperti tersambar petir, Hyo Ra menoleh pada Kyuhyun dan menatap pria itu aneh.. bagaimana ia bisa tahu apa yang telah terjadi pada dirinya.

 

“Terima kasih atas perhatianmu, Tuan Cho. Tapi kurasa ini bukan daerah kekuasaanmu. Kau tidak berhak menginterupsiku…” ucap Hyo Ra dingin dan a beringsut keluar dari mobil Kyuhyun dan tergelak ketika melihat seseorang menunggunya di depan pagar rumahnya.

 

[DRABLE] Tears

Seorang pria yang memakai t-shirt hitam dan celana denim menekan tombol password sebuah apartement. Pria itu masuk lantas duduk di sebuah sofa sebuah ruangan di apartement milik kekasihnya. Menyandarkan kepalanya di bantalan sofa. Memejamkan matanya sembari menghembuskan nafasnya secara kasar.

“Oppa…kau sudah datang??” tanya sebuah suara seorang gadis yang memakai sebuah dress polos selutut mengagetkan pria itu sehingga membuatnya menoleh lantas tersenyum. Gadis itu pun langsung duduk di samping kekasihnya itu.

“Apa yang terjadi??” tanya Choi Ye Ra sembari memandang lekat raut wajah Kim Jong Woon atau yang biasa dipanggil Yesung itu yang terlihat sangat kelelahan.

Bukannya menjawab pertanyaan kekasihnya itu, Yesung justru membaringkan dirinya di pangkuan Ye Ra. Melipat tangan di dadanya dan meluruskan kakinya.

“Biar, biarkan seperti ini. Hanya 5 menit saja…ah,tidak 3 menit saja. Ya, hanya 3 menit saja.” Ye Ra tersentak namun tak ayal untuk membiarkan kekasihnya itu tertidur di pangkuannya. Ye Ra tergelak ketika melihat kantung mata kekasihnya itu yang sedikit membengkak. Kemudian Ye Ra tersenyum dan membelai rambut Yesung.

“Selama yang kau mau, oppa…” mendengar itu Yesung tersenyum lantas mengubah posisinya. Melingkarkan tangannya di pinggang Ye Ra dan menyembunyikan wajahnya di perut Ye Ra. Membuat Ye Ra menahan nafasnya sejenak.

Ye Ra terus membelai rambut blonde Yesung. Terus tersenyum ketika melihat kemanjaan kekasihnya itu. Tersenyum mengerti akan keadaan kekasihnya itu. Tangannya terhenti saat merasakan tubuh Yesung sedikit gemetar dan mendengar isak tangis Yesung. Ye Ra mencoba melihat, tetapi Yesung justru mengeratkan lingkaran pinggangnya itu.

“Oppa  lelah…biarkan saja. Ini bukan tangisan…” dusta Yesung mencoba mereda kekhawatiran Ye Ra.

“Menangislah…jangan membohongi perasaanmu oppa…” ucapnya sembari terus mengusap rambut Yesung.

“Aku tidak menangis chagi…” ucap Yesung dengan suara sedikit parau.

“Kau tidak bisa membohongiku dengan suaramu yang parau itu…” Yesung menyerah. Ia bangun dan menyandarkan kepalanya di bahu Ye Ra.

“Bagaimana oppa bisa menangis jika dongsaeng-dongsaeng oppa juga menangis? Lalu siapa yang akan menguatkan mereka? Oppa lah yang tertua diantara mereka. Oppa tidak boleh menangis…” elak Yesung dengan suara yang semakin parau dan dibarengi isak tangis.

Ye Ra menghembuskan nafasnya mencoba menghibur kekasihnya itu. Bagaimanapun juga ia tahu apa yang terjadi sebenarnya. Sebuah group yang harus ditinggal seorang pemimpin selama 2 tahun dan mereka selalu bersama selama bertahun-tahun siapa yang tidak sedih?

“Oppa, tangisan tidak akan membuatmu lemah di hadapan semua dongsaeng-mu itu. Tangisan adalah ekspresi setiap manusia oppa. Kau itu manusia bukan Tuhan, jadi wajar saja jika kau menangis. Tidak salah, oppa.. Aku tahu di sana kau menahan kuat air mata yang mungkin saja akan terjatuh sewaktu-waktu. Aku tahu itu dari senyum yang sangat berbeda hari ini saat kau mengantar Leeteuk oppa pergi wamil. Aku tahu itu, sebab kantung matamu itu tidak dapat membohongiku, kantung matamu terlihat bengkak. Apa kau menangis dalam diam?” mendengar ucapan kekasihnya itu, Yesung menoleh dan langsung memeluk Ye Ra.

“Menangislah hanya di hadapku jika kau tak ingin memperlihatkannya pada dongsaeng-mu. Aku ada untuk melengkapi dirimu. Untuk menemanimu dalam kondisi apapun,” ucap Ye Ra lembut. Padahal ia juga semalaman menangis mengenai kepergian leader Super Junior itu untuk wamil.

“Bodoh!! Seharusnya aku yang berkata seperti itu jika kau menangis!! Lihat, kau juga bukannya menangis, eoh? Matamu juga bengkak chagi…” protes Yesung sembari mengacak pelan rambut Ye Ra.

“Ish…hentikan oppa. Aku serius berkata seperti itu. Bukan berarti aku memandangmu lemah atau semacamnya. Kau ini…” ucap Ye Ra sembari merapikan tatanan rambutnya dan mempoutkan bibirnya. Yesung terkekeh geli. Setidaknya ia sudah merasa lebih lega setelah menumpahkan tangisnya walau ia mencoba sedikit berbohong.

“Gomawo chagi…” Ye Ra menoleh dan mengerutkan keningnya. Heran. Yesung menyeringai dan menyapu sekilas bibir Ye Ra membuat gadis itu mematung mencerna apa yang terjadi.

“Gomawo karena kau mau menjadi tempat bersandar oppa…” Ye Ra tersadar dan tersenyum ke arah Yesung. Menghapus sisa air mata yang masih membasahi pipi Yesung.

“Sudah sewajarnya bukan? Kini bukan hanya pria saja yang menjadi tempat bersandar kekasihnya..wanita juga bisa berlaku seperti itu. Jadi jangan sungkan jika kau ingin menangis. Menangislah di hadapanku, curahkan keluhmu padaku…tetapi setelah itu tersenyumlah…Lagipula 2 tahun itu tidak lama, sangat cepat  malah. Dan ia akan baik-baik saja selama kita mendukungnya dan mendoakannya.” Yesung tersenyum dan meletakkan tangannya di kedua pipi Ye Ra. Membuat wajah gadis itu merona.

“Nde, oppa pasti akan tersenyum. Untukmu, untuk dongsaeng-dongsaeng oppa, untuk Clouds dan untuk ELF. Terutama untuk Leeteuk hyung yang menitipkan member Super Junior pada oppa…” Ye Ra tersenyum lantas ikut meletakkan kedua tangannya di kedua pipi Yesung. Menggerak-gerakkan kepala kekasihnya itu gemas. Dan tertawa ketika melihat Yesung cemberut. Ye Ra melepaskan tangannya di kedua pipi Yesung itu dan mengubah raut wajahnya. Menunduk. Mengetahui hal itu Yesung mengangkat dagu Ye Ra untuk melihat wajah Ye Ra.

“Kau kenapa chagi??” Ye Ra menggeleng. Lantas mencoba tersenyum.

“Aku tak apa…aku hanya ingin minta maaf pada Leeteuk oppa mengenai Siwon oppa yang tak bisa mengantarnya ke camp militer karena jadwal shooting-nya…sebagai adiknya aku sebenarnya ingin mewakili mengantar Teuk oppa ke camp militer, tapi…aku sendiri pun tidak kuat untuk tidak menangis di hadapannya.” Yesung tersenyum.

“Jikapun Siwon membatalkan jadwalnya, Teuk hyung pasti akan marah dan menyuruh Siwon untuk melanjutkan jadwalnya…jadi kau tenang saja chagi…Teuk hyung pasti akan mengerti, Lagipula sebelum Siwon pergi shooting, ia sudah bertemu dengan Leeteuk hyung dan memeluknya.” ucap Yesung sembari meraih Ye Ra ke dalam pelukannya dan melepaskannya kembali.

“Oppa akan ke dapur sebentar,” ucap Yesung sembari menarik pelan hidung Ye Ra. Ye Ra mengangguk mengerti.

Di dapur Yesung membuka kulkas dan mengambil air dingin lantas duduk di bar kecil yang ada di apartement tersebut. Mengambil ponselnya dan membuka twitter-nya lantas mengupload dua buah foto dirinya dengan Leeteuk. Foto pertama dimana ia dengan Leeteuk yang berada di sebuah pesawat dan foto kedua di mana ia dengan Leeteuk ketika di backstage. Dimana kedua foto tersebut memiliki persamaan. Yakni saling tersenyum. Dimple dan senyuman yang khas dari seorang Leeteuk.

 

 

독특 화이특특..

 

dok teuk hwai teuk teuk

 

Yesung menutup kembali twitter-nya tersebut dan menangis terisak sembari menundukkan kepalanya.

“Hyung, suatu saat nanti aku juga pasti akan menyusulmu. Maafkan jika nanti aku tak bisa menjaga semua dongsaeng kita…maafkan aku, tetapi aku akan berusaha menjaga mereka hyung. Aku tidak mempunyai hyung untuk sekarang, tetapi aku adalah hyung satu-satunya yang dimiliki mereka untuk saat ini. Aku akan menjaga mereka sesuai kemampuanku hyung…” ucapnya sembari terisak dan ia terus menangis sehingga tidak menyadari bahwa Ye Ra sejak tadi melihatnya dan menghampirinya.

“Uljimayo oppa…hiks..uljimayo…” ucap Ye Ra sembari memeluk Yesung dari belakang.

“Oppa pasti bisa menjaga mereka dengan baik. Uljimayo…” bukannya berhenti, Yesung justru terus semakin terisak.

“Mianhae…mianhae Ra-ya. Mianhae oppa menangis lagi…mianhae…” Yesung berbalik dan langsung memeluk Ye Ra yang berdiri di depannya.

FF|| Syimphony of Love || Part 1 || HaeHyun Couple ||

Tittle                                    : Symphony of Love

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Nurul FatikhahSaranghaeJinyong

 

Blog                                       : http://ImELFChoiYera.wordpress.com

Genre                                  : AU! Gaje, romance

 

Lenght                                : Multichapter

 

Words                                 : 3,353

 

Cast                                     : Lee Donghae ; Choi Hyun Hwa

 

Support Cast                      : Kim Jong Woon ; Choi Ye Ra

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-7, All Cast milik Tuhan YME,  DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

 

 

 

 

 

 

Gwangjin-gu Seoul, 10.00 PM

September, 3rd 2012

 

 

 

Bunyi gemericik air dari sebuah kenikmatan Tuhan berupa air hujan membuat seorang gadis tersenyum menatap setiap air yang terjatuh ke tanah membentuk sebuah bunga. Angin yang berhembus menyapu anak rambut gadis yang bersandar pada jendela kamarnya itu. Ia memejamkan matanya, seolah mengizinkan angin tersebut membelai lembut kulitnya yang seputih susu.

Membiarkan angin tersebut masuk ke relung tulang-tulangnya. Seolah itu semua menjadi keindahan yang menggantikan bintang-bintang yang menghiasi malam. Menarik nafas panjang guna mencium harum tanah yang terbasahi air hujan. Gadis itu menajamkan pendengarannya ketika telinganya sayup-sayup mendengar sebuah suara merdu dan lembut yang belakangan ini menjadi candunya setiap hari. Kembali tersenyum manis saat lirik lagu yang ia dengar itu terasa ditujukan padanya. Padanya?? Gadis itu tertawa kecil. Percaya diri sekali untuknya. Ahhh…masa bodo lah, yang terpenting baginya, Lagu ini memang terasa ditujukan padanya.

“Eonni-ya…kau sedang apa??” tanya sebuah suara dari gadis lain yang usianya lebih muda dari gadis yang dipanggil eonni itu. Gadis itu menoleh lantas tersenyum hangat.

“Ada apa, Ye Ra-ya??” Ye Ra membalas senyuman Hyun Hwa – nama gadis itu – lantas menghampirinya.

“Kau belum tidur??” tanya Ye Ra sembari mendudukan dirinya di tepi bed dan membenarkan kacamata minus-nya.

“Belum mengantuk,” jawab Hyun Hwa singkat dan kembali melihat luar jendela.. memfokuskan pada air hujan. Ye Ra menghela lantas berbaring di bed Hyun Hwa, membiarkan gadis itu bercengkrama dengan dunianya.

“Kau mendengarnya??” tanya Hyun Hwa sembari kembali memejamkan matanya. Ye Ra mengerutkan keningnya. Tidak tahu apa yang dimaksud oleh Hyun Hwa.

“Mwo??”

“Suara seorang pria yang menyanyikan sebuah lagu…” jawabnya. Ye Ra kembali duduk, mencoba menajamkan pendengarannya.

“Aku tidak mendengar apapun selain suara air hujan.” Hyun Hwa tersentak. Menatap tak percaya pada Ye Ra. Ye Ra tidak mendengarnya?? Padahal dengan jelasnya ia bisa mendengar suara itu.

“Kau sedang tidak terganggu pendengarannya bukan??” Ye Ra merengut karena ucapan Hyun Hwa. Tak ayal gadis itu melempar sebuah bantal ke wajah Hyun Hwa.

“Yak!! Kau saja yang terganggu pendengarannya. Kalau tidak percaya silahkan tanya ahjumma samping apartement kita!!” sungut Ye Ra tidak terima. Kemudian ia pergi dari kamar Hyun Hwa.

Choi Hyun Hwa dan Choi Ye Ra adalah anak dari Choi Seung Hyun, seorang pengusaha dibidang real estate yang kemajuan bisnisnya sangatlah pesat. Mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah apartement sederhana berusaha unuk tidak terpaku pada kekayaan Seung Hyun. Mereka juga melanjutkan studi-nya di universitas yang sama. Hyun Hwa di Fakultas Sastra dan Budaya Korea dengan alasan ia menyukai semua yang menyangkut Korea. Alasan lain adalah ia ingin menjadi seorang sastrawan Korea yang memperkenalkan pada seluruh dunia tentang Budaya dan Sastra Korea.

Sedangkan Ye Ra di Fakultas Ekonomi Manajemen. Ia beralasan karena ia sangat menyukai ayahnya ketika bekerja dengan beberapa dokumen. Bagi gadis itu, itu terlihat sangat keren. Maka dari itu, Ye Ra memutuskan untuk ikut terjun di dunia bisnis bersama sang ayah sembari ia berkuliah.

Hyun Hwa membanting tubuhnya di bed. Mencoba melupakan segala pikiran buruk tentang suara itu. Ingin sekali ia percaya pada Ye Ra, tapi hati kecilnya mengatakan jangan dan percaya pada suara itu. suara yang sudah menjadi candunya. Seperti symphony yang menggetarkan jiwanya. Symphony yang lebih mendalam. Seperti sebuah bisikan akan kata cinta. Seolah suara itu sebagai penghantar tidurnya malam ini.

==========================

Mokpo, September 3rd 2012

 

 

 

Seorang pria berpakaian t-shirt berwarna hijau muda terduduk di sebuah bangku kayu di depan rumahnya. Pria berwajah tampan dan manis itu merebahkan dirinya di bangku tersebut sembari menyenandungkan sebuah lagu. Matanya terpejam, menikmati hembusan angin malam yang sejuk. Menyapu kulitnya yang putih lembut.

 

 

neol bomyeon (nan) useumman (nawa)

 sujubeun misokkajido Yeah
nal boneun ne nunbicheun

seulpeun geol hoksi ibyeoreul

 malharyeogo hani Baby

 

Mata pria itu terbuka dan langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah. Ia merasakan seseorang yang memperhatikannya. Memperhatikannya dengan manic mata lembut, pandangan yang teduh. Tapi di mana?? Tak satupun matanya menemukan sosok seseorang yang dimaksud. Ia menggedigan bahunya lantas kembali melanjutkan nyanyiannya yang sempat terhenti.

“Siapapun kau yang ada di mimpiku selama ini…. Aku menyukaimu… mungkin ini terlihat bodoh. Tapi apa aku salah jika aku memang menyukaimu?? Kau seperti hidup yang telah ditakdirkan Tuhan padaku.” Pria itu lantas terbangun menatap langit yang mulai memendung. Berjalan memasuki rumahnya yang bergaya tradisional.

“Donghae-ya??” pria yang bernama Donghae itu menoleh ketika tangannya sudah mencapai knop pintu.

“Oh…hyung, waeyo??” Donghae lantas berjalan menghampiri pria yang berpakaian t-shirt dan celana pendek juga lengkap dengan kacamata yang masih berdiri di luar pagar rumahnya.

“Jong Woon hyung..kkajja masuk.” Ajak Donghae sembari mengalungkan tangannya di pundak Jong Woon. Jong Woon menurut. Ia mengikuti arah langkah Donghae. Kim Jong Woon adalah salah seorang sepupu Lee Donghae. Ia datang ke Mokpo hanya untuk menemui Donghae dan menyampaikan pada pria itu tentang keterlibatannya dalam menjalankan sebuah perusahaan peninggalan almarhum ayahnya. Awalnya Donghae tidak ingin menjalankan perusahaan tersebut, ia lebih menginginkan untuk tinggal di Mokpo merintis usaha sendiri.

“Kembalilah ke Seoul temui ibumu.” Donghae terdiam. Memutar kenangannya kembali bersama sang ibu yang hubungannya bersama sang ibu terbilang tidak baik.  Bagaimana tidak?? Sang ibu meninggalkan dirinya dan ayahnya hanya karena mengejar karier-nya di dunia music. Dan karena sang ibu lah, ayahnya meninggal dunia disaat dirinya berusia masih 17 tahun. Meninggalkan dirinya sebatang kara sampai kakak sepupu dari ayahnya tersebut – Kim Ji Hoo – ayah dari Kim Jong Woon – merawatnya hingga dewasa dan menjalankan bisnis keluarga Lee sesuai wasiat yang di tulis ole Lee Hyun Ki – ayah Donghae – dan akan diserahkan kembali pada Donghae ketika pria itu sudah dewasa.

“Hyung….” Jong Woon menggeleng ketika dirasa Donghae mengeluarkan jurus aegyo-nya.

“Hentikan Hae-ya!! Kau itu sudah dewasa bukan anak kecil lagi yang selalu minta dimanja olehku.”

“Arraseo hyung…tapi aku tidak ingin bertemu dengan wanita itu,” ujar Donghae sambil mengambilkan minuman untuk Jong Woon.

“Tapi dia adalah ibumu, Hae-ya…” Jong Woon menyandarkan punggungnya di bantalan kursi.

“Dia bukan ibuku semenjak ia meninggalkanku sendiri bersama appa.”

“Lee Donghae!!!” Jong Woon menghembuskan napas kasar. Ia tak tahu lagi harus bagaimana untuk berbicara dengan Donghae.  Pria di sampingnya ini terlalu keras untuk urusan ‘ibu’.

“Ya…dia bukan ibumu. Tapi, kau juga tidak menutup kenyataan kalau dalam tubuhmu itu mengalir darahnya!!! Dan tanpa kau sadari, bakat menyanyimu terturun dari ibumu!!!”

“Nde hyung!! Dan aku menyesal karena itu!!!”

“Donghae-ya!!!”

“Sudahlah hyung, jika kau kemari hanya untuk menasehatiku, lebih baik kau pulang saja. Karena sampai kapanpun aku tidak akan menemui wanita itu. Lukaku belum mengering walau waktu tetap berjalan. Soal perusahaan appa, biar Kim appa saja yang menjalankannya atau bahkan biar kau saja yang melanjutkannya. Aku tidak berminat untuk itu semua. Hidupku sudah tertakdir di Mokpo. Kota kelahiran appa. Mianhae hyung….” Donghae menghela lantas berjalan menuju kamarnya meninggalkan Jong Woon yang menatapnya iba.

“Kau pasti akan ke Seoul. Takdirmu menunggumu di sana, Hae-ya…” gumam Jong Woon sembari mengikuti langkah Donghae. Beristirahat di kamar pria itu.

================================

Gwangjin-gu, September 04th 2012

08.45 AM

 

 

Seorang gadis memakai blus berwarna soft pink dipadu dengan bawahan rok warna putih sedang mematut dirinya di depan cermin di meja riasnya. Ia mengoleskan bedak tipis natural dilanjut dengan mascara yang tidak terlalu tebal. Terakhir, gadis itu memoles bibir tipisnya dengan lip gloss berwarna pink sedikit cerah. Ia mengangkat tangannya, mencoba mengumpulkan rambut sedikit curly dan mengikatnya. Mengedarkan pandangannya ke segala isi kamarnya sampai bibirnya melukis senyuman tatkala melihat sebuah tas berwarna putih. Ia berjalan mengambil tas tersebut lantas berhenti di sebuah lemari yang berisi koleksi high heels-nya. Mengambil high heels dengan tinggi 5cm berwarna senada dengan blus yang dipakai.  Melangkah menimbulkan sebuah bunyi ketukan. Kaki panjangnya membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

“Ra-ya…” panggil gadis itu pada gadis lain yang memakai jumpsuit warna coklat dan bross mawar. Gadis itu terlihat manis dengan hiasan bando di rambutnya yang sedikit curly dan tergerai indah. Kaki yang putih panjangnya dihias dengan sebuah high heels warna senada dengan tinggi 5cm.

Gadis itu menoleh lantas tersenyum pada gadis yang memanggilnya.

“Ye Ra-ya….kau mau kemana??” tanya Hyun Hwa – gadis yang memanggil Ye Ra – sembari meneliti penampilan Ye Ra dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Ish!! Hentikan tatapanmu itu, eonni!!” Ye Ra mencibir dan segera membawa cangkir itu ke dapur.

Hyun Hwa terkekeh. Merasa usahanya membalas dendam pada adiknya itu berhasil. Adiknya yang setiap hari menjahilinya tanpa mengenal waktu.

Hyun Hwa kemudian berjalan menuju dapur, mengambil buah dan susu yang berada di kulkas.

“Eonni bertanya padamu, kau mau kemana??” tanyanya sekali lagi pada Ye Ra ketika gadis itu hendak meninggalkan dapur.

Ye Ra menghentikan langkahnya. Menatap langit-langit dapur. Menggerakkan mulutnya sembari mengetukkan jarinya di pipi kanannya. Mencoba berpikir.

“Aku mau…rahasia. Hahahhaha…” Ye Ra langsung berlari sembari tertawa menghindari Hyun Hwa yang ia yakini akan mencipratinya dengan air.

“Yak!!! Little Evil!!! Jawab pertanyaan eonni-mu ini!!” pekik Hyun Hwa dengan mulut penuh dengan gigitan buah apel.

===========================================

 

 

Mokpo, September 04th 2012

 

 

 

 

“Kau tetap tidak ingin ikut??” tanya Jong Woon memastikan sembari mengikat sepatunya.

“Kau sudah tahu jawabanku, hyung,” jawab Donghae malas sembari menatap lurus hamparan rerumputan di depannya. Jong Woon menatap tajam Donghae yang duduk di sampingnya.

“Kau akan menyesal suatu saat nanti jika takdirmu yang akan memintamu ke Seoul,” ujar Jong Woon penuh misteri. Donghae menoleh dan bergidig ngeri ketika merasakan aura Jong Woon yang hitam.

“Jangan menatapku seperti itu, hyung!! Menjijikan!!” cibir Donghae yang langsung disambut oleh jitakan Jong Woon. Donghae mendelik tidak terima. Bermaksud membalas jitakan Jong Woon, tapi ia segera berdiri kembali masuk ke rumahnya.

“Yak!! Kakakmu ini akan kembali ke Seoul dan kau tidak mengantarku??” sungut Jong Woon kesal. Donghae hanya bergumam tidak jelas sembari melambaikan tangannya.

“Hati-hati di jalan, hyung…. Aku mencintaimu…” ucapnya sembari menutup pintu rumahnya. Jong Woon mencibir. Demi apa, ia mempunyai adik sepupu seperti Lee Donghae.

========================================

Seoul University

Build of Managemen

September, 04th 2012

01. 00 PM

 

 

 

 

Ye Ra berjalan tergesa-gesa di koridor gedung fakultasnya sembari membawa tumpukan buku bisnis yang ia pinjam dari perpustakaan. Setelah sebelumnya gadis itu mengganti pakaiannya menjadi lebih rapi dan sopan. Sebuah tanktop hitam dirangkap dengan blazer berwarna merah dipadu bawahan rok sepan berwarna senada dengan blazer. Gadis itu terlihat sangat dewasa dengan tambahan high heels 5cm.

Gadis itu terus berjalan sembari sesekali berlari kecil menyusri tiap koridor terkadang ia menyumpahi kelasnya yang berada di ujung gedung dan berada di lantai 2 sehingga ia harus menuruni tangga karena sialnya lift yang disediakan mengalami kerusakan. Gadis itu sepertinya haruss bersyukur karena udara segar di musim gugur ini membuatnya tidak sampai mengeluarkan banyak keringat ketika ia harus berlari kecil. Sebentar-sebentar gadis itu melihat jam Terburu-buru oleh waktu, karena setengah jam lagi ia harus menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan ayahnya dan dilanjut dengan rapat dari calon partner bisnisnya untuk menjalankan proyek resort. Mata Ye Ra tak terfokus pada jalan sehingga membuat gadis itu jatuh terduduk menabrak seorang pria berpakaian setelan jas.

“Mianhamnida…” ucap Ye Ra menyesal sembari memunguti beberapa bukunya yang terjatuh. Pria itu pun tak tinggal diam, ia segera membantu memunguti buku Ye Ra. Ye Ra berdiri sembari membungkukkan badannya berkali-kali.

“Adaw….” Pria itu meringis ketika didapati tangannya yang masih memungut salah satu buku Ye Ra terinjak oleh kaki Ye Ra ketika gadis itu hendak melangkah. Ye Ra segera mengangkat kakinya, berjongkok dan reflek memegang tangan pria itu dan mengusap-usapkannya.

“Maaf, aku tidak bermaksud,” ucap Ye Ra sembari terus mengusap tangan pria itu. Jong Woon – nama pria itu – hanya tertawa kecil tanpa suara melihat kepolosan Ye Ra.

Usai mengusap-usap tangan pria itu Ye Ra menengadahkan kepalanya. Tertegun melihat mata pria itu yang tajam tapi meneduhkan tanpa melepaskan tangannya yang masih memegang pria itu. Jong Woon sama, ia tertegun melihat wajah Ye Ra yang manis. Mereka kompak berdiri tanpa melepaskan tautan pandangan mereka. Sadar akan situasi itu, Jong Woon dan Ye Ra sama-sama melepaskan tangan mereka dan menggaruk tengkuk mereka yang tidak gatal.

“Maaf…” ucap mereka berbarengan sambil membungkukkan badannya sehingga membuat mereka terbentur satu sama lain.

Baik Jong Woon maupun Ye Ra, mereka sama-sama meringis dan mengusap dahi masing-masing. Detik kemudian mereka tertawa bersama menyadari kebodohan mereka.

“Oh nde, maaf…. Aku terburu-buru jadi tidak melihat Anda,” ujar Ye Ra sopan sembari membungkukkan badannya dan segera berlari membiarkan Jong Woon hanya menatap geli punggung Ye Ra yang sudah sedikit menjauh.

Lantas Jong Woon baru menyadari bahwa sebuah buku dengan bersampul biru dan dengan sebuah hiasan pasir putih membentuk sebuah huruf hangul ‘Ye’ masih dipegangnya dan ia lupa untuk memberikannya pada gadis tadi. Jong Woon menggidikan bahunya dan ia kembali berjalan ke tujuannya semula.

=============================================

Hyun Hwa bergegas untuk kembali ke apartement-nya setelah beberapa jam yang lalu ia ditugaskan oleh Kang ssongsaenim  untuk mengabdi di sebuah sekolah dasar yang terletak di wilayah Mokpo. Tugas untuk memenuhi prakteknya dalam studi semester akhirnya.

Gadis itu menghentikan sebuah taksi yang melewat di depan universitasnya itu. Sungguh terkadang ia ingin sekali mencekik Kang ssaem karena dengan seenaknya saja memberikan tugas tanpa memberikan jeda waktu pun. Jika tugas itu diberikan hari ini, maka hari ini pula harus diselesaikan. Termasuk dengan keberangkatannya menuju Mokpo.

Hyun Hwa mengambil ponselnya yang berada di tas putih kesayangannya itu, menyentuh beberapa digit angka. Bermaksud menghubungi seseorang. Lama Hyun Hwa menempelkan ponselnya itu di telinga kanannya. Ia menggigit bibirnya kesal, karena sambungan itu terhubung pada mailbox.

“Yak!! Choi Ye Ra!! Kemana dirimu, huh??” ucapnya kesal sembari memegang kesal tasnya. Gemas. Menurut Hyun Hwa, jika adiknya itu berada di apartement, ia dengan sangat senang hati meminta bantuan Ye Ra untuk mengemasi barang-barangnya dan ia hanya memesan tiket dan membooking penginapan di sana. Tapi sekarang?? Jika saja ia sudah berada di apartement dan menemukan adik ajaibnya itu sedang berada dalam mimpinya sehingga tidak mengangkat teleponnya itu, ia akan menendang kaki Ye Ra. Adiknya yang gemar tidur.

Sungguh aneh sebenarnya dengan kebiasaan buruk adiknya itu. dia bahkan bis tidur lebih dari 2 jam jika siang hari. Tidak takut jika tubuhnya menjadi gemuk. Karena memang gadis itu tak bisa gemuk, segimanapun ia makan banyaknya.

Hyun Hwa menekan tombol password pintu apartement-nya. Gadis itu berjalan menuju kamar Ye Ra. Dibukanya pintu kamar Ye Ra yang bernuansa biru muda itu. mengedarkan pandangannya mencari sosok adiknya itu. Ia mendesah saat tak satupun matanya menemukan Ye Ra, lantas ia berbalik berniat menuju kamarnya yang berada tepat di samping kamar Ye Ra.

Hyun Hwa merebahkan tubuhnya di bed. Bermaksud untuk merelaksasikan tubuhnya sebelum ia mengemasi barang-barangnya. Setelah beberapa menit Hyun Hwa beristirahat, gadis itu melepaskan high heels-nya dan langsung menuju lemari. Mengambil kopor kesayangannya yang berwarna soft pink dan diletakkan di atas bed. Membuka kembali lemari pakaiannya dan mengambil beberapa pakaian yang ia perlukan dan beberapa buku yang harus ia bawa. Usai mengemasi pakaiannya itu, Hyun Hwa mengambil baguette bag berwarna ungu muda untuk mengemasi beberapa make-up yang dirasa diperlukan. Lagipula make-up itu hal yang wajib yang harus dibawa bagi seorang gadis, bukan??

Hyun Hwa meregangkan tubuhnya. Menyambar handuk untuknya dibawa ke kamar mandi. Berniat membersihkan dirinya agar terlihat lebih fresh.

===============================================

Donghae menghela memikirkan kembali ucapan Jong Woon tadi malam. Pria yang kini berada di sebuah taman sembari terduduk di atas rerumputan itu melihat beberapa anak-anak yang bermain di taman itu. Sebenarnya pandangannya itu tidak terfokus pada anak-anak yang bermain, melainkan entah kemana.

Donghae menunduk saat dirasa dua bulir air mata jatuh bebas di keduaa pipinya. Sebenarnya ia sangat merindukan ibunya itu. Memang benar kata orang. Sebenci-bencinya seorang anak pada sosok ibu yang tealah melahirkannya, dalam hati anak itu tidak akan pernah bisa. Itu juga yang dialami oleh Donghae. Pria itu gusar.

“Hyung…bisakah tolong ambilkan bola yang berada di kakimu itu??” ujar seorang anak laki-laki menyentak Donghae yang sedaang melamun.  Donghae tersenyum , lantas ia mengambil bola putih itu dan menendangnya pelan.

“Apakah hyung bisa ikut bermain??” Anak kecil itu mengangguk dan Donghae tersenyum sumringah. Lantas mereka bergabung dengan anak-anak yang lain. Donghae tertawa lepas ketika bermain bola. Seolah kegusaran hatinya menguap dengan sendirinya.

“Hyung kau ada masalah??” tanya anak laki-laki itu ketika mereka merebahkan diri di rerumputan.

Donghe menoleh dan tersenyum. Mengacak rambut anak laki-laki itu. Gemas.

“Kau masih kecil.” Anak laki-laki itu memonyongkan bibirnya. Kesal.

“Hyung, aku sudah 10 tahun!! Aku sudah besar!! Jangan panggil aku anak kecil lagi!!” Donghae terkekeh. Ia beranjak untuk duduk dan menghela.

“Jikapun ada masalah, kau tak akan bisa memahaminya.” Anak itu pun ikut duduk.  Menyanggahkan tangannya di dagu.

“Dan justru karena aku tidak memahami masalahmu, kau dengan leluasa untuk bercerita. Lagipula orang bercerita tentang suatu masalahnya itu bukan hanya untuk meminta saran dari lawan bicaranya, melainkan ingin menumpahkan segala curahan yang ada di hatinya. Yah…setidaknya kau bisa membagi bebanmu dengan orang lain, hyung.” Donghae terperangah mendengar penuturan anak laki-laki itu. Kalimat yang dilontarkannya terbilang cukup dewasa untuk ukuran anak berusa 10 tahun.

“Bagaimana, hyung??” Donghae menimbang. Lantas ia mengangguk.

“Baiklah, aku akan bercerita sesuatu denganmu.” Anak laki-laki itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyuman. Lantas ia dengan antusiasnya mengubah posisi duduknya di hadapan Donghae.

“Aku merindukan ibuku…” anak laki-laki itu tersentak, tapi tak ayal untuk tetap diam. Ia seperti tahu bahwa ucapan Donghae belumlah selesai.

“Dia meninggalkanku. Meninggalkanku tanpa kata bersama ayahku. Aku sungguh sangat merindukannya,” ucap Donghae sembari tersenyum miris.

“Jika kau merindukannya kenapa kau tidak menemuinya??” Donghae menoleh pada anakitu dan tetap tersenyum.

“Aku tidak bisa…”

“Berarti kau tidak merindukannya, hyung. Seorang anak, jika sudah merindukan orang tuanya, ia akan menemui mereka. Sejauh apapun jarak itu… karena pada takdirnya, seorang anak sangat tulus mencintai ibunya. Merindukan pahlawan yang membuatnya bisa menghirup udara. Berjuang mati-matian…” ucap anak itu sembari menundukan wajahnya. Ada bulir air mata yang merembes. Donghae terhenyak. Diusapnya rambut anak laki-laki itu.

“Kau juga merindukan ibumu??” anak itu mengangguk lantas tersenyum kecut.

“Aku bahkan tidak tahu ibuku, hyung. Dia meninggalkanku sendiri di panti asuhan.”

“Eoh?? Maafakan aku…”

“Gwenchana, hyung… aku yakin suatu saat nanti aku bisa bertemu dengannya lagi. Ayo hyung, kita lanjutkan main bolanya.” Donghae menatap punggung anak itu iba. Ada segelintir perasaan yang menyeruak di hatinya. Anak kecil itu bahkan tidak membenci ibunya saat ia tahu ibunya meninggalkan dia sendiri dip anti asuhan.

=========================================

Ye Ra berjalan dengan diikuti beberapa pemegang saham yang berada di belakangnya. Sesuai jadwal yang diingatkan oleh sekretaris Kim padanya bahwa ia harus mengikuti rapat untuk bertemu dengan calon partner bisnisnya. Di sela rapat pertamanya tadi, Ye Ra mencuri waktu ketika presdir – ayahnya itu – sedang memimpin rapat.

Ia mendesah kesal saat dibuka pintu ruangan itu yang sudah menampakkan beberapa dewan direksi.

“Sial!!” umpatnya dalam hati ketika dewan direksi menatapnya aneh. Hei, bukankah ia tidak terlambat?? Ye Ra menjadi salah tingkah dan ia dengan cepat berjalan menuju kursinya. Ia menghela napas sebelum membuka rapat pertamanya ketika menjadi direktur perencanaan.

“Annyeong haseyo… maaf jika kiranya aku terlambat. Aku Choi Ye Ra manager perencanaan dari Choi Coorporation yang ditunjuk oleh Choi Seunghyun selaku presiden direktur grup, akan memberikan beberapa gambaran tentang project yang akan kita jalankan.” Ye Ra menghela. Ia cukup gugup untuk memimpin rapat ini.

“Nona Lee,” perintah Ye Ra pada sekertarisnya. Wanita yang terlihat lebih tua dari Ye Ra itu mengangguk mengerti lantas membagikan beberapa lembar berkas pada dewan yang menghadiri rapat itu. Ye Ra berbalik menghadap ke sebuah papan putih dan menampilkan foto desain dari resort tersebut.

“Seperti yang kalian pahami di berkas tersebut. Wilayah Jinan yang dengan lokasi yang terletak di kawasan dekat pantai dan luas tanah tersebut  1500  hm. Akan saya bangun sebuah resort yang berdesign sederhana di depan, tetapi terlihat mewaah ketika kita berada di dalamnya. Tolong buka lembaran setelahnya.”

FF|| The One And Only You || OneShoot || HaeHyun Couple ||

Cinta itu hanya satu orang…

Terapaut dalam satu hati…

Bermakna lebih dari sekedar kata…

 

(TurtleShfly)

 

 

 

 

Mokpo, August 3rd 1993

 

Gadis kecil itu berlari menyusuri tangga sembari membawa sepasang gantungan boneka teddy dengan model pengantin.

Gadis itu membuka kasar pintu rumahnya dan segera berlari lagi menuju sebuah rumah yang lebih kecil dari rumahnya. Menggedor kasar pintu rumah tersebut dan segera menyongsong tubuh seorang anak laki-laki. Memeluknya dan terisak di dada anak laki-laki itu.

“Dongdong…aku tidak mau pergi..aku mau bersamamu..” rengek gadis kecil itu dalam isak tangis. Anak laki-laki yang di panggil Dongdong hanya tersenyum dan mengusap pucuk rambut gadis yang memakai dress berwarna hijau muda dengan bando warna senada menghiasi rambut curly hitam panjangnya.

“Anniya… kita kan bertemu kembali chagi-ya.. jangan khawatir. Tuhan akan mempertemukan kita kembali.” Gadis itu mendongak dan menatap bingung anak laki-laki itu.

“Chagi-ya??” ulangnya. Dongdong mengangguk mantap.

“Ne, mulai sekarang kau chagi-ya ku dan kau tidak boleh menjadi chagi-ya orang lain selain aku. Arraseo!!!” gadis kecil itu mengangguk dan menautkan jari kelingkingnya lantas tersenyum. Mempercayai apa yang diucapkan anak laki-laki itu. Kemudian mereka duduk di bangku yang berada di halaman rumah anak laki-laki itu.

“Dongdong..aku akan pergi ke Seoul. Sebenarnya aku tak ingin ikut dengan appa. Aku ingin di sini bersamamu. Di Mokpo. Bermain bersamamu.” Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Kesal pada ayahnya yang memisahkan dirinya dengan seseorang yang ia suka. Ya, baru sebatas suka. Karena gadis itu masih polos untuk mengenal kata cinta.

“Hei…Seoul dan Mokpo itu tidak terlalu jauh. Masih daratan Korea. Kau tidak perlu takut seperti itu.” Gadis kecil itu menundukkan kepalanya. Menatap jemari mungil kakinya. Menghela dan mendongak sebentar. Entah kenapa ia takut jika tidak bisa bertemu dengan anak laki-laki yang bernama Lee Donghae itu. Gadis itu menoleh ketika namanya dipanggil oleh seorang pria yang masih terlihat muda berpakaian kemeja putih lengkap dengan jas hitamnya. Gadis itu menatap lirih Donghae dan teringat pada benda yang digenggamnya.

“Dongdong, pengantin wanita ini untukmu dan pengantin pria ini untukku. Ketika kita sudah besar nanti kau bisa temukan aku dengan benda ini. Konon kata nenekku, bila kedua benda ini bersatu lagi setelah berpisah begitu lama, maka pemilik dari kedua benda ini juga akan bersatu untuk selamanya juga.” Gadis itu memberikan gantungan teddy bear itu yang disambut bingung oleh Donghae kemudian segera berlari menghampiri kedua orang tua yang menyambutnya dengan senyuman. Donghae menatap teddy bear itu dengan pandangan sedih. Ada rasa tidak rela jika cinta kecilnya itu pergi…meninggalkannya.

Sebenarnya Donghae juga takut jika ia tidak bisa lagi dengan gadis itu. ia sungguh sangat takut, tetapi karena kebahagiaan gadis itu, ia dengan bodohnya mengatakan ucapan penuh harapan yang ia sendiri tidak meyakininya.

“Mianhae…” lirihnya dan segera berlari mengejar sebuah mobil yang sedang melaju cukup kencang. Ia berlari sembari sesekali berteriak memanggil gadis itu. Berlari memutar jalan berniat memotong laju mobil itu. Namun teori siapa yang mengatakan kalau tenaga manusia lebih cepat dari tenaga mesin?? Donghae terengah, ia jatuh tersungkur. Tidak kuat lagi mengejar mobil itu. padahal niatnya hanya ingin memeluk gadis kecil itu. menghirup aroma tubuhnya agar jika ia dewasa ia dengan mudahnya mengenal gadis itu. sekaligus ia ingin memberikan setangkai mawar merah yang ia petik sendiri di kebun bunga miliknya. Ia menyesali, kenapa tadi ia tidak melakukannya?? Ia terlalu malu untuk usianya yang masih 10 tahun.

Aku tidak menyangka pertemuan kita itu…

Adalah pertemuan yang sudah di takdirkan Tuhan…

Namun, ternyata aku salah dalam mengenalimu…

Maafkan atas kesalahanku ini…

 

(Lee Donghae)

 

 

Seoul August 24th 2012

Kyunghee University

 

 

Seorang gadis berpakaian kasual dengan jeans dan rembut yang dikuncir kuda berjalan santai di sebuah koridor. Gadis itu sesekali mengutak-atik ponselnya. Tidak fokus pada langkah kakinya sampai ia menabrak seseorang hingga keduanya terjatuh.

Gadis itu mendesis kesal saat semua barang-barang yang ia bawa jatuh berantakan termasuk ponsel kesayangannya. Ia segera mengumpulkan barang-barang itu tanpa memperdulikan pandangan seseorang yang ia tabrak yang meneliti setiap gerakannya memunguti barang-barang itu.Seseorang itu lebih tepatnya mengamati gantungan ponsel yang gadis itu miliki. Gadis itu sungguh merutuki seseorang di hadapannya. Sebentar-sebentar gadis itu mencuri pandang melihat kaki orang itu.

“Eoh?? Pria rupanya?” gerutunya tidak jelas. Ia menengadahkan kepalanya setelah selesai memunguti barang-barangnya itu. Gadis itu menelan ludah. Menatap tanpa kedip pria di hadapannya. Tampan.  Namun, sedetik kemudian ia mengubah air mukanya menjadi dingin.

“Mianhae…” ujar Ye Ra – gadis itu – datar sembari menepuk celana jeans-nya yang kotor. Bagaimanapun juga ia memang bersalah bukan?? Tidak memperhatikan jalan. Pria itu bergeming. Menatap lekat wajah Ye Ra sehingga membuat gadis itu risih.

“Chagi-ya…” ujar pria itu lantang dan langsung memeluk Ye Ra. Ye Ra terkejut. Marah karena dipeluk sembarangan. Ye Ra segera menginjak kasar kaki pria itu sehingga priaa itu memekik kesakitan.

“Yak!! Kau gila!!!!” pekik Ye Ra tidak senang dan segera berjalan meninggalkan pria yang menurutnya gila itu.

“Yak!! Apa kau tidak ingat aku?? Aku Lee Donghae!! Ikan dari Mokpo!! Dongdong mu,” pekik Donghae menghentikan langkah Ye Ra. Gadis itu tidak menoleh sama sekali. Dan kembali berjalan meninggalkan Donghae.

Donghae menatap bingung punggung Ye Ra. Ada perasaan terluka saat diacuhkan oleh Ye Ra. Otaknya kembali memutar kenangannya dulu dengan gadis kecil itu. Ia yakin betul kalau gadis itu gadis kecilnya dulu. Gadis yang ia suka. Karena Ye Ra memiliki gantungan teddy bear pengantin pria. Bukankah ia sendiri yang berkata kalau Donghae akan bisa mengenalinya dengan gantungan itu??

“Oppa…kau kenapa??” sapa seorang gadis berbalut dress selutut bermotif bunga-bunga kecil dan memakai bando bunga yang sama dengan dress-nya itu. Donghae tergelak melihat ‘kekasih’nya itu. Ada perasaan bersalah menghampiri hatinya. Ia telah berbohong pada gadis yang mencintainya begitu tulus. Membohongi perasaanya. Gadis itu begitu sabar menunggunya. Menunggu balasan cinta sepenuhnya. Ya.. Choi Hyun Hwa – nama gadis itu – tahu betul dengan cerita cinta masa kecil Donghae. Ia tidak merasa keberatan jika Donghae terus mencari gadis kecilnya. Sebenarnya jauh dari lubuk hatinya, ia merasakan  sakit karena merasa diduakan. Tapi,…lagi. Karena cinta ia dengan bodohnya menerima semuanya. Memang cinta bisa mengalahkan logika yang benar-benar menjadi tameng akan sakitnya oleh cinta.

“Eoh?? Oppa tidak apa-apa, Hyun-ah..” ujar Donghae sembari memamerkan senyumnya. Hyun Hwa tahu senyum itu bukan dari hati Donghae. Gadis itu mengangguk. Ada rasa sesak yang menjalar.

“Kkajja!! Kita pergi, oppa…” Hyun Hwa menarik lengan Donghae yang masih bergeming menatap sosok jauh Ye Ra.

=======================

“Hyun Hwa-ya…” pekik seorang gadis sembari membawa semangkuk ramyeon kesukaannya dan menundukkan dirinya di sebuah sofa. Menyalakan televisi juga memasangkan headset yang tersambung dengan ipod-nya. Hyun Hwa yang berada di kamarnya mendengus kesal. Pekerjaannya diganggu kembali oleh saudara sepupunya. Ia pun menghampiri Ye Ra. Menepuk dahinya pelan ketika melihat sepupunya itu kembali melakukan beberapa aktivitas dalam satu waktu. Hyun Hwa kadang berpikir aneh sendiri, kenapa dia bisa mempunyai sepupu aneh macam Choi Ye Ra?? Anak dari Choi Ki Ho yang juga adik dari ayahnya Choi Jin Young.

“Ckckck, sepertinya virus kekasih anehmu itu menular padamu Ye Ra-ya…” cibir Hyun Hwa membuat Ye Ra menghentikan suapan terakhirnya. Mendelik pada Hyun Hwa.

“Apa maksudmu??” Hyn Hwa menggedigan bahu. Jelas sekali gadis itu bermaksud menggoda Ye Ra. Ye Ra mendesis kesal. Namun, tak ayal tetap memfokusan kembali pada acara drama yang ia tonton.

“Bagaimana kau bisa mendengar mereka berbicara jika telingamu tersumbat, huh??” protes Hyun Hwa sembari melepaskan headset yang dipakai Ye Ra.

“Yak!! Babo! Aku menyuruhmu kemari bukan untuk merecokiku!! Tapi untuk memberikan gantungan teddy ini!!” Ye Ra memberikan gantungan itu yang disambut bingung oleh Hyun Hwa.

Mengerti apa tatapan dari Hyun Hwa, Ye Ra segera menjelaskan duduk perkaranya.

“Hyun Hwa-ya, sebenarnya ini milikmu. Ini kutemukan saat appa menolongmu dari tabrakan mobil yang kau dan keluargamu alami. Benda ini sepertinya sangat penting bagimu, karena saat itu kau menggenggamnya erat.” Hyun Hwa memutar kembali otaknya untuk mencerna ucapan Ye Ra. Dirinya pernah mengalami kecelakaan?? Kenapa ia tidak mengingatnya??

“Kau mengalami amnesia sebagian, jadi kau tak akan ingat pa yang telah terjadi padamu, Hyunnie..” tukas Ye Ra saat menyadari Hyun Hwa berpikir keras.

“Kurasa begitu..” sahut Hyun Hwa dan beranjak meninggalkan Ye Ra yang menghela.

=============================

Hyun Hwa menggeliatkan badannya saat menyadari sinar matahari yang menembus kamarnya yang bernuansa pink itu. Mengerjap-ngerjapkan matanya dan kemudian membulatkan sempurna matanya saat melihat benda bulat yang bertengger di dinding kamarnya. Ia terlambat untuk berangkat ke kampus. Segera saja gadis itu bergegas ke kamar mandi. Menyiram seluruh tubuhnya dengan kilat. Dan keluar lagi ke kamar menuju lemari pakaiannya. Ia begitu bersyukur pada pamannya itu yang telah memeberikan sebuah kamar yang lengkap dengan kamar mandi sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk ke kamar mandi yang terletak di lantai 1.

Hyun Hwa juga merutuki sepupunya yang tidak membangunkannya. Sungguh sial mempunyai sepupu Choi Ye Ra. Yang kadar kejahilannya tidak melihat waktu dan tempat.

Hyun Hwa juga segera keluar kamar berniat memarahi Ye Ra. Bagaimanapun juga ia lebih tua satu bulan dari Ye Ra. Tidak seharusnya Ye Ra menjahilinya terus menerus.

“Ra-ya…neo eodisseo??” pekik Hyun Hwa sembari menuju ke ruang makan. Terlihat di ruangan itu Ye Ra yang berpenampilan seperti biasa. Kasual. Sedang mengunyah roti selai coklat kesukaannya. Hyun Hwa menyeringai, ia berjalan pelan-pelan, sebelumnya melepas high heels-nya agar tidak menimbulkan suara mendekati Ye Ra. Kemudian gadis itu merenggut roti yang akan masuk ke mulut Ye Ra. Ye Ra menoleh dan mendelik saat didapati Hyun Hwa menggigit sebagian rotinya itu.

“Yak!!! Kembalikan!!” pekik Ye Ra sembari mencubit pipi Hyun Hwa. Hyun Hwa meringis kesakitan dan menjitak kepala Ye Ra.

“Sakit babo!!!” dengus Hyun Hwa. Ye Ra mencibir kemudian tertawa dan segera berlari ke pintu saat bel rumahnya berbunyi. Baginya sungguh menyenangkan menjahili saudara sepupunya itu. Sepupu yang sangat ia sayangi.

“Aahhh…sepertinya itu Jong Woon oppa…” pekik Ye Ra senang.

“Hai opp…” Ye Ra mematung. Bukan Jong Woon – kekasihnya – yang datang, melainkan seseorang yang membuatnya kesal kemarin.

“Neo!!” ucap mereka berbarengan. Ye Ra mendengus dan hendak menutup pintu itu sampai Hyun Hwa melarangnya.

“Yak!! Ra-ya, jangan!! Itu Lee Donghae!! Pria yang sering kuceritakan.” Ye Ra melongo tak percaya. Penilaiannya pada pria itu yang semula baik menurut cerita dari Hyun Hwa mendadak menghapusnya menjadi pria mata keranjang setelah kejadian kemarin. Donghae pun tak kalah tidak percayanya. Gadis yang ia cari ternyata adalah saudara dari Hyun Hwa. Kekasihnya sendiri.

“Wah..sepertinya kalian sudah saling kenal??” Ye Ra menggelengkan kepalanya. Lantas ia pergi meninggalkan Hyun Hwa dan Donghae. Bersyukur Kim Jong Woon kekasihnya itu tiba pada waktu yang tepat.

Donghae menoleh ke belakang ketika mendengar deru mesin mobil. Membawa ‘gadis’nya pergi.

“Itu siapa??” tanya Donghae. Ada perasaan cemburu yang menjalar ketika sempat melihat Ye Ra dipeluk oleh pria lain. Sesak dan kesal.

“Ohh..itu Jong Woon oppa. Namjachingu dari Choi Ye Ra. Sepupuku..” ujar Hyun Hwa tanpa rasa curiga. Donghae tersenyum kecut ketika tahu gadis kecilnya itu sudah mempunyai kekasih. Bukankah dulu ia pernah berjanji kalau dirinya tetap akan menjadi chagi-ya dari Lee Donghae?? Bukan untuk pria lain??

“Oppa…waeyo??” Donghae menggeleng lemah lantas  memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Hyun Hwa. Ia tergelak melihat wajah Hyun Hwa. Pria itu baru menyadarinya. Bodoh!!

“Wajahmu…dengannya hampir mirip.” Hyun Hwa terkekeh mendengar pernyataan polos dari kekasihnya itu. Kemudian ia mengiyakan kalau wajahnya dengan wajah Ye Ra memang hampir mirip. Bagaimana tidak mirip jika mereka memang sudah tinggal bersama selama bertahun-tahun. Sepasang kekasih saja jika sudah lama mengikat hubungan, cepat atau lambat akan memiliki rupa yang hampir sama. Itu semua terjadi karena kecocokan juga karena rasa cinta yang dimiliki satu sama lain. Begitupun dengan Ye Ra dan Hyun Hwa, mereka mempunyai wajah yang hampir mirip dengan tingkah yang berbeda.

Wajah mereka yang hampir mirip tanpa celah membuat sebagian besar teman di kampusnya sedikit terkecoh jika Hyun Hwa dan Ye Ra berjalan beriringan. Hanya saja karena sifat dan fakultas yang mereka ambil menjadikan teman-temannya sebagai alat pembeda.

Hyun Hwa yang memilih Fakultas Sastra Korea memiliki sifat feminim, lemah lembut dan sangat peka pada seekitaar. Sifatnya itu membuatnya lebih banyak yang mengagumi berbanding terbalik dengan Ye Ra yang menyukai dunia bisnis serta berpenampilan cuek sehingga tak ada satu pria pun yang mau mendekatinya kecuali Jong Woon yang kini sudah resmi menjadi kekasih dari Ye Ra.

‘Jangan menilai buku dari sampulnya. Jika kau ingin tahu isinya kau harus membaca dan memahaminya terlebih dahulu. Lagipula bukankah cinta tidak butuh alasan dan tidak memandang dia siapa?? Aku mencintai Ye Ra karena hatiku yang memilihnya BUKAN mataku yang terpaut akan kecantikannya’ itulah kata ampuh yang sering diucapkan Jong Woon ketika dia ditanya ‘kenapa memilih Ye Ra dan bukan Hyun Hwa saja??’

“Karena kami memang saudara, oppa..” Donghae melongo kemudian menyeringai. Bukankah itu bagus?? Ia jadi lebih bisa bertemu dengan Ye Ra melalui alasan bermain ke Hyun Hwa.

==============================

Jika ketakutan itu menghampiriku…

Aku tak akan bisa berlari…

Bagaimana mungkin aku berlari jika kau ada di sampingku??

Kau adalah segalanya untukku…

 

(Choi Ye Ra)

 

Jong Woon menggenggam erat tangan Ye Ra. Menautkan jemari-jemari gadis itu ke sela-sela jemarinya. Tangan mereka yang sama-sama kecil membuat mereka begitu nyaman. Jong Woon terus berjalan pelan mengimbangi langkah gadisnya itu menyeringai manakala menemukan ide yang mungkin akan membuat Ye Ra berteriak. Mereka terus berjalan di kawasan Myeondeong. Kawasan yang selalu menjadi tujuan utama bagi para wisatawan.

“Chagi-ya, oppa minta kau pejamkan matamu…” Ye Ra mengernyit namun melaksanakan perintah kekasihnya itu. Jong Woon tersenyum melihat usahanya berhasil, kemudian pria itu menuntun Ye Ra menuju ke sebuah toko. Mengulurkan tangan Ye Ra ke sebuah benda berbulu. Ye Ra mengernyit, namun tetap memejamkan matanya.

“Sekarang buka matamu dan lihat apa yang kau sentuh.” Ye Ra mulai membuka matanya. Membiaskan penglihatannya yang sejenak buram karena matanya yang sempat terpejam. Alangkah terkejutnya gadis itu ketika ia melihat seekor anjing yang berlutut tepat di kakinya. Gadis itu reflek memeluk Jong Woon dan menyentak-nyentakkan kakinya ketakutan. Jong Woon tetawa terbahak-bahak melihat gadisnya ketakutan sehingga hampir menangis. Ye Ra mendengus lantas menjitak kepala besar kekasihnya itu.

“Yak!! Appo!!” Jong Woon mengelus-elus kepalanya dan berlari mengejar Ye Ra yang menjulurkan lidahnya. Tak jauh dari tempat mereka berada, seorang pria menatap mereka dengan sorotan mata terluka. Tersenyum kecut dan ada dua bulir air mata menghias di kedua pipinya.

“Chagi-ya…” lirih pria itu.

==========================

A Few day latter

 

Kyunghee University, September 8th, 2012

 

 

 

Perasaan sesak itu menyeruak…

Membuat perih mataku…

Ini pertama kali aku menangis…

Ini pertama kali aku merasakan ketakutan…

Takut kau meninggalkanku…

Takut akan cintamu yang pergi mencampakkanku…

 

 

(Kim Jong Woon)

 

Hyun Hwa berjalan terburu-buru di koridor kampusnya. Ia terlambat lagi. Padahal ia sudah menyalakan jam weker di angka 6. Sialnya jam weker itu mati dan membuatnya kembali tergesa-gesa. Mata Hyun Hwa mendadak perih dan panas ketika melihat adegan yang menusuk hatinya. Ia meremas dadanya. Sesak. Dan tanpa ia sadari ia menangis. Terduduk bersimpuh dan menjatuhkan barang-barangnya. Ia melihat kekasihnya itu yang sedang mencium sepupunya Choi Ye Ra. Sungguh sangat sesak ditusuk dari belakang oleh Ye Ra.

Bukankah gadis itu tahu jika dirinya begitu mencintai Donghae? Bukankah gadis itu tahu jika dirinya menunggu Donghae membalas perasaan sepenuh cinta pada dirinya. Bukankah gadis itu juga sudah menemukan cintanya, Kim Jong Woon? Bukankah mereka saling mencintai?? Tapi kenapa Ye Ra dengan teganya menyakiti dirinya?? Hyun Hwa tidak tahan lagi. Ia berusaha berdiri, menopang tubuhnya dengan lututnya yang melemas. Dengan deraian air mata, gadis itu memutar tubuhnya dan tergelak ketika seorang pria yang juga sama sesaknya melihat apa yang dilakukan Donghae dan Ye Ra. Pria itu juga tanpa ia sadari menangis dalam diam. Kim Jong Woon. Sungguh nasib sial apa yang dialami mereka sehingga mereka melihat dua orang yang mereka cintai berciuman.

Jong Woon menatap tanpa ekspresi Hyun Hwa, kemudian ia memutar tubuhnya meninggalkan tempat itu. Hyun Hwa mengerti apa yang Jong Woon rasa. Ia tidak protes ketika Jong Woon tidak menyapanya. Hei, lagipula siapa yang akan menyapa seseorang jika hatinya merasakan perih?? Siapa yang akan menyapa seseorang  jika dirinya terluka??

***

 

 

 

Ye Ra menampar pipi Donghae ketika ia bersusah payah melepaskan tautan bibir Donghae dari bibirnya. Donghae meringis kesakitan. Dari sudut mata Ye Ra gadis itu melihat siluet tubuh Jong Woon. Ye Ra menangis. Ia mengkhianati Jong Woon. Ia mengkhianati cintanya. Ia merutuki ulah Donghae yang menciumnya tiba-tiba dengan penuh emosi dan seperti ada rasa kecemburuan yang menyelimuti priaa itu. Kemudian gadis itu menatap tajam Donghae. Donghae terkejut melihat tatapan itu, ada rasa bersalah pada dirinya. Gadisnya menangis dan terluka karena perbuatannya. Ye Ra tidak lagi berlama-lama di hadapan pria itu. Ia segera berlari mengejar Jong Woon.

“Chagi-ya…” Donghae berteriak memanggil Ye Ra yang diacuhkan gadis itu. Ia menjambak rambutnya. Frustasi. Kenapa dirinya begitu gegabah? Ia memang cemburu melihat kedekatan Jong Woon dan Ye Ra. Logikanya menyuruh pria itu untuk tidak terus menahan  rasa cemburunya itu. Ia benar-benar ceroboh. Donghae hendak berjalan pergi ketika melihat Hyun Hwa berjalan menunduk melewatinya.

“Hyun Hwa-ya…” Donghae berusaha memanggil Hyun Hwa, tapi gadis itu tetap berjalan. Seolah tidak mendengar jika namanya dipanggil. Donghae pun mencengkram lengan Hyun Hwa agar gadis itu mau berhenti.

“Mianhae…” lirihnya. Ia tahu betul kalau dirinya sudah menyakiti Hyun Hwa. Maka dari itu, ia berencana untuk mengakhiri hubungannya dengan Hyun Hwa. Hyun Hwa tersenyum. Memaksakan hatinya untuk tersenyum.

‘Gwenchana… anggap aku tidak melihatnya.” Hyun Hwa melepaskan pelan tangan Donghae. Ia berjalan dan terhenti manakala mendengar kalimat yang terucap dari mulut Donghae.

“Gadis kecil itu Ye Ra. Aku sudah menemukannya. Ia memiliki sebuah gantungan pengantin pria boneka teddy. Sungguh aku tidak tahu, jika aku tahu itu dari awal…”

“Kau tak akan menjadikanku sebagai kekasihmu? Anni…menjadikanku sebagai pelarian cintamu saja??” sela Hyun Hwa dengan suara sedikit serak tercampur tangisan. “Mianhae….”

Hyun Hwa menggeleng. “Tak perlu. Kau tidak salah. Aku yang salah dengan bodohnya mencintaimu. Dengan bodohnya aku menunggu balasan dari cintamu. Kejarlah cinntamu. Aku akan berusaha merelakanmu. Bagiku kau yang pertama dan terakhir.” Donghae terhenyak mendengar penuturan dari Hyun Hwa. Ia benar-bemar merasa bersalah pada gadis itu.

======================

Ye Ra berjalan lunglai menuju kamarnya. Ia tidak bisa menemui Jong Woon. Pria itu seolah menjauhinya. Sungguh tak ada hasrat satupun untuk melukai pria yang sangat dicintainya itu. Bagaimana bisa ia menyakiti cintanya sendiri??

Mata Ye Ra menangkap sosok gadis yang tengah duduk di ayunan belakang rumahnya. Ia semakin merasa bersalah. Bersalah?? Bukankah ia juga korban???

***

 

 

 

Inikah cinta??

Begitu indah dan menyakitkan??

Inikah cinta??

Menangis tanpa henti??

Sungguh…

Aku tidak ingin menangis…

Sungguh…

Tak bisakah ini hanya mimpi??

 

 

(Choi Hyun Hwa)

 

 

 

Hyun Hwa melangkah menuju sebuah ayunan belaakang rumahnya. Rumah yang diberikan oleh Choi Ki Ho untuknya tinggali bersama Ye Ra ketika Ki Ho pergi berbisnis di Jepang. Mata gadis itu sembab dengan penampilan acakan. Hyun Hwa menatap kosong objek-objek di depannya. Terbayang kembali saat ia pertama bertemu dengan Donghae di Kyunghee. Pertama kali ia merasakan debaran yang berbeda. Pertma kali ia melihat wajah Donghae yang sebenarnya sudah ada dalam mimpinya. Tidak bisakah ini hanya mimpi buruk??

“Eonni…” panggil Ye Ra dengan suara sedikit bergetar. Ini pertama kalinya gadis itu memanggil Hyun Hwa ‘eonni’. Usia yang hanya terpaut 1 bulan membuat Hyun Hwa menyuruh Ye Ra untuk tidak memanggilnya eonni. Hyun Hwa menoleh dan membuang muka kembali. Ye Ra berlari memeluknya. Dan terisak

“Mianhae eonni…”  Hyun Hwa melepaskan pelukan Ye Ra dan meninggalkan Ye Ra begitu saja. Ia belum menata hatinya kembali.. ini terlalu sulit untuk dimaafkan. Ye Ra tergelak. Sungguh ini terlalu perih daripada diperlakukan seperti itu oleh Jong Woon.

***

 

Di dalam kamar, Hyun Hwa terisak hebat. Ia mengacak-acak kamarnya. Ia sendiri bingung. Apa yang harus ia perbuat?? Sebelah sisinya mengatakan kalau ia memaafkan Ye Ra, sebelahnya lagi menahannya. Ia tidak peduli lagi tentang Lee Donghae. Ye Ra adalah keluarga satu-satunya, bagaimana bisa ia membenci gadis itu?? Ia memang mencintai Donghae, tapi ia juga begitu mencintai Ye Ra

Hyun Hwa mengumpulkan semua benda-benda yang pernah diterimanya dari Donghae. Ia berniat untuk melupakan Donghae saja. Saat hendak membuka laci mejanya, Hyun Hwa terhenti manakala matanya menangkap sebuah benda yang membuat kepalanya tiba-tiba sakit. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya. Gadis itu merasakan sakit itu, tapi  jauh sebelum ia tahu cerita dari Ye Ra. Ada beberapa sekelabat bayangan yang hinggap di memory otaknya. Hyun Hwa memegang kepalanya, berdiri tidak seimbang sehingga tak sengaja tangannya menyenggol sebuah gelas yang tergelatak di meja sisi bed-nya.

Ye Ra yang memang hendak menuju ke kamarnya yang berada di samping kamar Hyun Hwa mendadak berhenti dan segera berlari ke kamar Hyun Hwa ketika mendengar suara gelas yang jatuh. Mata Ye Ra membulat ketika melihat Hyun Hwa sudah tak sadaarkan diri. Gadis itu segera menghubungi Donghae dan meminta bantuan beberapa pekerja di rumahnya. Membawa Hyun Hwa ke rumah sakit.

===========================

Ye Ra berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan ICU. Hatinya benar-benar cemas. Sempat terpikir olehnya kalau Hyun Hwa hendak melakukan aksi bunuh diri.==’

Kedua kuku dari ibu jari ia tautkan bersama dan kadang-kadang ia mengigitnya. Hatinya benar-benar resah. Jong Woon yang saat itu hendak berbicara dengan Ye Ra mendadak ikut khawatir ketika dari dalam mendengar suara teriakan kekasihnya.

Jong Woon memeluk Ye Ra, berusaha menenangkannya. Ia juga berusaha mengenyampingkan sakitnya untuk menenangkan kekasihnya yang sedikit terguncang.

“Hyun Hwa pasti akan baik-baik saja…” Ye Ra semakin terisak di pelukan Jong Woon. Gadis itu bingung, sungguh bingung. Oa tak tahu harus bagaimana.

“Keluarga Nona Choi??” tanya seorang pria paruh baya yang memakai jas serba putih mengagetkan Ye Ra dan Jong Woon. Ye Ra mengangguk dan menghampiri dokter itu.

“Nona Choi tidak apa-apa. Hanya saja…apa dulu ia pernah mengalami kecelakaan??” Ye Ra tetap mengangguk.

“Lalu bagaimana dok??” tanya Donghae tiba-tiba. Biar bagaimanapun juga ada terselip rasa khawatir pada dirinya.

“Syaraf yang terjepit di otaknya kemungkinan kembali pulih dan kemungkinan amnesia yang dideritanya juga akan sembuh.” Donghae tergelak. Amnesia?? Bukankah Hyun Hwa baik-baik saja??

“Oh ya..apa ada yang bernama Dongdong??” Donghae menoleh terkejut. Itu namanya. Nama kecilnya. Hanya ia dan gadis yang bernanama princess saja yang tahu.

I Write A Letter For You (My Story About You…..)

Oppa…

Kenapa Tuhan menciptakanmu???

Kenapa Tuhan membiarkan takdirmu mengobrak-abrik hatiku???

Yesung oppa….

Aku… apa pantas jika aku berkata aku mencintaimu???

Apa itu terlalu semu??

5 bulan aku merasakan sakit karena cinta, sampai aku mengenalmu pun aku belum bisa menarik diriku dalam keterlukaan karena cinta itu.

Oppa…

Mianhae, jeongmal mianhae jika aku tidak peka…

Aku tidak peka pada perasaanku ini…

Oppa…

Ada yang bilang padaku kalau aku iri padanya…

Kau tahu?? Aku lebih baik dibilang labil, egois atau semacamnya daripada dibilang iri.

Kau tahu kata iri itu sungguh menyakitiku!!

Sepertinya lebih baik aku mundur saja daripada harus dibilang iri pada kemampuan orang lain.

Aku bukan orang yang seperti itu. Sungguh!!!

Oppa…

Dan kau tahu??

Kata itu membuatku menangis selama dua hari.

Selama itu pula penyakit sialan ini terus mengerogotiku.

Disaat aku sudah hidup tenang tanpa sakit sial ini.

Aku menangis oppa…

Menyedihkan bukan??

Lebih menyedihkan lagi aku dibilang iri karena aku tidak bisa mengekspresikan cintaku padamu.

Kenapa jika aku tidak bisa, aku merasakan sakit ini?? Merasakan peraasaan senang ini??

Aku memang tidak bisa bagaimana cara pengaplikasiannya.

Dia bisa dengan mudah melukiskan cintanya pada sebuah cerita…

Pada sebuah foto dan lain sebagainya.

Aku??

Butuh beberapa waktu untuk mengekspresikannya.

Aku bukan orang yang dengan mudah mengekspresikannya dengan berbagai cara.

Tetapi sungguh jika ada dirimu dihadapanku aku akan mengungkapkannya dengan tingkah yang nyata.

Payah kan oppa??

Menyedihkan bukan???

Alasan sebenarnya, aku ingin menamengi diriku untuk kemungkinan yang terburuk. Aku sadar kalau kau itu tidak bisa kujamah.

Oppa…

Pertama aku mengenal Super Junior itu…

Dari suaramu yang menggetaarkan hatiku.

Kemudian….

Dari mataku yang hanya terfokus pada sosok dirimu ketika sahabatku mengenalkan seluruh member.

Aku tertarik padamu…

Tuhan….

Apa yang sebenarnya kurasa padamu??

Sungguh banyak hal yang ingin aku tulis tentangmu

Tapi itu sulit..

Apa itu harus dibilang iri??

Aku tahu dengaan pasti kesalahanku.

Aku tahu itu…

Tapi, kenapa mereka tidak membiarkanku untuk menatanya sendiri??

Membiarkanku memperbaiki semuanya sendiri???

Ucapan mereka sungguh menyakitiku.

Tapi aku juga tidak bisa menyalahkan mereka.

Dia…

Awalnya aku berpikir dia itu lemah…

Ya… lemah.

Aku bahkan sampai tidak tega untuk menyakitinya.

Anni..sebenarnya aku tidak bisa menyakiti siapapun.

Tapi entahlah kemarin aku juga tidak tahu aku siapa??

Setelah aku bisa mengontrol emosiku..

Aku bahkan sampai berucap lagi.

“Dia itu lebih rapuh daripada aku…

Biarkan aku yang merasakannya…(sakit ini)

Mungkin ini terbilang aku….”

 

Itu kalimat yang ingin aku tegaskan padanya.

Sungguh, aku tidak ingin dia merasakan sakit yang lebih daripada ini.

Aku menyayanginya…

Oppa…

Maafkan jika karena aku, CLOUDS-MU berkurang..

Aku ingin menghilang…

Menghilang darimu…

Ada seseorang yang berkata padaku

“Jangan membuat Clouds mengingat namamu sebagai fans yang tiddak baik..”

 

MENYAKITKAN oppa…

Obsesi?? Apa aku seperti itu??

Aku TIDAK SAYANG padamu!!! Aku HANYA OBSESI padamu!!!

Sumpah Demi Tuhan…

Kata-kata itu menamparku.

Aku tidak sekuat itu oppa…

Tapi aku juga tidak ingin membuat orang mengenalku karena kasihan padaku.

Aku tidak ingin dianggap lemah walau sebenarnya aku…

Mianhae oppa…

Jeongmal mianhae…

Aku mencoba berhenti di takdirku ini.

Aku ingin mencari takdirku yang lain.

Hahaha aku menulis ini sampai membuat basah tombol keyboard.

Saranghae Kim Jong Woon

Saranghae…

Jeongmalyo saranghanda… :’)

FF|| Lovely Day || OneShoot ||

Tittle                                    : Lovely Day

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Nurul FatikhahSaranghaeJinyong

 

Blog                                       : http://ImELFChoiYera.wordpress.com

Genre                                  : AU! Gaje, romance

 

Lenght                                : OneShoot

 

Words                                 : 5,595

 

Cast                                     : Kim Yesung; Choi Yera

 

Support Cast                      : All Member Super Junior; Jung Hyun Jin; Jung Young Hwa; Jung Ill Woo; Family of Yesung

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-6, All Cast milik Tuhan YME,  DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

Dedicated                              : My Oxygen Kim Jong Woon

 

 

 

Gwangjin, August 22nd, 2012

08.00 PM KST

 

 

Di sebuah rumah bergaya klasik terlihat seorang gadis berbalut gaun malam pendek  berwana putih dengan rambut sedikit disanggul membuatnya terlihat cantik ditambah lagi dengan pantulan cahaya lampu yang berada di ruangan itu. Yera – nama gadis itu – berjalan mondar-mandir tanpa arah di depan sebuah pintu di dalam rumahnya. Jari-jarinya diadu-adukan dan terkadang kuku-kuku tangannya tak jarang ia gigit. Raut wajahnya resah. Duduk dan berdiri lagi. Pandangannya ia arahkan keluar jendela. Menunggu. Mendesis kesal, tak ayal menghentakan kaki. Gadis itu marah, kesal dan khawatir menjadi satu. Menghembuskan napas kesal dan menatap bingkai yang terpasang rapi di ruang tamu itu. Foto pernikahannya dengan Kim Jong Woon atau lebih dikenal dengan Yesung Super Junior 6 bulan yang lalu.

“Jinjja!! Kim  Jong Woon!! Senang sekali kau membuatku khawatir??!!!” pekik Yera sembari mengetuk-ngetukkan tangannya di kaca bingkai itu.

1 jam yang lalu Yesung memberi kabar bahwa dirinya akan pulang cepat dari jadwalnya hanya ingin menemui Yera – istri tercintanya – dan berniat untuk makan malam bersama di sebuah restaurant.  Dan selama itu pula Yera terus menunggu kedatangan suaminya itu. Ia mengerti jika ada jadwal mendadak sehingga Yesung tidak bisa tepat waktu, tapi ini aneh. Yesung tak sekalipun memberi kabar apapun padanya dan itu membuat hatinya resah.

Gadis itu juga sempat menghubungi kakaknya – Choi Siwon Super Junior – untuk menanyakan keberadaan sang suami. Tetapi jawaban yang dilontarkan Siwon justru menambah kekhawatirannya. Siwon mengatakan kalau semenjak 1 jam yang lalu hyung-nya itu sudah pulang duluan.

——

Gwangjin, Star Café

August, 22nd 2012

09.00 PM KST

 

 

Yesung mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja sembari menunggu gadis di hadapannya ini berbicara. Hatinya resah. Ini sudah 1 jam lamanya ia dan gadis itu duduk di sebuah meja café.

“Kalau tidak ada yang kau bicarakan, aku pergi!!” ujar Yesung tegas sembari berdiri. Gadis di depannya tetap diam dan bereaksi ketika Yesung berjalan meninggalkannya.

“Chakkaman!!” Yesung berhenti, tetapi tidak menoleh. Gadis tadi langsung memeluk Yesung dari belakang.

“Jangan tinggalkan aku lagi oppa…” gadis itu mulai terisak. Yesung memejamkan matanya dan melepaskan tangan gadis itu yang melingkar erat di pinggang Yesung.

“Mianhae, kisah kita telah usai. Dan kau tahu aku sudah mempunyai seorang istri yang sangat aku cintai. Kuharap kau mengerti, Hyun Jin-ah. Akan ada lelaki yang lebih baik dariku.” Hyun Jin – nama gadis itu – tetap bersikukuh memeluk Yesung. Yesung yang sudah merasa kalau perlakuannya menimbulkan pandangan negatif dari beberapa pengunjung yang lain memutar tubuhnya dan memegang bahu Hyun Jin.

“Lihat aku!!” perintah Yesung ketika melihat Hyun Jin yang menunduk.

“Haaahhhh,” lenguhnya panjang dan segera menarik tangan gadis itu mengajaknya keluar dari café tersebut.

***

 

 

 

“Apa yang kau inginkan??” Tanya Yesung tajam ketika mereka sampai di dalam mobil Yesung. Hyun Jin bergeming. Ia menggigit keras bibir bawahnya. Yesung sebal ketika melihat arloji-nya menunjuk pukul 10.00 PM.

“Pasti Yera menungguku!! Astagaa.. bahkan ini sudah hampir 2 jam!!!” gumamnya, tetapi tetap fokus pada gadis di sampingnya.

“Akan aku antarkan kau pulang.” Yesung segera menstarter mobilnya menuju kediaman Jung Hyun Jin, wanita yang pernah singgah di hatinya 5 tahun yang lalu. Dan mereka menyudahi hubungan mereka ketika Hyun Jin tidak sanggup lagi menjadi seorang kekasih dari salah satu member boyband terkenal seperti Super Junior padahal jelas-jelas gadis itu berada di lingkungan keluarga yang berkecimpung di dunia hiburan. Sang kakak Jung Ill Woo dan Jung Yong Hwa adalah seorang actor dan vokalis dari group band CN Blue yang sama terkenalnya dengan Super Junior.

Yesung yang saat itu dilanda patah hati mampu melupakan cintanya itu ketika berkenalan dengan sosok dongsaeng dari Choi Siwon. Sosok yang keras kepala, manja, cuek, tetapi sering heboh dan bisa menjadi sangat pendiam. Berbanding 180◦ dengan sifat Siwon. Dan sosok itu yang membuatnya bertekuk lutut dan mencintainya dengan sepenuh hati sehingga dengan sendirinya sosok Hyun Jin pudar di hatinya. Kebisuan Hyun Jin semakin menambah kekesalan pada diri Yesung.

“Benar, tak ada yang ingin kau bicarakan?? Aku akan menghubungi oppa-mu agar ia mau menjemputmu. Aku tidak ingin jika is– “

“Jika istrimu marah, huh?? Istri?? Seharusnya aku yang menjadi istrimu!! Bukan gadis itu!!” pekik Hyun Jin membuat Yesung tergelak karena ini pertama kalinya ia melihat Hyun Jin seperti ini. Dalam setiap katanya seperti terlukis kebencian pada Yera.

“Jika yang kau maksud Choi Yera, apa dirimu sendiri sudah pantas menjadi seorang istri??” Hyun Jin menatap nanar Yesung. Perkataan pria itu membuat hatinya teriris. Ia tahu betul kalau keputusannya 5 tahun yang lalu adalah keputusan yang sangat bodoh.

“Maafkan atas keputusanku 5 tahun yang lalu.” Yesung tersenyum kecut.

“Aku sudah memaafkanmu sejak dulu. Kalau itu yang kau khawatirkan, kau tak perlu pikirkan. Aku sudah mengirim pesan pada Ill Woo untuk menjemputmu. Atau bahkan yang datang menjemputmu Yong Hwa. Aku akan menemanimu di sini sampai mereka datang,” ucapnya datar ketika menghentikan laju mobilnya di sebuah halte. Selang beberapa menit sebuah Porsche hitam  mendekati mereka. Keluarlah seorang pria berbadan cukup sedang memakai t-shirt berwarna orange dengan penyamaran lengkap mengingat pria itu termasuk salah satu actor ternama di Korea.

“Hyun Jin-ah..” sapa Ill Woo membuat mereka berbarengan menoleh pada Ill Woo.

“Annyeong haseyo, hyung..” sapa Ill Woo pada Yesung sembari membungkukkan badannya. Yesung pun membalas sapaan Ill Woo dengan senyuman.

“Baiklah Hyun Jin-ah.. oppa-mu sudah datang menjemputmu, jadi aku harus pulang.” Hyun Jin tetap membisu dan semakin mendalam menunduk. Ill Woo yang tidak tahu apa-apa – di luar-konteks-mereka-sudah-putus – menatap dua orang di depannya ini dengan pandangan tidak mengerti. Ingin sekali ia bertanya apa yang terjadi pada dongsaeng kesayangannya ini, namun logika dan hatinya mensugestikan pada anggota tubuhnya untuk tetap diam.

Selepas kepergian Yesung, Hyun Jin terkulai lemas dan jatuh terduduk dengan deraian air mata. Ill Woo yang ada di samping gadis itu ikut berlutut dan segera menenggelamkan wajah Hyun Jin ke dada bidangnya. Kejadian itu rupanya masih tetap dilihat oleh Yesung dari kaca spion mobilnya.

“Mianhae Hyun Jin-ah.. tapi benar, cinta ini sudah tak ada lagi untukmu,” ujar Yesung sembari mempercepat laju mobilnya.

——

 

 

 

Yera yang lelah menunggu Yesung tanpa ia sadari matanya telah terpejam dan ia tertidur dengan memaanfaatkan tangannya untuk menyangga keplanya. Gadis itu tertidur di depan pintu rumahnya. 2 jam yang lalu gadis itu memutuskan untuk menunggu Yesung di depan pintu yang terhubung dengan pagar rumahnya. Yesung yang telah sampai di rumahnya terhenyak melihat penantian istrinya itu. Dengan hati-hati ia mendekati Yera, menggendong tubuh kecil itu dan membuka pintu rumahnya dengan kaki kanannya pelan agar ia tidak membuat Yera terbangun.

“Mianhae chagi-ya,” gumam Yesung setengah berbisik dan berjalan menuju kamar mereka yang terletak di lantai 2. Sesampainya di kamar yang bernuansa biru muda di tiap dinding kamarnya terpasang foto-foto dirinya dengan Yera sejak pertama bertemu, berpacaran sampai kehidupan rumah tangga 6 bulan yang lalu dengan zig-zag. Yesung meletakkan tubuh istrinya pelan-pelan dan berhenti sejenak saat menarik tangannya yang tertindih tubuh istrinya itu tatkala Yera menggeliat lantas menyelimuti sampai leher ketika sukses menarik tangannya tersebut. Yesung duduk sejenak di samping Yera. Menatap intens pahatan Tuhan yang paling indah pada wajah Yera. Oh… adakah kata selain kata indah untuk mengungkapkan perasaan Yesung saat ini?? Tangan Yesung terulur untuk menyibakkan poni istrinya lantas beranjak menuju lemari. Mengganti pakaiannya dengan piyama dan sekaligus mengambilkan piyama Yera untuk dipakaikannya pada gadis itu.

“Yeobo, kau sudah pulang??” Tanya Yera dengan suara sedikit parau sembari mengerjap-ngerjapkan matanya. Yesung yang sedang memakai piyamanya tersentak dan langsung menoleh pada istrinya.

“Kau kenapa bangun chagi??” Yesung menghampiri Yera dan membelai rambutnya.

“Kau sudah makan??” Yera tidak mengindahkan pertanyaan Yesung dan berbalik bertanya pada suaminya itu. Yesung menggeleng sembari tersenyum berusaha mengatakan pada Yera kalau ‘sudah, kembalilah tidur’.

“Akan kubuatkan makanan.” Yera menyibakkan selimutnya. Berdiri dan berjalan dengan sedikit sempoyongan. Sedikit terlupa kekesalan dan kekhawatirannya tentang keadaan dan ketiada kabar dari Yesung atau mungkin karena alam bawah sadarnya mengontrol emosinya agar tidak meledak. Yesung yang sudah hafal kebiasaan Yera terkikik geli. Dipastikan jika Yera sudah sadar sepenuhnya ia akan mendapat berbagai amukan dari istrinya itu.

 

 

——-

 

 

 

Yera menatap tajam pria di hadapannya yang sedang dengan santainya memakan kimchi. Seolah tidak ingin terburu-buru untuk menghabisakan tiap gigitan kenikmatan makanan itu.

“Kau sudah makan??” Tanya Yesung mencoba mencairkan emosi Yera.

“Tidak bernapsu untuk makan!!! Tapi sedang bernapsu untuk makan orang!!!” ujar Yera dengan nada ketus dan Yesung hanya mengangguk, membulatkan mulutnya membentuk huruf ‘O’. Yera mendecak sebal. “bukannya minta maaf dan membujukku untuk makan. Ck!! Malah tidak memperdulikanku!!” batin Yera sebal.

“Jawab pertanyaanku Tuan Kim!! Kau kemana saja, huh?? Kenapa tidak memberiku kabar sama sekali?? Jikalaupun kau terlambat pulang dan ponselmu mati, setidaknya kau meminta Siwon oppa untuk meberitahuku kalau KAU BAIK-BAIK SAJA DAN JANGAN MENGKHAWATIRKANKU!!! Aku sangat mengkhawatirkanmu bodoh!! Tidak bisakah kau sekali saja membuat hatiku tidak mengkhawatirkanmu?? Aku menunggumu 2 jam!! Dan kau tahu bukan kalau aku tidak suka menunggu, tetapi demi suami tercintaku aku dengan sabar menunggumu!! Menunggumu di malam yang dingin ini!! Aku bukannya pamer padamu, tapi..arghh..kau menyebalkan!!!” cerocos Yera tanpa jeda dan hanya menarik satu kali napas. Yesung menatapnya tanpa ekspresi, tetapi jauh di libik hatinya ia merasa bersalah sangat bersalah membiarkan istrinya menunggu sedangkan dirinya menemui mantan kekasihnya tanpa memberitahukan terlebih dahulu pada Yera.

“Kau?? Sudah mengamuknya??” Yera terdiam. Ia tahu betul jika Yesung sudah berbicara seperti itu..itu tandanya kalau ia sangat lelah dan marah.

“Tadinya jika kau tidak mengamuk, oppa akan memberitahu satu hal yang penting.” Yera membulatkan matanya. Penasaran.

“Ahh…. Sebaiknya aku memberitahumu jika kau sudah tenang!!” ujarnya sembari beranak dan pergi ke wastafel hendak mencuci piringnya. Yera melongo, namun tak ayal mengekori Yesung dan merebut piring yang ada di tangan Yesung.

“Biar aku saja,” ujarnya lembut. Yesung tersenyum tipis. Inilah istrinya yang dengan cepat mengubah mood-nya.

“Kau istrihatlah. Kau lelah bukan??” Yera memegang dada Yesung ketika ia sudah mencuci piring. Yesung terenyuh. Ia teringat saat di mana dirinya bertemu dengan Hyun Jin di belakang Yera. Bukankah itu termasuk cirri-ciri dari selingkuh?? Yesung lantas memeluk Yera dan berbisik padanya.

“Mianhae…” Yera mengernyitkan dahinya namun tak urung untuk menganggukan kepalanya.

 

 

———–

 

 

Yera mengerjap-ngerjapkan matanya ketika merasakan pantulan cahaya matahari merasuki kamarnya. Ia menggeliatkan tubuhnya sebentar kemudian menatap lembut wajah sang suami yang masih tertidur pulas. Yera mengulurkan tangannya mencoba membelai pipi tirus suaminya itu, namun berhenti di udara ketika otak jahilnya bekerja. Dengan sangat hati-hati ia menyibakkan slimut dan turun dari bed-nya, berjalan beberapalangkah menuju sebuah meja dan membuka laci meja tersebut. Yera menyeringai manakala ia melihat sebuah benda yang ia cari. Sebuah camera digital. Ia pun kembalike samping Yesung. Tersenyum licik dan ia arahkan kamera tersebut tepat di hadapan Yesung.

“Jika Jong Jin tidak bisa membalaskan dendamnya padamu karena kau telah meng-upload foto dirinya ketika tertidur, maka aku yang akan merealisasikan dendam Jong Jin,” Yera terkikik geli dan hampir menekan tombol sampai sebuah tangan menariknya sehingga ia menindih Yesung.

“Apa yang kau lakukan, chagi.. eumh??” Tanya Yesung dengan mata masih sedikit terpejam. Yera mendengus karena usahanya masih saja gagal. Usaha yang entah sudah keberapa kalinya setelah mereka menikah. Entah ilmu apa yang dimiliki Yesung karena selalu tahu usahanya itu. Padahal jelas-jelas ia sengaja melakukan itu dengan rentang waktu yang tidak cukup sering.

“Menyebalkan!!” gerutu Yera sembari menarik dirinya dari tubuh Yesung. Merasa seperti itu, Yesung mengeratkan tangannya memeluk pinggang Yera. Membuat istrinya itu tidak bisa berkutik. Yera menggigit bibir bawahnya menahan degupan jantung yang berdetak kencang. Merutuki kadar ketampanan Yesung yang semakin hari semakin bertambah. Sehingga ia tidak tahu lagi bagaimana mensiasati dirinya ketika menemukan kejadian seperti ini.

“Kurasa aku sendiri satu-satunya istri yang jantungnya terus-terusan berdegup kencang ketika berhadapan dengan suaminya dengan jarak dekat seperti ini,” batin Yera merutuki dirinya sendiri. Yesung membuka matanya dan tersenyum menggoda padaYera membuat jantung Yera merosot. Ia bersumpah jika ada tempat untuk bisa mengganti jantungnya, ia akan mengganti jantungnya sekarang juga yang mungkin telah rusak karena setiap hari terus mendapatkan senyuman lembut, hangat dari Yesung tanpa terduga sebelumnya.

Menahan sepersekian detik napas  saat mendapatkan perhatian-perhatian dan perlakuan manis yang tidak seorang pun tahu seperti apa dari Yesung. Sungguh ia sendiri juga merutuki kerja anggota tubuhnya yang seolah tidak mendengarkan logikanya sehingga tanpa ia sadari ia memejamkan matanya ketika Yesung menarik dalam tengkuknya.

“Apa yang kau pikirkan Nyonya Choi??” bisik Yesung lembut sembari menghembuskan napasnya di telinga Year lantas mengerling mempermainkan. Merasa dirinya dipermainkan lagi oleh Yesung, Yera memelotot pada suaminya itu hendak memarahinya sampai Yesung membekap mulut Yera dengan bibirnya. Menciumnya sekilas.

“Morning kiss….” Ujar Yesung sembari beringsut ke kamar mandi memanfaatkan peluang ketika Yera yang masih mematung. Ia tahu jika dirinya masih berada di situ kemungkinan besar Yera akan menjambak rambutnya kesal.

“YAK!!! Kim Jong Woon!! Awas saja kau!!” pekik Yera ketika sudah tersadar membuat Yesung tertawa.

“Kau mematung sekitar 1 menit Nyonya Choi!! Ckckk!! Lama sekali tersadar oleh pesona seorang Kim Jong Woon!!” ucapnya dengan nada percaya diri. Yera mendesis sebal.

 

 

——–

 

 

“Apa yang ingin kau beritahukan padaku, yeobo…” ujar Yera sembari menyiapkan beberapa helai pakaian untuk Yesung yang sedang mengeringkan rambutnya. Yesung berhenti sejenak kemudian melanjutkan kembali kegiatannya tadi yang sempat tertunda.

“Tidak ada…” dustanya dengan nada dibuat sewajar mungkin. Yera merenggut dan melempar kasar kaus hitam kepada Yesung.

“Aku akan menyiapkan sarapan untukmu!!” dengusnya sembari berlalu ke dapur. Yesung tersenyum getir. “mianhae.. bukannya tidak ingin memberitahumu, tetapi waktunya belum tepat.”

 

 

 

***

 

 

Yera memperhatikan dengan penuh senyuman ketika Yesung memakan masakannya dengan lahap. Yesung yang tahu dirinya diperhatikan menghentikan suapannya dan menatap lekat pada sang istri. Seolah dari tatapannya berbicara ‘ada apa kau menatapku seperti itu??’ Yera hanya nyengir kuda.

“Hari ini oppa pulang cepat atau tidak??” Tanya Yera dengan maksud hati agar Yesung mengganti rencananya yang tadi malam tertunda bisa terealisasikan sekarang. Yesung bergeming sembari melihat arloji-nya.

“Kurasa oppa akan pulang cepat, waeyo??” Yera melongo dengan kata ‘kenapa’ yang dilontarkan Yesung dengan nada datar. Harapannya seolah musnah tanpa bekas. Yera tersenyum kecut lantas menggelengkan kepalanya sampai mereka mendengar sebuah bel dari pagar rumahnya. Yera dan Yesung sama-sama terkesiap dan saling melempar pandangan.

“Siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini?” pikir mereka berdua namun tak ayal bagi Yera untuk menuju ke pintu, menekan tombol guna membukakannya pintu. Setelah dikira sudah terbuka gadis itu langsung masuk tanpa melihat sekalipun pada sosok Yera, ia tetap masuk dan langsung berhambur ke pelukan Yesung yang saat itu sedang berjalan menuju kamarnya. Yera tersentak. Tenggorokannya tercekat. Tangan kanannya menutup mulutnya yang menganga. Hatinya mendesir panas melihat pemandangan di depannya itu. Pandangannya kabur karena air mata yang tiba-tiba menggenang di pelupuk matanya. Siapa yang tidak merasakan perih saat suaminya dipeluk oleh wanita lain di hadapannya sendiri?? Dan sang suami pun tak bereaksi sedikitpun!! Yera menahan napasnya mencoba menekan gemuruh emosi yang bertalu kencang di dadanya. Hatinya benar-benar tercabik.

“Yesung oppaa….” Panggil seorang gadis yang memakai setelan jeans dan sebuah tank top berwarna putih dirangkap sebuah cardigan berwarna ungu dipadu dengan high heels tinggi 5cm. Gadis itu nampak cantik dengan rambut yang diikat kuncir kuda sehingga menampilkan lehernya yang berwarna putih. Yesung yang tahu suara itu segera melepaskan cengkraman tangan Hyun Jin dari pinggangnya. Memutar tubuhnya, menatap tajam pada Hyun Jin dan beralih menatap lirih pada Yera berusaha memberitahukan dari tatapan itu kalau tidak ada hubungan apa-apa dengan gadis yang bernama Hyun Jin itu. Yera tidak kuat lagi ketika melihat Hyun Jin yang ia sendiri tahu siapa gadis itu sedang bergelayut manja di lengan Yesung.

Yera tahu siapa Hyun Jin karena saat sebelum Yesung menjadikannya kekasih, Yesung menceritakan semua kisah cintanya dengan Hyun Jin. Bermaksud agar tidak ada kebohongan diantara mereka. Yera berlari ke kamarnya dan terhenti manakala ucapan Hyun Jin membuatnya seperti tersambar petir.

“Oppa… kenapa kau meninggalkanku begitu saja tadi malam??” rengek Hyun Jin sembari menekankan kata ‘tadi malam’ dengan sengaja agar Yera mendengarnya. Yesung sendiri langsung menghempaskan tangan Hyun Jin dan berlari menyusul Yera yang semakin cepat berlari menaiki tangga dengan deraian air mata. Merasa usahanya berhasil, Hyun Jin tersenyum menyeringai dan langsung pergi meninggalkan rumah itu.

 

 

 

***

 

 

“Apa yang kau lakukan, huh??” Tanya Yesung dengan nada kesal ketika sampai di kamarnya dan mendapati sang istri tengah mengemasi barang-barangnya di sebuah kopor berwarna biru. Yera diam. Mengacuhkan semua ucapan dan pandangan tajam Yesung. Yesung geram. Ia mengeluarkan kembali pakaian Yera dan melemparnya ke sembarang arah. Mencengkram kuat behu istrinya itu. Memaksa Yera agar mau membalas tatapan dirinya. Yera pun menurutinya dan menatap dengan tatapan marah bercampur kecewa juga terluka.

“Aku akan jelaskan apa yang terjadi sebenarnya…” lirih Yesung dan melonggarkan cengkramannya. Yera menggeleng keras dan menghempaskan tangan Yesung. Sungguh ia merasa terkhianati oleh suaminya sendiri.

“Apa yang kau jelaskan, huh?!! Sudah jelas bukan tadi malam kalian berdua bertemu dan KAU TIDAK MEMBERITAHUKU!!! KAU ANGGAP AKU APA, HUH??!! SEORANG ISTRI YANG CUMA SEBAGAI STATUS SAJA??!! LEBIH BAIK KAU CERAIKAN AKU SAJA DAN KEMBALI PADANYA!!!” pekik Yera histeris dan mendudukkan dirinya dengan kasar.

“CHOI YERA SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN MELEPASKANMU WALAU KAU SENDIRI YANG MEMINTANYA!! AKU TETAP AKAN MENGIKATMU DALAM HATI INI!!! AKU MENCINTAIMU!!!” pekik Yesung dengan suara tak kalah keras. Yera menatap sinis wajah Yesung. Berdiri.

“Kau bilang apa?? Kau mencintaiku?? Cinta?? Jika kau mencintaiku tak seharusnya kau membohongiku!! Tak seharusnya kau mengkhianati ikatan suci ini!!!” ujarnya lembut yang justru terdengar sangat menusuk hati Yesung sembari mengelus pipi Yesung.

“Nyatanya apa?!! KAU BERSELINGKUH DENGANNYA KIM JONG WOON-ssi!!!” pekiknya sembari berlari dan menggebrak pintu kamarnya. Ia pergi tanpa membawa apa-apa. Ia pergi dengan rasa marah dan dengan deraian air mata. Ia pergi meninggalkan Yesung. Ia pergi meninggalkan cintanya yang menyalahkan dirinya sendiri. Ia pergi tanpa memaafkan suaminya. Yesung menatap lirih kepergian Yera dan menangis dalam diam.

 

 

———

 

 

Gwangjin-gu, Seoul

 August, 23rd 2012

11.00 PM KST

 

Yesung menatap gusar jam dinding di rumahnya. Sejak kejadian tadi pagi Yera tidak menghubunginya sama sekali sampai sekarang. Ia bahkan sudah mencari kemanapun istrinya itu. Ia yakin ada satu tempat yang belum ia datangi untuk mencari Yera. Rumah kediaman keluarga Choi. Rumah milik kedua orang tua Yera. Wajahnya yang sudah tirus menjadi lebih tirus karena sejak kepergian istrinya itu, tak ada satupun hasrat untuk makan.

“Aish!! Haruskah kau kabur ke rumah orang tuamu?? Tidak bisakah kita menyelesaikan masalah ini berdua saja??” gerutu Yesung,  namun tetap bergegas menuju parkiran mobilnya. Menstarter dan melaju cepat menuju kawasan Gangnam. Fokus Yesung terpecah manakala ponselnya berbunyi menandakan satu panggilan. Pria itu pun segera merogoh ponselnya yang ada di tas ransel yang tergeletak di samping kursi kemudi. Dapat. Yesung menatap kesal nama yang terpampang di ponselnya itu. Jung Hyun Jin. Lama Yesung menimbang dan akhirnya mengangkat sambungan telepon itu. Yesung tercekat saat suara di seberang sana yang ternyata Young Hwa memberitahukan sesuatu yang buruk padanya.

Hati Yesung semakin gusar. Ia memutuskan untuk menghubungi Siwon, memintanya untuk membantu mencari Yera. Dan yeah mau tidak mau menceritakan masalah yang terjadi. Masalah yang tak ingin seorang pun tahu termasuk keluarga sendiri. Ia berprinsip jika sudah berumah tangga dan melewati masalah, ia tak ingin menceritakan kepada siapapun, biarlah ia sendiri yang menyelesaikannya. Sendiri. Tetapi sekarang Yesung tidak ingin terpaku pada prinsip saja, tidak ingin mempertahankan prinsip dan egonya itu. yang terpenting baginya sekarang keselamatan jiwa Yera. Ia tak ingin kehilangan istri yang sangat ia cintai untuk selamanya.

Napas Yesung tertahan ketika bayangan-bayangan buruk menghinggap di otaknya. Bayangan yang merangkap dengan kenangan-kenangan indah bersama Yera. Yesung semakin kalut, dengan kuat ia menginjak pedal gas dan kembali terpecah manakala ponselnya kembali berbunyi. Kali ini nama Siwon yang terpampang di layar ponselnya. Dengan segera ia mengangkatnya dan menjauhkan ponselnya itu dari telinganya. Siwon berteriak memakinya. Hal yang tidak pernah Siwon lakukan jika tidak menyangkut keselamatan dongsaeng-nya itu. terakhir kali Siwon hampir memukulnya sewaktu Yera hampir tertabrak saat hendak menyebrang menemui dirinya-yang-sebenarnya-menyuruh-gadis-itu-untuk-menunggunya-saja. Tetapi karena watak keras kepala gadis itu, ia memaksakan dirinya yang menemui Yesung.

“Bisakah kau tidak berteriak Siwon-ah??” gerutu Yesung yang tidak membuat Siwon di seberang sana bungkam untuk berteriak.

“…”

“MWOYA?!!” Yesung reflek menginjak pedal rem tanpa menepikan mobilnya sehingga membuat kekacauan di jalanan yang hampir lengang itu. Yesung memutuskan sambungan telepon itu dan semikn melajukan cepat mobilnya di atas rata-rata. Kembali ke dorm terlebih dahulu sesuai perintah Siwon.

 

 

 

***

 

 

The Star City Apartement, Tower C, 12th Floor, Han River, 227-7 Jayang Dong, Gwangjin-gu, Seoul

 August, 23rd 2012

11.15 PM KST

 

“Apa yang kau lakukan padanya hyung??” geram Siwon sembari mencengkram baju yang dipakai Yesung ketika tahu Yesung sudah ada di dorm. Leeteuk sebagai hyung tertua mencoba melerai mereka dengan bantuan Sungmin, Eunhyuk dan Donghae. Yesung bergeming. Mendudukan kepalanya.

“Tatap aku hyung!!!” Siwon semakin emosi dan mencoba melayangkan pukulan ke arah Yesung namun ditepis oleh Sungmin yang memang mempunyai keahlian bela diri. Ketegangan yang tercipta membuat wajah para member mau tidak mau mensiratkan ke khawatiran atas apa yang akan terjadi. Ryeowook bahkan sudah tak tahan lagi melihat wajah hyung kesayangannya itu yang muram, kacau, sedih dan menyesal sangat dalam.

“Aku tidak melakukan apa-apa padanya Siwon-ah,” lirihnya sembari terduduk di sofa. Siwon semakin marah dengan Yesung. Bagi Siwon, Yesung seperti tidak menyesal karena tindakannya.

“Mwo?!! Tidak melakukan apa-apa kau bilang?? Lalu maksud pertemuanmu dengan Hyun Jin itu apa, huh??!! Dan kau membohongi adikku hyung!! Adik yang sangat kucintai!!!” ucapan Siwon barusan membuat wajah para member menoleh ke arah Yesung bersamaan. Mereka terkejut dengan nama Hyun Jin. Yeah, mereka sangat tahu cerita cinnta Yesung dan Hyun Jin, jadi tidak heran jika mereka terkejut jika Yesung dan Hyun Jin bertemu. Untuk kali ini mereka sepakat kalau Yesung lah yang salah. Yesung menemui Hyun Jin dan berbohong pada Yera di mana status Yesung adalah sudah beristri. 

“Aku…aku…”

“Kau tahu karena ulahmu, Yera tidak sekalipun mau menyentuh makanannya. Ia terus-terusan menangis di kamarnya. Mengurung diri seharian!!!” Siwon menyela ucapan Yesung sembari kembali mencengkram keraah baju Yesung.

“CUKUP!!!” bentak Heechul. Heechul yang sejak tadi mencoba bersabar dan menahan emosinya tidak tahan lagi ketika mendengar perdebatan antara kedua dongsaeng-nya itu. Pria berwajah tampan dan cantik dalam satu waktu itu menggebrak meja di depannya membuat para member tak terkecuali Yesung dan Siwon menoleh takut-takut ke arahnya. Mereka tahu jika Heechul sudah bersikap seperti ini berarti sudah mengganggu kenyamanan Heechul.

“Apa dengan bertengkar kalian bisa menemukan Yera???” Tanya Heechul menurunkan nada ucapannya, tetapi tidak mengurangi ketegasannya.  Tepat setelah Heechul berbicara seperti itu, ponsel Yesung berbunyi dan kali ini nama yang terpampang membuatnya tertegun dan menatap satu per satu wajah para member.

“Yera…” lirihnya dan segera mengangkat sambungan telepon itu.

“Yeobseyo.. Ra-ya.. neo eodisseo?? Cepat pulang chagi…. Oppa merindukanmu…” ucap Yesung tanpa memberikan celah pada seseorang di seberang telepon untuk berbicara.

“Ckckck… sungguh romantis…” ujar suara seorang gadis yang membuat rahang Yesung tercekat. Mengubah air mukanya dan memberikan tanda tanya besar dari para member.

“Hyu…Hyun..Jin!!!” Para member kompak membelalakan matanya. Hyun Jin hanya tertawa renyah menanggapi kekagetan Yesung. Yesung tersentak ketika mendengar samar-samar suara teriakan ketakutan Yera. Ingatannya kembali mengulang apa yang dikatakan Young Hwa padanya.

‘Hyung..Hyun Jin menghilang tanpa kabar apapun! Kamarnya kacau dan sepertinya ia membawa pistol koleksi milik Ill Woo hyung. Hyung eottokhae?? Di kamarnya penuh foto seorang gadis dengan ciri-ciri rambut hitam panjang dan sedikit curly dan ada tanda silang dari darah di foto tersebut. Aku takut hyung kalau Hyun Jin melakukan hal macam-macam pada gadis itu.’

“Yak!! Kau di mana, huh??!!” ujar Yesung yang semakin membuat tawa Hyun Jin meledak.

“Berhenti tertawa dan jangan sakiti istriku!!!” pekiknya membuat para member ikut mengubah air mukanya menjadi khawatir.

“Istri?? Yeah.. istri.. status yang sangat aku inginkan. Menyandang status itu sebagai istrimu.” Tawa Hyun Jin mereda terganti dengan suara lirihan yang menyayat hati dan suara tembakan membuat Yesung menegang dan membbulatkan matanya. Gadis itu seperti menjelma menjadi seorang psikopat karena cinta.

“YAAKKKK!!”

“Hahahahahahahha…. Tenang saja yeobo…yang kutembak bukan istrimu. Istrimu akan kutembak jika kau sudah datang dan melihatnya sendiri. Datanglah ke Sungai Han. Aku tunggu. 10 menit kau tak datang, nyawa istrimu melayang. DORR!!” Yesung mematikan sambungan itu dan beringsut keluar dorm tanpa memperdulikan perrtanyaan-pertanyaan para member.

 

 

———-

 

 

 

“Ra-ya, kau di mana chagi?? Hyun Jin-ah, jangan sakiti istriku….” Pekik Yesung sembari berlari memutar di kawasan sungai han. Napas Yesung tersengal-sengal, lututnya melemas seketika mendapati sosok istrinya tengah berdiri menggantung di atas pohon. Yesung berlari menghampiri pohon itu. Menaikinya dan meraih tali uang menggantung bebas serta yang terhubung dengan pergelangan tangan Yera. Wajah istrinya itu terlihat pucat, Yesung tahu jika Yera tidak suka berada di tempat ketinggian seperti ini.

“Oppa…aku takut. Aku takut ketinggian. Aku takut jika aku tak bisa bertemu denganmu lagi,” lirih Yera dengan dibarengi isak tangis. Yesung berusaha menenangkan Yera sembari melepaskan ikatan tali itu.

“Bersabarlah chagi… oppa akan menolongmu.”

SRET

Yesung berhasil melepaskan tali itu dan meraih Yera, menggendongnya dan mencoba turun dari pohon itu dengan hati-hati karena akses yang terlalu berbahaya dan Yesung memanfaatkan taliitu sebagai alat untuk membantunya untuk turun.

“Waow…seorang Kim Jong Woon bisa bersikap seperti itu juga,” cibir Hyun Jin tiba-tiba membuat mereka menoleh ke arahnya.

“Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain pun tidak boleh memilikmu!!!” pekik Hyun Jin sembari menodongkan sebuah pistol pada Yera. Yesung menegang, dengan cekatan ia berdiri hadapan Yera sebagai tameng untuk istrinya itu.

“Tembak aku saja dan jangan sakiti dirinya!!!” ujar Yesung tegas. Hyun Jin mengangguk dan menarik pelatuk pistol itu. Yesung memejamkan matanya sembari berkata pada Yera yang di belakangnya.

“Sampai kapanpun cinta ini akan selalu untukmu. Hati ini akan selalu terpatri namamu. Walau badai menerjang, walau salju menghujan, kau akan selamanya menjadi istriku, menjadi pelabuhan terakhir akan cintaku. Mianhae, mianhae karena aku telah membohongimu.” Hyun Jin semakin menyeringai. Ia semakin semangat untuk menembakkan.

 “SAENGIL CHUKKAHAMNIDA… SAENGIL CHUKKAHAMNIDA.. SAENGIL CHUKKAE URI YESUNG…” Yesung tersentak dan mendapati wajah dan tubuhnya basah kuyup. Yesung menatap tajam Hyun Jin yang ternyata menembakkan pistol air padanya lantas memutar tubuhnya dan menatap sweatdroop Yera yang ternyata mengguyurnya dengan air botol.

“Apa yang kau lakukan Choi Yera???” Tanya Yesung tajam sembari memicingkan matanya. Yera bergidig ngeri dan segera berlari menjauhi Yesung menghampiri para member Super Junior yang ternyata juga ikut menyiramnya dengan air. Yera bersembunyi di balik badan Siwon yang kekar sembari memberikan sign peace dengan kedua jarinya. Hyun Jin pun tak mau kalah dengan Yera, ia juga ikut bersembunyi di balik tubuh kekasihnya – Zhou Mi -.

“Siapa yang merencanakan ini semua??” Tanya Yesung sembari menatap tajam wajah para member beserta Hyun Jin dan Yera, membuat mereka serempak mengelus bulu kuduk mereka yang tiba-tiba merinding.

“Sepertinya aura hitam Yesung hyung akan meledak,” ujar Kyuhyun setengah berbisik pada Eunhyuk yang menanggapi dengan anggukan.

“Di…di..dia istrimu hyung.” Yera memelotot pada Eunhyuk dan segera menggelengkan tangan pada Yesung. Yesung pun mendekati Yera, menatap seduktif istrinya itu membuat Siwon memilih untuk menghindar meski ujung kaus yang dipakainya ditarik kuat oleh Yera.

Yera menggaruk tengkuknya sembari melemparkan senyuman kikuk dan aegyo-nya agar Yesung tidak menatapnya seperti itu. Sungguh itu terlalu menakutkan baginya. Menurut Yera lebih baik mendapat tatapan tajam dari Yesung dibandingkan mendapat tatapan seperti itu.

“Yeobo…” panggil Yera lirih ketika jarak mereka semakin dekat.

“Aish!! Jangan menatapku seperti itu… Yesung oppa… pria yang paling tampan sedunia, pria yang palin tercute di muka bumi ini, pria dengan suara termerdu di jagat raya ini. Bahkan kau lebih dan lebih dari Siwon oppa, Donghae oppa, Sungmin oppa dan Kyuhyun oppa…” ujar Yera sembari memundurkan langkahnya. Ia mencoba menggunakan cara jitu untuk membuat Yesung tidak marah yang ia pelajari dari Leeteuk. Para member bahkan sudah terkikik geli mendengar ucapan Yera itu, walaupun sebagian dari merekaa banyak yang tidak terima atas ucapannya tersebut.

Sukses. Yesung tersenyum dengan mata yang berbinar. Yera menghembuskan napas lega dan menghentikan langkah mundurnya.

GREBB

Yesung menarik tangan Yera meraihnya ke pelukannya dan segera menyirami istrinya itu dengan air botol yang ia bawa di belakang tubuhnya.

“Suami dan istri itu harus saling bersama.. kering bersama dan basah bersama-sama juga,” bisik Yesung sembari mengerling ke arah Yera yang menganga tak percaya.

“Aish!!! Jinjja!!! Neo!!! Arghh!!!” kesalnya sembari menjauhkan diri dari Yesung. “Yak!!! Kalian jangan tertawa!!!” pekik Yera pada para member dan Hyun Jin yang sudah tertawa tebahak-bahak.

“Itu hukuman untuk istri yang telah merencanakan hal gila seperti ini. Sengaja membuat suami khawatir sampai mempertaruhkan nyawanya sendiri di ketinggian,” cibir Yesung membuat Yera mendecak sebal.

“Siapa yang mempertaruhkan nyawa?? Lihatlah!!!” tunjuk Yera pada sebuah tanah yang tadi dipijak Yesung saat menolongnya. Terlihatlah dua namja tampan, Jung Ill Woo dan Jung Young Hwa yang melempar cengiran(?) dan tengah membawa sebuah matras yang mirip dengan tanah. Yesung menepuk dahinya. Ia bahkan tidak menyadari matras yang ia pijak karena terlalu khawatir pada istrinya itu.

“Kau gila, Ra-ya…” ujar Yesung sembari mengacak-ngacak rambut Yera yang sedang tetawa penuh kemenangan. Bersamaan dengan itu semua datang kedua orang tua Yesung beserta adiknya, Jong Jin membawakan sebuah kue tart berbentuk kura-kura. Perasaan Yesung campur aduk, ia segera berlari menyongsong keluarganya itu dan berhambur memeluk ibu, ayah dan adiknya secara bergantian.

“Howek…howek…” semua mata tertuju pada Yera yang sedang memegang mulut dan perutnya. Yesung panik. Hal yang sama yang dirasakan oleh semua orang yang berada di situ. Yesung pun segera menghampiri Yera dan melemparinya dengan berbagai pertanyaan.

“Chagi…kau tak apa?? Kau tidak sakit, kan?? Kau sudah makan?” Yesung mengarahkan punggung tangannya ke dahi Yera, mengecek suhu tubuhnya.

“Tidak panas…” ujar Yesung sembari menggelngkan kepalanya dan menatap penuh pertanyaan pada Yera. Yera hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti. Ia sendiri juga bingung. Badannya tidak lemah. Tubuhnya tidak meriang jika terkena masuk angin. Tetapi, perutnya terasa terkocok sesuatu dan membuatnya mual seketika mencium aroma wewangian. Nyonya Im Boo Kyung selaku ibu Yesung hanya tersenyum melihat kepolosan anak-anaknya itu. Beliau memegang pundak Yesung dan menatap lembut ke arah Yera.

“Apa ‘tamumu’ sudah datang??” Yera menggeleng dan segera menepuk dahinya.

“Aku…aku…sudah terlambat 2 bulan.” Yesung mengernyitkan dahinya. Tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh dua wanita yang sangat ia cintai. Nyonya Im segera menepuk pundak Yesung dan tersenyum senang.

“Besok…bawalah dia ke dokter kandungan!! Periksa janin yang ada di rahimnya.”

“MWO!!!!” ucap seluruh member serempak terkecuali Yesung dan Yera. Seperti mendapat sesuatu yang berharga, mereka serempak membelalakan matanya dan memerlukan waktu lama untuk mencerna kalimat ibu mereka.

“Ja…jadi…Yera…istriku hamil, eomma??” Tanya Yesung berusaha menyadarkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi belaka. Nyonya Im mengangguk senang membuat Yesung segeraa menmeluk tubuh Yera, mengangkatnya ke udara dan berputar.

“Terima kasih chagiya…terima kasih…calon ibu dari anakku…” ucapnya sembari menyapu seluruh wajah Yera dengan ciuman. Semua orang pun turut senang melihat adegan itu.

“Ini adalah hadiah terindah yang Tuhan dan kau berikan di hari lahirku.. aku berjanji akan menjadi suami yang lebih baik dari sekarang. Aku akan semakin menjagamu dan semakin berada di sisimu. Aku tidak akan meninggalkanmu barang sedikit pun. Demi langit dan bumi beserta isinya. Demi Tuhan!!! Kau akan menjadi yang terakhir untukku!! Demi Tuhan apapun yang tejadi kita akan membesarkan anak kita bersama. Yeah…jika anak kita laki-laki, aku akan memberikannya nama Kim Yee Woon perpaduan dari namamu dan nama kita dan jika perempuan akan kuberikan nama Kim Yee Neul, nama dari sellisih kelahiran kita!!!” cerocos Yesung penuh rasa bahagia. Yera hanya tertawa melihat tingkah suaminya yang seperti anak kecil yang mendapat mainan baru.

“Ckckck!!! Kau terlalu berlebihan hyung….” sela Eunhyuk yang langsung mendapat deathglare dari Yesung, para member sontak tertawa melihat wajah Eunhyuk yang menciut nyalinya.

 

 

 

 

THE END

 

 

Epilog

 

 

Yera menatap penuh harapan pada gadis di hadapannya ini. Melempar jurus aegyo-nya untuk meluluhkan ke-keras kepalaan Hyun Jin.

“Ayolah, eonni… bantu aku untuk memberikan kejutan pada Yesung oppa…” Hyun Jin masih tetap menggeleng. Yera yang berada di rumah Hyun Jin itu memanfaatkan kesempatan ketika melihat Young Hwa dan Ill Woo yang sedang menuruni tangga.

“Oppadeul…” Yera segera berlari menyongsong Ill Woo dan Young Hwa dan kembali melempar ke-aegyo-annya pada dua pria tampan di hadapannya. Ill Woo terenyuh dan melamparkan sebuah pertanyaan.

“Apa ada yang bisa kubantu…” Yera mengangguk semangat.

“Aku mohon pada Ill Woo oppa dan Young Hwa oppa untuk membujuk Hyun Jin eonni agar mau membantuku meberikan kejutan ulang tahun Yesung oppa…” Ill Woo dan Young Hwa saling berpandangan dan kemudian menatap tajam pada Hyun Jin.

“Hyun Jin-ah….” Panggil mereka serempak. Hyun Jin mendengus kesal lantas beranjak dan menghampiri mereka.

“Sebenarnya dongsaeng kalian itu siapa, huh?? Aku atau anak ini??” gerutu Hyun Jin sembari mencubit pipi Yera.

“Aish!!! Appo!! Bukankah Yesung oppa dulu pernah menjadi kekasihmu??” Yera mempuotkan bibirnya kesal. Ia tahu jika Hyun Jin adalah mantan kekasih Yesung, suaminya. Namun, karena hubungnnya dengan Hyun Jin yang sudah akrab sebelum berkenalan dengan Yesung membuat mereka semaakin akrab ketika masing-masing tahu tentang posisinya di hati Yesung. Awalnya Hyun Jin tidak terima, tetapi karena saat itu juga ada seorang pria yang menarik hatinya membuat Hyun Jin mengubah penilaiannya. Zhou Mi, pria yang menaklukan hati Hyun Jin.

“Aish…berhenti berlaku seperti itu, Ra-ya!! Itu terlihat mengerikan!! Baiklah aku kan membantumu dengan syarat!!”

“Mwo…!!!”

“Traktir aku ice cream selam seminggu X 24 jam!! Arraseo!!!” Yera melongo oleh permintaan Hyun Jin sedetik kemudian ia mengangguk stuju. Ill Woo dan Young Hwa hanya tertawa melihat kepolosan kedua adik mereka.

 

 

 

***

 

 

“Begini rencananya… kau Hyun Jin eonni harus bisa menemukan cara untuk bertemu dengan Yesung oppa… bagaimanapun caranya nanti, aku akan berusaha agar Yesung oppa mau berjanji makan malam denganku. Buat dia mengingkari janjinya, yeah… kira-kira 2 jam.”

“Mwo??”

“Dengarkan aku dulu!!!”

“Yesung oppa orangnya tidak suka mengingkari janjinya terutama padaku. Jadi ketika dia datang aku akan mengamuk padanya. Pagi pun kau harus datang ke rumah kami, eonni-ya… cari alas an agar aku benar-benar marah padanya dan kabur ke rumah Appa dan eomma…selebihnya biar Siwon oppa yang bertindak. Dan tugasmu yang terakhir, pura-pura menjadi orang psikopat dan mengikatku di atas pohon. Yesung oppa tahu jika aku takut ketinggian. Dan terakhir aku meminta bantuan pada Ill Woo oppa dan Young Hwaa oppa untuk mencarikan matras yang mirip dengan tanah untuk berjaga-jaga jika aku dan Yesung oppa terjatuh. Oh ya… eonni-ya kau juga harus membawa pistol mainan yang berisi air dan menodongkannya padaku. Berpura-pura untuk menembakku dan saat itu terjadi Yesung oppa pasti akan menjadi tamengku, dannn…ya kau tembak dia bersamaan denganku yang mengguyurnya dengan air botol yang kupersiapkan. Aku juga sudah meminta tolong oppadeul Super Junior serta keluarga Yesung oppa.. eotte rencanaku??”

Baik Ill Woo, Young Hwa dan Hyun Jin, mereka serempak melempar pandangan aneh pada Yera yang sedang tersenyum lebar.

“Sepertinya virus keanehan Yesung hyung terkontaminasi pada istrinya,” ujar Ill Woo sembari menggelengkan kepalanya.

“Nde, hyung.. untung Hyun Jin kita masih bisa terselamatkan,’ ujar Young Hwaa yang langsung mendapat tatapan maut dari Yera dan Hyun Jin.

 

——

 

 

FF || OneShoot || Yesung For Yera In Yesung || Y Couple

Tittle                                    : Yesung For Yera In Yesung

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Nurul FatikhahSaranghaeJinyong

 

Blog                                       : http://www.ImELFChoiYera.wordpress.com

Genre                                  : AU! Sad ending!!

 

Lenght                                : OneShoot

 

Words                                 : 3,571

 

Cast                                     : Choi Year, Kim Yesung

  

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-7, All Cast milik Tuhan YME, ku. DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

 

Yesung berjalan dengan wajah cerah sembari sesekali melantunkan bait-bait lyric dari lagu yang ia nyanyikan sekaligus untuk melatih kemampuannya dalam bernyanyi. Profesinya sebagai penyanyi mau tidak mau harus terus melatih vocal-nya. Sebenarnya bukan hanya karena profesinya, tetapi lebih cenderung karena rasa cintanya terhadap musik.

Pria yang berbalut busana kemeja berwarna biru dan dipadu dengan jeans serta tatanan rambutnya yang sedikit acak-acakan itu berhenti di depan sebuah pintu apartement. Senyuman yang sedari tadi ia sunggingkan semakin manis terlukis di wajahnya yang tampan. Tangan Yesung terulur untuk menekan tombol sebagai password agar pintu di hadapannya terbuka. Terlihat di dalam apartement tersebut seorang gadis cantik sedang menarikan jari-jarinya di atas tuts-tuts piano sembari menggumamkan sebuah nada-nada lembut.

Gadis itu terhenti sesaat setelah merasakan kehadiran seseorang yang memperhatikannya terus menerus.

“Oppa.. kenapa kau berdiri di sana??” Tanya gadis itu sembari melanjutkan memainkan pianonya tersebut. Yesung tersenyum dan menghampiri Yera – gadis itu – dan duduk di sampingnya.

“Mau bernyanyi bersama??” tawar Yesung dan disambut dengan anggukan ringan serta senyuman yang terlukis di bibir indah Yera.

“Lagu kita??” Tanya Yesung lagi dan Yera tetap mengangguk.

Hikari ga tozasa reta sekai de 

Yasashiku hohoenda kimi ga mieru 

Sorezore sagasu mono wa 

Onajida to shitte ita 

Kewashiku nagai michi mo 

Nani mo kowaku wa nai 

Sono kokoro dakishime rareru 

Ai kara ai e musuba rete ku Destiny 

Futari no mirai tsunagu sen o kakete 

Omoide yori fukaku meguru eien ni wa 

Tsugi no peji o kasanete yukou 

Boku kara kimi e owari no nai Destiny 

Hitomi o mireba subete wakari aeru 

Tokimeki to yasuragi kikoete kuru Harmony 

Nani ga atte mo kesanaikara 

Kimi no tame ni 

Kitto aoi tori wa iranai 

Fureau shiawase o shinjiru dake 

Afureru hito no mure ni 

Makikoma re-sona toki 

Nigitta konote no hira Kesshite hanasanai yo 

Sono namida dakishime rareru 

 

Usai menyelesaikan setengah dari bait lagu itu Yera berdiri sembari meraba-raba benda-benda di sekitarnya mencari sesuatu. Yesung yang kekasihnya mencoba membantu memapah gadis itu, namun ditepis olehnya.

“Biar oppa saja yang membantumu berjalan.” Yera menggeleng keras lantas tersenyum kecut.

“Biar aku sendiri saja. Aku tidak mau menarik orang lain untuk merasakan kegelapan yang aku lihat,” ujar Yera dengan mencoba tersenyum. Yesung menelan kekecewaan dari kata yang terlontar dari mulut gadis itu.

“Apa kau masih menganggap oppa orang lain?? Oppa adalah kekasihmu, priamu, chagi…” ujar Yesung sembari membelai rambut Yera.

“Aku buta oppa!! Aku buta!! Aku bahkan tidak tahu sama sekali wajahmu. Dan itu sangat menyiksaku oppa. Kau tahu?? Itu seperti mimpi buruk dari sekian mimpi buruk yang ada. Aku tidak tahu wajah dari pria yang kucintai dan mencintaiku!!!” pekiknya mulai histeris mengingat gadis itu mengalami kebutaan semenjak bayi karena kornea matanya yang mengalami kelainan.

“Itu bukan alasanku untuk tidak mencintaimu Choi Yera!!!!” ujar Yesung dengan nada ditekankan pada setiap katanya. Yera terdiam. Terdiam untuk mencerna kalimat yang terucap dan terdengar indah dari mulut Yesung. Dan gadis itu menarik kedua sudut bibirnya melukis sebuah senyuman. Benarkah cinta Yesung sekuat itu untuknya?? Tanpa gadis itu sadari, dari kedua sudut matanya turun sebuah air mata kebahagiaan. Ia terharu. Akankah kenyataan dongeng gadis but mendapat seorang pangeran?? Yesung tergelak lantas menarik Yera ke dalam pelukannya. Meyakinkan gadis itu kalau cintanya tulus dan meyakinkan padanya bahwa ia tidak sendiri.

“Walau kegelapan setia menghantuimu, aku yang ‘kan menjadi sosok penerang dalam hidupmu. Dalam hatimu membawa cinta. Saranghae Choi Yera!!!”

Yera semakin terisak di pelukan Yesung. Ia teringat ketika pertama kali bertemu dengan pria itu. Di sebuah panti asuhan. Tempat ketika mereka ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka. Yesung yang saat itu menjadi anak yang tidak tahu aturan merasa terlahir kembali ketika bertemu dan berkenalan dengan Yera di sebuah taman panti asuhan. Mereka bersahabat sampai usia remaja. Bermain bersama. Bernyanyi bersama. Yera yang mahir bermain piano selalu diminta Yesung untuk menjadi teman duetnya. Siapa yang bisa menjamin jika persahabatan lawan jenis berakhir tidak dengan kisah cinta?? Cinta yang tak mereka sadari.

———

“Oppa kita ada di mana?? Kenapa kedengarannya ramai sekali??” Yesung tersenyum tipis lantas mengenggam tangan Yera erat. Seperti tak ingin sedetikpun tangan itu untuk terlepas dari tangannya. Seolah tangan itu adalah takdirnya.

“Kita ada di taman hiburan?? Kau suka??” Yera mengangguk senang, tetaapi detik kemudian ia merubah ekspresinya menjadi muram. “aku tidak bisa melihat apapun, oppa…”

“Biar oppa yang menjadi matamu. Menjadi lentera dalam gelapmu.” Yera tergelak. Gadis itu sampai sekarang terus saja meyakinkan hatinya. Meyakinkan cintanya yang terpaut dengan cinta Yesung.

“ Sekarang kau mau naik wahana apa??” Tanya Yesung sembari menelungkupkan tangannya dikedua pipi gadis itu. Yera tampak berpikir, padahal sejatinya gadis itu menahan kuat-kuat degupan jantungnya yeng berdetak tak karuan ketika kulit tangan Yesung yang menyentuh pipinya. Ini adalah pertama kalinya Yesung menyentuhnya sejak terakhir mereka masih anak-anak.

“Aku mau main ice skatting.” Yesung membelalakan matanya kemudian tersenyum manis dan mengabulkan permintaan gadis itu.

Yesung terus saja menuntun Yera untuk bermain ice skatting. Walau gadis itu melarangnya keras, tetapi tetap saja karena rasa cintanya yang terlalu besar menginginkan gadis itu untuk tidak terluka sedikitpun. Baginya Yera seperti porselen yang harus ia jaga dan jangan sampai  pecah.

“Oppa aku mau ice cream…” rengeknya manja ketika selesai bermain ice skatting.

“Aku bisa sendirian. Oppa tak perlu khawatir,” tambah Yera ketika menyadari Yesung tak ada reaksi apapun. Yesung masih bergeming. Tidak. Ia bukannya tidak mau membelikan ice cream untuk Yera, hanya saja jika ia pergi siapa yang menjaga kekasihnya itu?? Ia tidak ingin sesuatu yang dulu kembali terjadi. Sesuatu yang saat itu ketika Yesung meninggalkan Yera di sebuah bangku taman hanya untuk sekedar membelikan air mineral karena Yera haus tersentak saat didapatinya seorang pria hendak melecehkan gadisnya itu.

Yesung tersenyum ketika mendapat sebuah ide. Ia berdiri dan tangannya melambai memanggil seorang anak kecil dan menyuruhnya untuk membelikan apa yang diinginkan oleh Yera.

“Chagi.. hyung bisa minta tolong?? Tolong belikan ice cream coklat di toko itu.” Yesung menunjuk sebuah toko yang diikuti oleh arah pandang anak laki-laki di hadapnnya. Anak itu mengangguk dan tak sampai sepuluh menit, anak itu kembali sembari membawa apa yang diperintahkan Yesung. 3 buah ice cream.

“Gomawo…” Yesung mengacak pelan rambut itu dan memberinya ice cream. Anak kecil itu lantas tersenyum senang dan berlari meninggalkan Yesung. Yesung pun kembali menghampiri Yera yang sedang bergumam lantunan lagu sembari tangannya bergerak-gerak seperti memainkan tuts-tuts piano.

“Apa kau menyuruh seseorang untuk membelikan ice cream untukku??” selidik Yera ketika menyadari kedatangan Yesung. Yesung terkekeh lantas duduk di samping gadis itu.

“Kenapa kau selalu berhenti bernyanyi jika oppa datang?? Anni…kenapa kau selalu menyadari oppa menghampirimu??” Yera tersenyum lantas memajukan kepalanya ke tubuh Yesung yang sempat memundurkan tubuhnya.

“Karena ini!!” Yesung mengernyit dengan pernyataan Yera.

“Apa kau sedang bingung oppa??” Yera tertawa kecil lantas kembali melanjutkan ucapannya.

“Karena harum tubuhmu. Itu yang merangsang otakku untuk bekerja cepat ketika kau menghampiriku. Aku hafal betul harummu oppa dan entah sejak kapan itu menjadi candu untukku.” Yesung menatap lekat wajah manis gadis di hadapannya. Sungguh ia merasa beruntung mencintai Yera.

———-

Yera berjalan dengan hati-hati menuju dapur untuk menagmbil air mineral dan beberapa cemilan makanan untuknya dibawa ke kamar menemaninya saat ia belajar dengan huruf-huruf brailee yang ia benci. Ketika tangannya menyambut gagang pintu, gadis itu terdiam mematung. Tersenyum kecut saat kembali menyadari kondisinya yang tidak sempurna. Yesung yang saat itu hendak keluar apartement, melihat seksama Yera yang berdiri di ambang pintu dapur. Hatinya terenyuh. Lantas menghampiri gadis itu.

“Kau mau minum, chagi??” Yera mengangguk lemah. Sungguh hatinya merasa sakit ketika harus terus bergantung pada pria yang dicintainya. Pria yang sedari kecil bersamanya dan pria yang mengabdikan dirinya untuk menjadi mata dalam hidupnya yang gelap. Merka tinggal bersama saat Yesung dan Yera memutuskan untuk meninggalkan panti asuhan, mereka menyewa apartement yang murah. Tetangga pun tak ada yang tahu jika mereka sepasang kekasih, karena saat Yesung menyewa tempat itu, Yesung meyakinkan pemilik apartement kalau mereka adalah kakak beradik.

Yesung bekerja mati-matian untuk kehidupan mereka. Bekerja dari seorang pelayan café sampai penyanyi jalanan. Siapa yang sangka kehidupan mereka sekarang jauh lebih baik semenjak ada seseorang dari agensi ternama merekrut Yesung menjadi seorang penyanyi karena suara emasnya dan karena ketepatan vocal dan nadanya sehingga ia bisa menjadi penyanyi. Mengingat perjuangan Yesung itu membuat Yera kembali meneteskan air matanya.

“Kenapa menangis?? Uljimayo…” Yesung mengusap perlahan air mata Yera dengan lembut.

“Mianhaae, jika selama ini aku selalu merepotkanmu. Aku tidak berguna oppa. Mianhae, mianhae, mianhe…mi– “ Yesung membekap mulut Yera dengan ciuman yang tak pernah dibayangkan sekalipun oleh Yera. Sebentar. Yesung melepaskan ciumannya dan memeluk Yera.

“Jangan pernah berbicara seperti itu lagi!! Kau tahu setiap kata-katamu itu membuatku terluka. Kita hidup bersama hampir 14 tahun. Bagaimana bisa kau berbicara seperti itu??!!” Yesung melepaskan pelukannya dan mentap gadis di hadapannya dengan pandangan tajam. Ia marah, kesal terlihat dari wajahnya yang melukiskan gurat kekesalan. Yera menunduk, ia merasakan kekesalan dalam setiap ucapan Yesung itu. Yesung melunak ketika menyadari perubahan Yera. Lantas memeluk tubuh gadis itu lagi dan berbisik lembut padanya.

“Maafkan oppa…” Yera semakin terisak dalam dada Yesung.

————

Angin malam berhembus kuat di sekitar Sungai Han menerpa lembut wajah sepasang kekasih yang sedang duduk menatap pantulan lampu kota yang terlukis di permukaan air sungai. Anni…sebenarnya hanya sepasang mata yang menatap permukaan air tersebut, karena sepasang mata lagi hanya menatap tanpa bisa melihat yang sebenarnya. Yera menyandarkan kepalanya di bahu Yesung. Menghirup dalam aroma parfum yang senantiasa menjadi candu untuknya.

“Bagaimana air itu, oppa??” tanyanya. Yesung menoleh dan mengusap pipi kri Yera perlahan.

“Indah…kita seperti bercermin dalam air yang jernih.” Yera tesenyum samar dan mengangguk.

“Andai aku bisa melihat…” harapnya membuat Yesung terdiam.

“Kau ingin sekali melihat??” Yera mengangguk lemah. “tapi kemungkinan itu bahkan tak ada sedikitpun. Sudahlah, yang terpenting untukku, kau berada di sisiku.” Yesung beringsut memutar tubuhnya agar berhadapan dengan Yera.

“Kau ingin melihatku bukan?? Kkajja lakukan apa yang sering kau lakukan padaku saat kita kecil dulu.” Yera mengernyit dan Yesung memegang kedua tangan Year. Menaruhnya di wajahnya.

“Sapu seluruh wajahku. Bukankah ketika aku dewasa akan berbeda??” Yera menurut dan memejamkan matanya, membiarkan tangan dan jemari-jemarinya yang bekerja.

“Rambutmu sedikit kasar, apa kau mengubah style-mu?? Bukankah waktu kecil rambutmu sangat lembut?? Karena itu aku suka menarik rambutmu.” Yera terkikik sedangkan Yesung mendengus. Yera mengunci bibir Yesung dengan tangannya ketika dirasa Yesung hendak melancarkan protes.

“Diam!! Biarkan aku mematrimu dalam hati ini.” Yesung menurut dan ia terdiam membiarkan tangan gadisnya menyentuh lembut wajahnya.

“Alismu sedikit lebat..ah apa kau selalu membiarkan rambut menutupi keningmu?? Menyebalkan!!!” ucapnya sembari menyentil pelan kening Yesung.

“Aish!! Jinjja!!!” Yesung memonyongkan bibirnya. Ini yang tak ia sukai jika Yera Yera terkekeh dan kembali menenggelamkan dirinya mematsi wajah Yesung.

“Matamu segaris?? Apa manik matamu tajam?? Alangkah tergetarnya hatiku ketika bisa melihat matamu itu.”

“Pipimu..tirus?? Apa kau kurus? Bukankah dulu ketika kau kecil pipimu sedikit chubby?? Apa ini karena kau merawatku sehingga melupakan dirimu semdiri?? Jika iya aku berjanji aku tak akan merepotkanmu lagi.” Yesung menghembuskan napas putus asa.

“Haruskah kau berkata itu lagi?? Aku kurus bukan karena dirimu. Ini karena kemauanku. Jika kau ingin aku kembali seperti dulu, aku janji akan kembali chubby!!!” Yera menggeleng keras membuat Yesung menatap aneh padanya.

“Jangan!! Jangan karena aku!! Itu sama saja kau melakukannya terpaksa. Lakukan sesuai kata hatimu!! Aku tak ingin kau menjadi dirimu hanya karena aku.”

Yera terdiam sebentar ketika tangannya menyentuh bibir tipis Yesung. Ada desiran aneh yang kuat menjalar di aliran darahnya. Menggigit perlahan bibir bawahnya. Teringat saat dirinya dicium oleh Yesung. Yesung menyeringai lantas memajukan wajahnya ke hadapan wajah Yera yang hanya terpaut beberapa centi jarak sehingga hembusan napasnya menyapu lembut kulit wajah Yera.

“Apa kau mau lagi?? Jantungmu berdegup kencang, apa kau…” godanya membuat Yera salah tingkah.

“Jangan menggodaku Tuan Kim!!” ujarnya seraya berdiri dan meregangkan tubuhnya yang sedikit pegal. Sebenarnya itu dilakukan untuk menyamarkan jantungnya dan rona wajahnya yang memerah. Yesung tertawa keras. Ini sudah kesekian kalinya ia menggoda gadisnya itu dan berakhir seperti ini.

“Aku lelah… kkajja!!” Yera berjalan mendahului Yesung dan berjalan dengan hati-hati. Tangannya terus saja terulur  ke depan guna membantunya untuk berjalan. Yesung yang di belakang gadis itu terus saja mengawasi gadisnya  sampai  ia beringsut menghampiri Yera ketika dirasa gadis itu hampir oleng.

“Jangan membantah!!” ucapnya tegas sembari menggendong tubuh Yera menuju parkiran mobilnya.

———–

Yera duduk bersilah di depan sebuah meja kecil yang terletak di sisi kamarnya yang bernuansa biru. Walau gadis itu tidak bisa melihat warna kamar yang sengaja di cat oleh Yesung, tetapi ia bisa merasakan warna lembut dan menyejukkan seolah ia berada di sebuah pantai.

Bunga anggrek berwarna putih yang ia sukai tertata rapi di sebuah meja dekat dengan bed-nya yang juga bersprai biru dengan motif kotak-kotak tercampur putih. Kamar yang dipersiapkan oleh Yesung untuk kekasihnya sesuai dengan apa yang kekasihnya itu suka.

Ia mengambil sebuah buku yang bertuliskan huruf-huruf brailee dan ia tersentak saat tangannya merasakan sebuah angka. 23. Ia mendesah dan memukul pelan kepalanya.

“Kenapa aku sampai lupa??” ia berdiri dan mendekati pintu kamarnya sembari menghitung langkahnya.

“10 langkah dari tempat tidur menuju pintu kamar.” Ia memutar knop pintu dan berdiri sebentar. Menghirup oksigen lantas berjalan pelan sembari menghitung. Ini merupakan kesempatannya untuk mengelilingi semua ruangan dalam apartement ini. Yeah, kesempatan ketika tidak ada Yesung. Pria itu sedang sibuk mempromosikan album barunya. Jika Yesung berada di sini, mungkin pria itu dengan cerewetnya menasehati Yera. Pria posesif, tetapi tetap mengerti apa yang diinginkan oleh Yera dan pria yang tidak terlalu mengekang kebebasannya.

Yesung yang sedari tadi sudah ada di dalam apartement dan hendak pergi ke dapur, mendadak menghentikan langkahnya ketika melihat sosok Yera yang berjalan mondar-mandir sembari menghitung langkahnya. Sebenarnya Yesung khawatir jika dalam langkahnya gadis itu menabrak sebuah gucci sehingga pecah dan gadis itu menginjak pecahan gucci itu. Tetapi karena kemauan Yera yang kuat untuk tidak bergantung padanya membuat Yesung hanya mengikutinya dari belakang.

“Dari kamar menuju pintu keluar 30 langkah.” Yesung terkikik pelan tidak ingin membiarkan gadis itu tahu.  Dari kamar menuju dapur 15 langkah. Dari kamar menuju beranda 17 langkah dan..”

“Dari hatiku menuju hatimu tak ada jarak yang memisahkan,” ucap Yesung tiba-tiba membuat gadis itu terhenti dari langkahnya.

“Opp…oppa… kau sudah datang?? Lewat mana?? Kenapa aku tidak mendengar pintu terbuka?? Dan kenapa juga aku tidak merasakan kehadiranmu?” Tanya Yera bertubi-tubi membuat Yesung terkekeh.

“Wahhh, berarti kau 1x kehilangan kepekaanmu terhadap oppa!!” Yera mendengus lantas berjalan menghampiri sofa. Duduk. Dan menyumpal telinganya dengan earphone yang ia bawa.

“Ckck!! Kau marah?? Kekeke… oppa sudah datang sejak tadi bahkan sejak kau pertama keluar dari kamarmu.” Yesung menghampiri Yera dan ikut duduk di sampingnya. Membuka earphone yang dipakai gadis itu agar bisa mendengarnya bicara.

“Kau sudah makan??” Yera mengangguk dan menyentuh setiap lekukan wajah Yesung.

“Kau tampan!!” ujar Yera lirih. Sesuatu yang hangat menggantung di pelupuk matanya.

“Seharusnya kau menemukan gadis yang lebih baik dariku. Gadis itu bisa melihat, tidak sepertiku yang mungkin seumur hidupku tak akan bisa melihat wajah tampanmu.” Gadis itu menangis. Ini yang paling ia takutkan. Tak ada kesempatan sekalipun untuk melihat wajah kekasihnya. Yesung menempelkan jarinya ke bibir Yera. Menyuruh gadis itu untuk berhenti beromong kosong.

“Semua pasti akan baik-baik saja!! Kau pasti akan bisa melihat. Melihat betapa indahnya dunia ini. Betapa tampannya wajahku.” Yesung terkekeh dan memeluk tubuh Yera lebih dalam seolah takut untuk kehilangannya. Seolah sebuah takdir yang akan memisahkannya.

“Aku janji akan membuatmu bisa melihat lagi. Apapun itu caranya.” Batin Yesung terenyuh.

———————–

Yera berjalan tertatih dibantu dengan sebuah tongkat yang menuntunnya untuk berjalan. Sungguh ini pertama kalinya ia berjalan seorang diri tanpa Yesung. Benar untuk saat ini, gadis itu benar-benar bergantung padanya. Dengan berbekal indra penciuman, gadis itu berjalan menyusuri trotoar. Tak jarang pula ia menabrak pejalan kaki lainnya. Menabrak tiang-tiang yang berdiri angkuh di jalanan. Dan sampai terjatuh membuat seorang wanita paruh baya menghampirinya dan membantunya untuk berdiri.

“Mianhae, apa ahjumma bisa membantumu??” Yera memejamkan matanya perlahan dan mengangguk.

“Mianhamnida ahjumma jika aku merepotkan Anda.” Wanita itu terssenyum dan memapah Yera sembari sesekali berbasa-basi.

“Kalau boleh tahu, kau mau kemana??”

“Aku mau ke toko kue, malam ini kekasihku akan berulang tahun. Bisakah ahjumma mengantarku??”

“Dengan senang hati, chagi… kau itu seumuuran dengan anak ahjumma. Jadi kau jangan sungkan pada ahjumma.” Yera tersenyum manis dan memeluk wanita itu. Perasaan yang ingin ia rasakan ketika dipeluk oleh seorang ibu. Hangat dan nyaman.

———————–

Yesung berjalan dengan tergesa-gesa. Perasaannya tiba-tiba sesak, napasnya tercekat. Kerongongannya terasa kering. Wajahnya melukiskan berbagai ekspresi. Kesal, marah, khawatir, takut dan sedih saat menyadari Yera tidak ada di kamarnya. Saat itu Yesung hendak mengajak Yera untuk makan malam sekaligus merayakan hari ulang tahunnya yang mungkin menjadi yang terakhir baginya. Satu demi satu pintu sebuah ruangan ia banting. Mencari sosok Yera yang entah sejak kapan menghilang. Padahal jelas-jelas ia masih berada di apartement-nya. Ia menjambak kuat rambutnya. Frustasi karena tak ada siapapun. Ia tidak ingin jika makna perkataan Yera tadi siang menjadi kenyataan. Ia juga tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu. Pria itu melirik sekilas arloji-nya. Pukul 11.55 PM. Yesung mendesah dan menghembuskan napas kesal.

“Ra-ya, neo eodisseo?” Yesung hendak membuka pintu apartement-nya dan mencoba mencari Yera di luar apartement. Ia yakin betul Yera pergi diam-diam tanpa ia ketahui. Tetapi kemungkinan itu perlahan sirna ketika masih terpasang rapi benda-benda milik gadis itu.

“Aish!! Seharusnya jika kau ingin pergi katakan padaku terlebih dahulu. Aku mengkhawatirkanmu bodoh!!” racau Yesung sembari memutar knop pintu. Pria itu tidak langsung berjalan, akan tetapi ia mematung. Meneliti setiap inchi tubuh gadis di hadapannya dengan seksama.

“Neo!!! Dari mana saja, huh?!!” pekik Yesung. Yang ditanya hanya diam saja. Kedua tangannya ia letakkan di belakang tubuhnya sampai jam di dalam apartement-nya berdentang menunjukkan pukul 00.00 KST.

“Saengil chukkahamnida, oppa…. Saranghaeyo…. Jeongmal saranghaeyo….” Ucap Yera sembari memberikan sebuah kue tart dengan angka 29 di atasnya.

“Mianhae jika aku menghilang mendadak. Aku hanya ingin member kejutan untukmu. Ini ada amplop untukmu, mianhae bukan aku yang menulisnya. Aku meminta penjaga toko untuk menuliskannya.

Karena aku mencintaimu…

Hatiku telah terikat oleh hatimu…

Setiap kerja otakku,

Selalu mentransfer tentangmu ke seluruh aliran darahku.

Berdesir hangat dan tak ingin terganti.

Setiap memory otakku akan selalu berputar slide-slide wajahmu…

Memandang dengan mata hati

Terpenjara dalam jiwa…

Mengikat jiwa ini..

Mematri setiap sisi hati…

Setiap jarak yang kulangkahkan

Sejauh apapun itu

Akan tetap tertarik magnet yang ada pada dirimu…

Kelemahanku,

Tak pernah bisa melihat ciptaan Tuhan yang paling indah

Menangis dalam diam

Tersenyum dalam luka..

Memohon di hari ini

Kau berbahagia selalu…

Saranghaeyo,, naega jeongmal sarangheyo

You’re my destiny

My be half soul

My oxygen

MY EVERYTHING

 

-Choi Yera-

240812

 

Yesung terdiam, air matanya merembes di kedua pipinya.

“Mianhae aku tidak bisa memberi kado apa-apa untuk oppa…” Yesung tersenyum lalu mendekatkan bibirnya ketelinga Yera.

“Aku ingin kau bahagia dengan mata barumu…” Yera mengernyitkan dahinya.

“Aku tidak mengerti…”

“Besok bangunlah pagi-pagi dan kita akan ke rumah sakit. Ada seseorang yang mau mendonorkan matanya untukmu.” Wajah Yera berbinar dan mengangguk semangat. Sedangkan Yesung hanya tersenyum dengan melukiskan gurat wajah yang tak bisa dijelaskan.

“Asal kau berjanji aka nada di sampingku kelak saat aku membuka keduamataku untuk yang pertama kalinya.” Yesung mengangguk dan menautkan kelingkingnya dengan kelingking Yera.

——–

Yera mengerjap-ngerjapkan matanya secara perlahan. Setelah berjam-jam lamanya ia dibuat pingsan demi kelancaran operasinya. Ia memekik senang karena apa yang ia impikan terwujud. Walau pandangannya masih terlihat buram karena belum terbiasa untuk melihat. Ketika fokusnya stabil, gadis itu mengedarkan pandangannya mencari sosok pria yang dicintainya.  Tidak ada. Mungkin dengan mata ia tak bisa mengenali, namun dengan hati ia akan tahu dimana Yesung berada. Yera mulai memejamkan matanya. Menghirup dalam-dalam harum tubuh Yesung. Ia frustasi ketika yang ia cium hanya bebauan obat yang menyengat. Ia mulai memberanikan diri bertanya pada suster yang tadi membukakan perban di matanya.

“Mianhamnida, apa Anda mengenal seorang pria yang membawaku kemari??” suster itu diam, pandangannya ia tujukan pada sosok pria yang berpakaian jas putih. Yera tahu kalau itu seorang dokter.

“Jeosonghamnida Nona Choi, jika yang Anda maksud Tuan Kim Yesung. Ia…” Yera bergeming. Entah kenapa ucapan dokter itu membuat seluruh oksigen mencampakkannya.

“Tuan Kim Yesung… yang mendonorkan mata untuk Anda.” Seperti tertusuk ribuan jarum. Seperti tersambar petir. Air mata Yera tumpah ruah. Ini tidak mungkin untuknya.

“JANGAN KATAKAN SESUATU YANG BURUK TENTANGNYA!!!!” pekiknya sembari mencabut selang-selang yang tertanam di tangannya dan segera beringsut turun dari ranjangnya sampai beberapa perawat lain mendorong sebuah ranjang jalan memasuki ruangannya. Kaki Yera mulai melemas. Cairan hangat merembes deras keluar dari pelupuk matanya yang sedari tadi menggantung perih.

Gadis itu mulai mendekati tubuh kaku pria yang dicintainya itu. Pucat dan dingin. Berbeda saat ia menyentuh Yesung kemarin hari.

“Babo!! Cepat bangun!! Ini hari ulang tahunmu!! Traktir aku makan ice cream!!” ujar Yera lirih. Ia meyakini kalau Yesung hanya berakting mengingat ia ingin sekali menjajal dunia acting.

“Yesung oppa… apa kau tidak mencintaiku?!!! Ppalliwa bangun!! Bagaimana bisa kau mendonorkan matamu agar aku bisa melihat jika focus yang ingin kulihat terbujur kaku tanpa nyawa seperti ini??!”

“Kau anggap dirimu apa, huh?? Pahlawan??!! Aku lebih memilih buta seumur hidup daripada bisa melihat tanpa ada kau dalam setiap pandanganku!!” Yera menenggetarkan bahu Yesung yang kaku.

“Tuan Kim!! Kita bersama sudah 14 tahun!! Aku belum mengenal dunia ini!! Bangunlah!! Aktingmu payah sekali!!” Yera menangis sejadi-jadinya sampai pandangannya kabur dan ia tak sadarkan diri.

A few days later

 Seorang gadis tengah menekuk lututnya dan menenggelamkan kepalanya. mata gadis itu bengkak, seperti menangis tanpa henti.

Setelah pemakaman Yesung, Yera lebih mengurung diri di kamarnya. Kamar yang selalu ia impikan. Ia merindukan Yesung. Sangat merindukan pria tampan itu.

“Kenapa kau pergi dari hidupku?? Aku belum memberikanmu hadiah ulang tahun. Bukankah kau menginginkan aku??” lirihnya sembari menyayatkan silet di pergelangan tangannya.

“Saranghaeyo….”

THE END

Mungkin ketika kau membaca surat ini aku sudah ada di surga.

Mianhaeyo jika aku tidak bisa membahagiakanmu..

Bukankah kau ingin melihat??

Bagaimana dunia itu?? Ahh… bukankah kau bersikeras ingin melihatku?

Bagaimana?? Aku tampan bukan??

Aku tidak bisa berkata romantic apapun.

Ahh sudahlah ini membuatku gila. Mencari setiap kata, tetapi tetap saja aku tak bisa romantis.

Jinjja!! AKU SANGAT MENCINTAIMUUUU CHOI  YERA!!!

Aku menunggumu di sini.

FF || SPY || Part 1 || Multichapter ||

Tittle                                    : SPY

 

Author                                : TurtleShfly

 

Twitter/FB                         : @Shfly_3421 / Nurul FatikhahSaranghaeJinyong

Genre                                  : AU! Action(?), gaje

 

Lenght                                : Multichapter

 

Words                                 : 2,146

 

Cast                                     : Choi Year (Lee Hye Woon), Kim Yesung

 

Support Cast                      : Choi Siwon (Lee Hoo Woon), Lee Eunhyuk

 

Disclaimer                          : FF ini milikku yang ke-5, All Cast milik Tuhan YME, FF waras ke 4 ku. DAN KIM JONG WOON MILIK CHOI YERA, CHOI YERA MILIK KIM JONG WOON (sudah di daftarkan ke KUA)

Gadis itu mengeratkan jaket kulit berwarna hitam yang dipakainya.ia melepaskan kacamata hitam dan tersenyum.

“Masih sama dengan 5 tahun yang lalu….” Gumamnya sembari memakai kembali kacamatanya lantas menarik sebuah koper berwarna biru muda meninggalkan airport

“Yera-ya..” merasa namanya dipanggil, gadis itu menoleh ke belakang. Terlihat seorang pria bertubuh tinggi tegap, berparas tampan. Pria itu memakai celana denim dan kemeja berwarna putih lengkap dengan kacamata hitamnya. Pria itu tersenyum hangat sehingga menampakkan lesung pipi di kedua pipinya. Sungguh menambah daya pikatnya.

Yera hanya berdiri mematung tanpa ekspresi kemudian melepaskan kacamatanya dan menaruhnya di atas kepalanya. Di tumpukkan rambut yang terkuncir asal.

Yera meneliti pria di hadapannya, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Detik kemudian gadis itu menghambur ke pelukan sang pria.

“Bogoshippoyo oppa….” Pria itu hanya terkekeh melihat tingkah dongsaeng-nya yang kembali manja terhadapnya setelah sekian lama terpisah. Semenjak gadis itu memutuskan untuk melanjutkan studi-nya di Amerika.

“Oppa juga merindukanmu, chagi….” Siwon – nama pria itu – menarik hidung Yera dan langsung menggandengnya menuju ferrari hitam yang terparkir sembarang di pelataran airport.

”Kukira kau menyuruh tangan kananmu untuk menjemputku,” cibir Yera membuat tawa kecil terlontar dari mulut Siwon.

”Eunhyuk hyung maksudmu?? Hahahhaha mana mungkin oppa tidak menjemputmu, kau itu dongsaeng oppa satu-satunya. Lagipula bukankah Eunhyuk hyung menyukaimu?? Wajar saja bukan jika ia mau menjemputmu.” Siwon mengerling ke arah Yera yang justru membuat gadis itu ingin sekali menendang keluar Siwon karena telah mengoceh yang tidak penting kepadanya. Ia merutuki kehidupan sebelumnya, kenapa sampai bisa mendapatakan kakak seperti Siwon itu??

”Aku tidak berniat mendengar cerita apapun tentang pria itu.” Yera mendengus kesal lantas lebih memilih mendengarkan musik dari iphone-nya lewat earphone yang ia pakai.

”Arraseo…dan kau akan tinggal bersama oppa. Jangan membantah!!!” ujar Siwon dengan tegasnya ketika terlihat dari sudut matanya Yera hendak mengajukan protes.

”Hemhh…” gadis itu menyandarkan dirinya di sandaran kursi samping kemudi. Matanya terpejam tidak berniat menikmati hiruk pikuk suasana di Korea dan lebih memilih untuk berjalan ke arah mimpi. Siwon yang di sampingnya hanya tersenyum lantas kembali fokus mengemudi.

Yera duduk dengan memandang lekat ke arah Siwon yang sibuk dengan mengurus berkas-berkas di meja kerjanya. Ingin gadis itu membakar berkas-berkas tersebut. Berkas-berkas perusahaan yang tidak ia sukai untuk sekarang. Sebenarnya kalau mood gadis itu sedang dalam kondisi baik, ia pasti bisa membantu Siwon mengingat di Universitas-nya gadis itu mengambil fakultas Ekonomi Managemen. Tetapi untuk sekarang, ia jenuh. Ia terus saja mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Berusaha mencari perhatian sang kakak. Tapi tetap saja Siwon yang memang mempunyaii konsentrasi penuh atas apa yang ia kerjakan tidak mempedulikan ulah sang adik.

Yera mendengus lalu beranjak pergi sampai tangannya tidak sengaja menyenggol sebuah bingkai foto. Untungnya gadis itu mempunyai refleks yang bagus sehingga dengan mudahnya menangkap bingkai foto tersebut yang hampir terjatuh. Jika saja itu terjadi, dipastikan Siwon akan mengamuk karena benda yang ia punya dipegang sembarang. Yera membalikkan bingkai foto itu yang ada di telapak tangannya. Ia tergelak melihat dua sosok orang yang sangat ia rindukan. Matanya tiba-tiba perih dan tidak ia sadari, ia menangis.

Pasalnya dua sosok itu adalah kedua orang tua mereka yang telah lama meninggal. Kedua orang tua yang ia sayangi sekaligus yang ia benci. Ia membenci mereka karena telah membuat hidupnya dan Siwon menderita. Kehidupan yang tak layak untuk usia mereka. Siwon yang saat itu berusia 10 tahun harus berjuang mati-matian mempertahankan hidupnya dan hidup adiknya yang saat itu berusia 5 tahun. Kehidupan mereka yang jauh dari kata aman mengingat ayah mereka – Choi Seung Hyun – adalah ketua mafia terbesar. Mafia yang disegani oleh kelompok yang lain karenakelakuan Seung Hyun dan anggotanyatidak berkeprikemanusiaan.

Mafia yang selalu diburu oleh Secret Korean Agency (SAK). Dan dengan kelihaiannya meloloskan diri, akhirnya SAK bekerjasama dengan FBI. Entah nasib buruk apa yang menyambut Seung Hyun, ia tewas tertembak tepat di jantungnya oleh orang kepercayaannya sendiri. Yang ternyata adalah agen SAK yang di sengaja tugaskan untuk mendekati Seung Hyun guna mencari keberadaan dan kelemahan pria itu. Dan sejak saat itu Siwon dan Yera mengganti nama mereka beserta marga mereka menjadi Lee Hoo Woon dan Lee Hye Woon. Mereka mengikuti marga sang ibu yang sampai sekarang tidak ada seorang pun yang tahu siapa, karena semasa hidupnya Seung Hyun mengaku tidak mempunyai istri hanya untuk menjaga keamanan anak-anak dan istrinya. Tapi siapa yang sangka jika identitas ssang anak lah yang diketahui terlebih dahulu sehingga Siwon dan Yera menjadi perburuan, baik SAK dan FBI maupun mafia yang lain yang berniat balas dendam pada Seung Hyun.

Sang ibu meninggal sehari setelah pemakaman Seung Hyun karena rasa cintanya pada suaminnya itu sehingga membuatnya depresi dan memutuskan untuk bunuh diri. Sejak saat  itu keberuntungan berpihak pada Siwon dan Yera. Siwon yang dianugerahi otak yang jenius dalam bidang bisnis mampu merancang bisnisnya yang dimulai kecil-kecilan sehingga sukses sampai sekarang. Siapa yang tidak mengenal Siwon atau Hoo Woon sang pengusaha muda tersukses sekaligus pemilik LEE CORPORATION yang mempunyai cabang hampir di seluruh kota di Korea.

Yera mengusap air matanya. Ia berjalan keluar menuju kamarnya. Sesaat setelah di depan piintu kerja Siwon gadis itu kembali memasang wajah dinginnya. Seiring kepergian ssang adik, Siwon mendongak sebentar lantas tersenyum getir.

”Mr. Jeremy…” panggil seorang pria berambut pirang pada pria yang berpakaian jas lengkap dan mempunyai wajah oriental Asia di sebuah lobi gedung berlantai 3. Pria yang dipanggil Jeremy itu pun menoleh lantas tersenyum dan membungkukkan badannya-sesuai dengan adat negaranya-. Pria berambut pirang pun mengerti karena ia telah lama bekerja sama degan Jeremy.

”Ya..Mr. Michael?? How Are You??” Jeremy berusaha berbasa-basi yang ternyata hanya disambut oleh uluran tangan Michael memberikan sebuah passport dan tiket pesawat penerbangan Korea.

”Penerbangan 2 jam lagi. Identitas mereka akan saya kirim melalui e-mail ketika Anda telah sampai di Korea. Dan yeah, di sana Anda akan ditemani seorang partner yang akan menjemput Anda di airport. Saya harap Anda akan melakukan tugas ini dengan baik sesuai dengan harapan almarhum ayah Anda.”

”Saya mengerti. Terima kasih.” Jeremy lantas kembali membungkukkan badannya sebelum meemutuskan untuk pulang ke apartement-nya. Berpamitan dengan sang ibu dan menyiapkan segala yang ia perlukan untuk pulang ke negaranya. Korea. Negara gingseng yang ia tinggalkan karena sang ayah menungsikan dirinya dan sang ibu dengan alasan demi keamanannya. Dan juga meninggalkan cintanya pada seorang gadis kecil. Gadis kecil yang berusia 5 tahun yang menegurnya ketika ia menangis di Sungai Han karena saat itu ia bertengkar dengan sang ayah. Sebenarnya saat itu ia malu kaarena usianya suddah terbilang bukan anak-anak lagi. 13 tahun, bukankah usia yang menginjak remaja??

Jeremy memekik senang dan menyunggingkan seulas senyum di wajahnya yang selalu terpasang ekspresi dingin ketika tahu ia akan ditugaskan ke Korea. Bukankah dengan kembalinya ia ke Korea, ia juga bisa mencari keberadaan gadis itu dengan hanya berbekal ingatan masa kecil di Sungai Han. Ia berharap gadis itu selalu berkunjung di sungai tersebut. Terlihat saat itu, gadis kecill tersebut sedang meengendarai sepeda kecil besrta perlengkapan lengkap bersepeda. Pria itu melirik arloji-nya yang terpampang angka 10, ia menambah porsche hitamnya agar segera sampai di apartement-nya di wilayah Washington.

”Yera-ya,” panggil seorang p            ria berbadan sedang berwajah taampan dan berambut sedikit kemerahan memakai kaos berekerah berwarna putih di sebuah beranda rumah. Pria itu berlarri kecil menghampiri gadis yang berbalut celana jeans pendek dan sebuah blouse berwarna putih dan dipadu dengan sepatu cats warna senada dengan blouse. Leher jenjang gadis itu terekspos jelas karena ia menggelung rambutnya asal dan membiarkan anak rmabut menari-nari tertiup angin di beranda tersebut membuatnya terlihat…err…seksi. gadis itu mendengus kesal ketika tahu siapa yang memanggilnya. Ia lantas berjalan melewati Eunhyuk yang masih berdiri dengan wajah terkagum-kagum. Ia berusaha berjalan cepat sampai tangan Eunhyuk menahannya di bahu gadis itu. Yera menghentikan langkahnya dan menatap tajam sang pria yang hanya tertawa kecil.

”Hei, beginikah caramu menyapa seseorang?? Bukankah di Amerika cara menyapa dengan memberikan ciuman kecil??” godanya sembari mengerling nakal. Eunhyuk bukan mencoba melecehkan Yera, hanya saja ia ingin bergurau dengan gadis yang ia sukai. Gadis yang mampu mengalihkan dunianya. Gadis yang sampai sekarang tidak membalas perasaannya sehingga cintanya terkena syndrom cinta bertepuk sebelah tangan.

”Cih!! Persetan dengan cara itu!! Aku tidak sudih!!!” ucap Yera ketus membuat pria di hadapannya terkekeh.

Yera lantas melirik tajam tangan Eunhyuk yang masih berada di bahunya. Memintanya untuk melepaskan. Eunhyuk mengerti dan tertawa kecil lantas menarik tangannya dan mengangkat kedua tangannya seperti tanda menyerah.

”Waow.. sepertinya cuaca panas membuatmu meledak-ledak seperti ingin memuntahkan lahar panas. Dan ketika kau marah, kau justru lebih terlihat sexy.” Yera hanya tersenyum sinis. Ia lebih memilih untuk melanjutkan langkahnya. Eunhyuk menghembusakan napas berat setelah kepergian Yera. Sungguh jauh di lubuk hatinya, ia merasakan perih dan nyeri merasakan perlakuan Yera terhadapnya. Tetapi karena rasa cintanya yang kuat, ia dengan sukarela merasakan perlakuan Yera. Baginya tak apa jika Yera memperlakukan dirinya seperti itu asalkan kebahagiaan selalu menyertai gadis itu.

”Hyung….” panggil Siwon membuat Eunhyuk yang masih memperhatikan langkah Yera tersentak.

”Yeah?? Siwon-ah, Yera kapan kembali ke Korea??”

”Hyung, tolong jangan panggil nama asli kami. Kau tahu bukan?? Panggil aku Hoo Woon dan Yera dengan Hye Woon.” Siwon menepuk pelan bahu Eunhyuk.

”Arraseo.. mianhae,” sesalnya. Bagaimanapun juga Eunhyuk tahu cerita kehidupan mereka seperti apa. Karena Eunhyuk pun adalah salah satu anak dari adik sepupu Seung Hyun. Lee Ji Hoon. Lee Ji Hoon sebenarnya mempunyai dua orang putra yang diberi nama Lee Eunhyuk dan Lee Donghae. Namun saat peristiwa itu pula putra bungsu Ji Hoon pergi entah kemana bersama dengan istrinya. Istrinya hanya membawa Donghae karena Eunhyuk saat itu sedang pergi bermain dengan Siwon.

”Sudahlah tak apa. Tentang pertanyaanmu, Hye Woon kembali kemarin sore.  Kau ada apa kesini hyung??”

”Eoh?? Aku kemari hanya ingin mengajakmu mengecek persediaan persenjataan kita. Kau ada perlu kah??”

”Anniya… kkajja!!!” saat mereka hendak pergi mataa mereka tertumbuk pada sosok Yera yang berpakaian berbeda dari semula. Penampilan gadis itu lebih casual. Jeans panjang dan kaus pendek dirangkap dengan jacket hitamnya. Ia juga memakai sepatu cats berwarna biru. Tak lupa gadis itu pula memakai kacamata hitamnya dengan rambut bergelombang dibiarkannya tergerai.

”Hye Woon-ah, kau mau kemana??” tanya Siwon penasaran.

”Aku mau ke airport, menjemput temanku,” jawabnya dengan begitu hangat sembari tersenyum. Eunhyuk tergelak, ini pertama kalinya ia melihat senyuman hangat yang disunggingkan oleh Yera, yah walaupun senyuman itu bukan untuknya, ia justru merasa bahwa senyuman itu ditujukan padanya.

”Mau kuantar??” tanya Eunhyuk. Yera menggeleng keras lantas berjalan meninggalkan mereka. Eunhyuk kembali tersenyum getir. Siwon yang tahu perasaan Eunhyuk sebenarnya hanya menepuk pundak Eunhyuk menciba menguatkannya dari perlakuan dingin Yera.

”Benar kau mau kembali??” tanya Song Seung Ah pada anaknya yang sedang memsukkan beberapa pakaian ke koper hitam yang tergeletak di bed anaknya.

”Nde eomma, ini tugasku.” pria itu berlutut dan menumpukan tangannya di pangkuan sang ibu disusul dengan kepalanya yang ia baringkan.

”Jeremy…anni….Yesung-ah, sesampainya di sana kau harus menempati rumah kita, nde??” Seung Ah mengelus rambut anaknya. Ada perasaan tidak rela yang menyelimuti ketika melihat anaknya harus pergi demi tugas yang cukup berat. Ia takut jika sesuatu yang terjadi pada suaminya – Kim Woo Bin – terjadi juga pada anak satu-satunya.

Kim Woo Bin ditemukan tewas di dalam ruang kerjanya tanpa wasiat apapun atau lebih tepatnya seperti ada yang sengaja disembunyikan dan dirahasiakan sampai mati. Seung Ah yang saat itu hendak memanggil Woo Bin untuk makan malam berteriak histeris melihat tubuh tanpa nyawa suaminya. Diduga Woo Bin tewas karena aksi bunuh diri yang terlihat dari sayatan di pergelangan tangannya. Oleh kareena itu Seung Ah tidak ingin Yesung mengikuti jejak Woo Bin dan hanya cukup sampai mengikuti profesi sang ayah.

Seung Ah beranjak keluar menuju kamarnya dan kembali lagi sembari membawa sebuah kotak kayu dan memberikannya pada Yesung. Yesung kemudian membukanya dan ia terhenyak lantas memandang lekat wajah sang ibu untuk meminta penjelasan dari benda yang ia lihat.

”Ini adalah kalung yang dititipkan pada ayahmu dari atasannya untuk diberikan pada anak gadisnya.” Yesung mengernyitkan dahi. Bukankah selama ini ayahnya adalah seorang direktur?? Yaa.. di samping profesinya menjaddi agen SAK.

”Jika kau ingin tahu siapa gadis itu. Ibu juga tidak tahu. Ayahmu hanya berpesan seperti itu atasan ayahmu saja ibu tidak tahu. Tetapi sehari sebelum ayahmu meninggal, beliau bercerita kalau ia dan atasannya sangatlah dekat sebelum ia menyelesaikan tugas dari SAK dan FBI.” Seung Ah menghembuskan napas berat karena telah mengingat kenangan pahit itu. Yesung yang menyadari perubahan wajah Seung Ah menutup mulutnya untuk semakin bertanya walaupun dalam otaknya ia terus saja berputar pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada sang ibu. Ia tidak mau jika ibunya itu membuka lebih dalam luka lama yang telah sedikit demi sedikit tertutup.

Yesung menyeret kopernya sembari mencari-cari seseorang yang menjemputnya dan juga sebagai partner-nya. Ia ingat ucpan Mr. Michael lewat pesan yang dikirim ke ponselnya. Seorang gadis. Yesung mendesah, haruskah seorang gadis?? Bukankah dengan adanya seorang gadis di samping pria yang notebene sedang menjalani tugas penting malah justru membuat sang pria repot??

”Yang benar saja… sehebat apa gadis itu sehingga Mr. Michael mempercayainya untuk menjadi partner-ku!!” gerutu Yesung sembari berjalan mondar-mandir tanpa arah sampai sebuah tangan menghentikannya. Yesung tersentak, lantas memutar tubuhnya dan ia terhenyak lantaran seorang gadis di hadapannya. Cantik. Itulah kata yang melintas di pikiran Yesung saat pertama kali melihatnya. Kelopak matanya bahkan sampai lupa untuk bagaimana cara berkedip. Bukankah itu sangatlah wajar bagi seorang pria??

FF||OneShoot||(N)ever||By. Nagita Yuanita Wadi||Y Couple

Tittle                                      : N(ever)

 

Author                                   : YuanitHEE (raeHEEchul)

 

Blog                                        : http://www.naddictator.wordpress.com

 

Genre                                     : AU! ;  Action

 

Rating                                    : T-15

 

Lenght                                   : Oneshoot

 

Words                                    : 4,516

 

Cast                                        : Kim Ye Sung; Choi Ye Ra

 

Support Cast                                    : Choi Rae Hee; Kim Hee Chul; Lee Sung Min

 

Disclaimer                            : FF ke-69 ini punya Author. Choi Rae Hee milik Kim Hee Chul. Other cast ? for you guys ^^  

 

Note                                       : Authorfic, Copyright*

 

 

Happy Reading ^^

 

==================================

Pria itu berlari terseok, sambil sesekali menoleh ke belakang seolah memastikan kalau tidak ada yang mengikutinya. Tangan kanannya yang memegang pistol, sudah menekan dengan kuat dada kiri bagian atas yang mengeluarkan darah.

Napasnya tersengal, bibirnya sudah pucat, dan peluh membanjiri seluruh wajahnya. Yang ia tahu… ia harus segera menemukan tempat yang aman agar bisa menyelamatkan dirinya. Peluru sialan yang bersarang di dadanya… harus dikeluarkan segera.

Dalam kegelapan malam dan suhu ekstrem musim dingin, ia berusaha bertahan, mengatur napasnya sambil tetap berlari. Darah menetes dari dadanya, menodai putihnya salju yang ia langkahi. Tepat saat ia berbelok, satu peluru lagi mengenai dinding di sampingnya. Nyaris saja.

Ia menyadari kalau dirinya telah ‘ditemukan’ dan memutuskan untuk keluar dari wilayah peti kemas pelabuhan itu. Berlari menyusuri gang kecil dan sampai di jalan raya tepat saat sebuah mobil melintas dan menabraknya.

Ia bernapas dengan susah payah sambil berusaha bangkit dari terbaringnya ia di jalanan yang dingin. Ia merasakan tangan seseorang tengah membantunya dan menanyakan keadaannya dengan panik.

Ia tahu kalau seseorang itu adalah seorang gadis karena jeritan syok gadis itu saat melihat ia terluka.

“Tolong… Aku…” Hanya dua kata itu yang sempat digumamkannya karena setelah itu… ia hanya bisa sibuk mengatur napasnya agar tetap ‘sadar’.

Ia mengikuti gadis yang membopohnya ke arah mobil dan membaringkannya di kursi belakang penumpang. Sementara ia bisa merasakan kalau gadis itu cepat-cepat masuk ke dalam mobil, melesatkan mobilnya lebih cepat sepuluh detik saat pria lain yang ‘mengejar’nya itu keluar dari gang.

Pria lain itu melihat pistol tergeletak di sudut gang dan bercak darah di jalan yang terutup salju tipis, membuatnya yakin kalau mobil yang baru saja melintas telah membawa pria yang diburunya. Pria itu mengeluarkan ponsel, menekan beberapa tombol. “Dia lolos,” lapornya kepada sang atasan.

Ia mendengarkan sejenak, lantas mematikan sambungan teleponnya, menunggu sebentar sampai ada mobil lain yang menjemputnya.

****

Arraseo!!! Aku sudah akan pulang, Saengiya….”

Choi Ye Ra melangkah keluar lift gedung tempatnya bekerja dan menghampiri Chevrolet hitam hasil pinjaman paksanya dari Lee Sung Min, sahabatnya yang baik hati karena mobilnya sedang di bengkel.

Yah… Sebenarnya tidak hanya meminjam paksa, tapi menyogok sekaligus mengancam dengan sadis yang entah dia pelajari dari mana kata-kata sadisan itu. Kekasih sang adik-kah? Tidak tahu. Yang jelas dia tidak perlu pulang naik bus di larut malam karena harus kerja lembur seperti sekarang ini. Sung Min toh sudah pulang dari tadi dengan menggunakan bus.

Ye Ra memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menaruhnya di kursi penumpang samping kemudi, mulai menjalankan mobil Sung Min meninggalkan lokasi parkir gedung perusahaan keluarga Shin.

Jalanan kota Seoul yang sepi dan tertutup salju tipis. Seminggu lagi natal tiba dan dia belum mengurus ijin cutinya, belum menyiapkan segala hal untuk menyambut natal tahun ini. Ia menopangkan sikunya di jendela yang tertutup saat traffic lamp berubah merah.

Kemudian… Ia menjalankan mobilnya kembali dan berbelok ke kiri, memutuskan untuk lewat jalan pintas saja karena mengingat hari sudah lewat tengah malam. Tapi saat ia baru saja berbelok, ia langsung menghentikan mobilnya karena syok. Sepertinya ia menabrak seseorang.

Dengan takut-takut, ia keluar dari mobil dan melihat seorang pria nampak mengerang kesakitan dengan tersorot lampu mobil Sung Min. Ia panik saat melihat ada darah di salju putih dibawah pria itu, lantas buru-buru menghampiri pria itu, menanyakan keadaannya sambil membantunya berdiri.

Tanpa sadar ia menjerit tertahan, ngeri saat melihat banyak darah yang merembes dari jaket kulit cokelatnya.

“Tolong… Aku…”

Dua kata itu diucapkan sang pria dengan terputus-putus. Ia langsung membopong sang pria ke arah mobil Sung Min dan membaringkannya di kursi belakang penumpang. Setelah menutup pintu, ia berlari memutar dan duduk kembali di belakang kemudi, melajukan mobil Sung Min secepat yang ia bisa… Menuju rumah sakit.

****

Pria itu meremas bahu gadis yang menolongnya dengan erat, membuat gadis itu menoleh sekilas, menanyakan ada apa.

“Jangan ke rumah sakit. Kau bisa membawaku kemanapun asal tidak ke rumah sakit.”

“Tapi lukamu…”

“Aku sudah bilang kan, Nona?” ucap pria itu lagi dengan nada dingin, membuat gadis yang menolongnya mengangguk kaku, tanpa sadar menyetujui apa yang dikatakan pria itu.

Mobil yang sudah memasuki lahan rumah sakit itu, kembali ia putarkan dan keluar dari gedung yang penuh dengan dokter-dokter dan pasien itu. Pria itu nampak menghembuskan napas berat saat akhirnya mereka keluar dari kawasan rumah sakit, kembali menuju jalan raya.

“Aku tidak tahu ini benar atau tidak tapi… Karena aku memang sudah menabrakmu hingga kau terluka seperti itu dan kau juga menolak untuk ke rumah sakit, ku kira aku bisa merawatmu di rumah ku.”

Pria itu tersenyum tipis saat mendengar suara ragu yang terlontar dari mulut sang gadis. Ia bisa melihat kalau pegangan tangan gadis itu pada kemudi semakin erat.

“Kau melakukan hal yang benar. Hanya tolong aku. Itu saja,” ucapnya pelan, sudah tak punya tenaga lagi akibat luka di dadanya. Matanya perlahan terpejam, terasa berat. Tapi ia tetap terjaga.

****

Ye Ra mengetuk pintu dengan kencang, dan tak lama kemudian adiknya menampakkan diri dengan rol rambut di sekitar kepalanya dan piyama panjang berwarna pink bergambar kucing.

Sang adik menutup mulutnya karena menguap. Tapi kemudian menjerit saat Ye Ra menarik tangannya keluar rumah, menodai sandal bulu hello kittynya karena menyentuh salju kotor di depan rumah.

“YAK!!”

“Hanya diam dan lakukan apa yang ku minta.” Ye Ra menutup mulut sang adik dan membuka pintu belakang penumpang, membuat sang adik melotot kaget.

Sebelum adiknya sempat bertanya, Ye Ra sudah menyorotkan ucapan ‘diam’ dari matanya dan mulai membantu pria itu untuk keluar dari mobil, memapahnya dengan dibantu sang adik di sisi kiri.

“Bawa ke kamar Si Won Oppa saja….” ucap Ye Ra pada sang adik yang mengerti. Keduanya melangkah menuju kamar kakak laki-laki mereka yang sudah tiada, di lantai satu.. Terhalang sebuah dinding.

Ye Ra membaringkan pria yang mengerang itu dengan perlahan, lantas mengangguk pada sang adik yang langsung berhambur ke luar ruangan.

“Biar aku lihat seberapa parah lukamu. Adikku adalah dokter muda yang baru menyelesaikan pendidikannya, dia bisa membantumu,” ucap Ye Ra sambil mengulurkan tangan untuk membuka jaket kulit pria itu.

Tangan Ye Ra tertahan di udara karena pria itu menggenggamnya dengan erat. Rasanya… Hangat. Walau sebenarnya tangan pria itu sangat dingin tapi tetap saja… Rasanya hangat. Ia tidak tahu kenapa.

Ye Ra menelan ludah dengan susah payah saat melihat tatapan tajam pria itu. “Jangan katakan pada siapapun kalau kau menampungku disini. Adikmu cukup, karena aku juga akan mengurus diriku sendiri. Bisa aku meminta pisau kecil yang tajam? Dan alkohol? Kapas juga, cukup banyak kalau bisa,” ucap pria itu dengan napas yang tersengal. Ye Ra mengangguk tanpa ragu, dan mulai berjalan keluar ruangan saat tangan pria itu perlahan melepasnya.

Bertepatan dengan keluarnya Ye Ra, adik gadis itu masuk dengan membawa gunting operasi, baskom alumunium dan obat-obatan lainnya.

“Rae Hee-ya?” Ye Ra kembali masuk ke dalam kamar, merasa kalau apa yang dibutuhkan pria itu sudah dibawakan oleh sang adik.

Rae Hee hanya menoleh kepada Ye Ra yang berdiri diam memperhatikan sosok pria itu. Peluru? Apakah hal yang ia lakukan adalah benar? Bagaimana orang yang ditolong Ye Ra itu adalah penjahat kelas kakap yang sedang diburu? Bukankah menyelamatkan pria itu malah menjadi sebuah kejahatan?

Ye Ra tersentak saat pria itu menjerit tertahan. Wajah pria itu memerah dengan napas yang tidak teratur. Ye Ra masih diam memperhatikan saat Rae Hee berusaha menekan pendarahan dan kemudian membalut luka itu dengan perban. Meminta pria itu untuk jangan banyak bergerak. Pria itu memejamkan separuh matanya, selain terpengaruh obat bius, sosok itu memang lemah karena darah yang dikeluarkan cukup banyak.

Ye Ra menyelimuti pria itu dan ikut keluar menyusul Rae Hee yang sudah terlebih dahulu meninggalkan mereka. Masih mengenakan blazernya, ia membuka lemari es dan mengambil botol air dingin, langsung menegaknya hingga habis separuh. Apa yang dia lakukan malam ini benar-benar membuatnya tegang.

“Dia siapa, Eonnieya?” tanya Rae Hee, masih mencuci tangannya di wastafel.

Ye Ra pindah dan bersandar di dinding samping Rae Hee, memperhatikan adiknya yang sedang membersihkan peralatan medisnya. “Tadi aku lewat jalan pintas dan pria itu muncul tiba-tiba hingga menabrak mobil Sung Min yang kukendarai. Aku terkejut dan langsung turun. Lebih syok saat melihat noda darah di atas salju dekat pria itu. Kukira aku menabraknya hingga terluka parah… tapi, saat menghampiri pria itu dan aku melihat darah merembes tak wajar dari bahunya, aku tahu kalau itu pasti bukan luka ‘ditabrak’. Pria itu meminta padaku untuk menolongnya dan aku refleks membawanya.”

Ye Ra bisa melihat Rae Hee tersenyum tipis, lalu berlalu untuk memasukkan alat medisnya ke dalam oven untuk disterilkan. “Kenapa tidak dibawa ke rumah sakit saja?”

I will. Tapi saat memasuki wilayah rumah sakit, dia mengatakan untuk tidak membawanya kesana. Yang kupikirkan hanyalah menyelamatkannya terlebih dahulu karena wajahnya semakin pucat dan napasnya sudah putus-putus, jadi kuputuskan untuk membawanya ke rumah karena mengingat kau pasti bisa membantu.”

Rae Hee berbalik melihat ke arah Ye Ra dan melipat tangannya di depan dada. “Bagaimana kalau dia adalah penjahat, Eonnie? Yang sedang diburu? Jelas sekali penolakkannya yang tidak ingin dibawa ke rumah sakit kan? Pasti pihak yang sedang memburunya dapat dengan mudah melacaknya.”

Ye Ra mendesah pasrah. “Itulah yang kupikirkan saat melihat pria itu selama kau ‘mengoperasi’nya tadi. Atau kita lapor polisi saja sekarang?”

“Kita periksa identitasnya dulu saja. Itu akan lebih mudah nanti. Lagipula… kondisinya belum stabil. Bagaimanapun dia itu pasien yang baru saja kehilangan banyak darah. Sepertinya aku menyimpan pistol Si Won Oppa di kamar, bisa kita gunakan untuk berjaga-jaga,” ucap Rae Hee dan Ye Ra mengangguk.

Rae Hee melesat ke kamarnya dan kembali beberapa saat kemudian dengan pistol kecil yang tersembunyi di balik jaket yang sudah melapisi piyamanya. Gadis itu mengangguk pada sang kakak, kemudian keduanya bergegas masuk ke kamar Si Won dimana pria itu sedang tidur.

Dengan perlahan, Ye Ra meraba kantung jaket pria itu dan tidak menemukan apapun. Kemudian tangannya beralih ke saku celana dan hasilnya sama saja. Nihil.

Ye Ra menggeleng pada Rae Hee yang mengernyit, lantas mengisyaratkan untuk meninggalkan kamar. Saat pintu tertutup, pria itu membuka mata dan menghembuskan napasnya pelan.

“Tak ada apapun.” Ye Ra menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan Rae Hee yang duduk di hadapannya.

“Kita hubungi polisi saja sekarang. Tidak ada identitas itu benar-benar mencurigakan.” Rae Hee langsung mengambil ponselnya dan menghubungi polisi.

****

Ye Ra menyesap kuah mi hingga mangkuknya bersih. Lantas dia melotot kesal ke arah Rae Hee yang berteriak memanggil namanya seperti orang kesetanan.

“Dia menghilang dari kamar dan hanya meninggalkan ini diatas meja.”

Ye Ra terbelalak dan buru-buru mengambil secarik kertas yang disodorkan Rae Hee.

Terima kasih atas pertolongannya. Kurasa sudah saatnya aku pergi. Aku bukan orang jahat jadi kalian tidak perlu takut karena telah menolongku.

 

Ye Ra menelan ludah. Berarti pria itu tahu kalau mereka berdua mencurigainya. Rae Hee berbisik kalau dia mendengar sirine mobil di depan rumah rumah dan Ye Ra meminta sang adik untuk menyembunyikan kertas itu dan jangan mengatakan apapun tentang isi pesannya.

=========================

Pria itu meremas sebuah kartu yang selama ini menjadi identitasnya di Korean Secret Agent selama 8 tahun terakhir. Dengan penuh kekesalan, ia melempar kepingan kartu yang bertuliskan Ye Sung Kim dan nomor identitasnya itu ke sungai Han. Pengkhianatan. Ia dikhianati.

Ye Sung tersenyum getir. Ia tahu resiko pekerjaannya, tapi… Ia dituduh telah berkhianat. Tuduhan yang tidak beralasan itulah yang membuatnya kesal. Ia diburu sekarang dan harus dibunuh, sementara ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun dan tentu saja masih ingin hidup.

Ye Sung melanjutkan langkahnya dengan pelan, merasa sedikit lebih baik karena peluru menyakitkan itu sudah tidak bersarang ditubuhnya. Ia sangat berterima kasih kepada dua kakak-beradik yang telah menyelamatkan hidupnya, meski ia tahu kalau dua gadis itu mencurigainya dan sudah menghubungi polisi.

Tidak. Sebelum ia mengetahui kenapa ia dituduh berkhianat, ia tidak akan tertangkap ataupun mati… Tidak boleh. Ia membutuhkan keadilan. Ia berhak tahu. Bukankah begitu?

Ye Sung berbelok di sebuah gang kecil dan membuka sebuah pintu kecil di belakang tempat sampah. Sebagai seorang Agen Rahasia, kehidupannya tidak pernah bisa dikatakan aman. Para agen selalu mempunyai tempat tinggal lebih dari satu dan hanya orang-orang dalam organisasi sajalah yang mengetahuinya. Tapi Ye Sung punya satu rumah kecil yang benar-benar ‘terlepas’ dari organisasi, tak bisa dilacak.

Ye Sung membakar semua berkas-berkas tentang dirinya dan organisasi, tak menyisakan satupun. Ia bersumpah kalau dirinya telah dijebak dan akan menemukan kebenarannya.

=========================

Kim Hee Chul melangkah turun dari mobil Peaugeot putihnya. Dibalik mantel tebal berwarna hitamnya, kaus garis-garis dan celana denim yang ia gunakan memang simpel, tapi tidak membuat ketampanannya berkurang. Hee Chul menyipitkan mata dibalik kaca mata hitamnya saat melihat mobilChevrolet hitam yang terparkir manis di halaman rumah kekasihnya. Dan ia terbelalak saat melihat plat nomor mobil itu.

Saat pintu terbuka dan Ye Ra keluar rumah, Hee Chul segera menormalkan wajahnya lagi dan membungkuk pada kakak dari gadisnya, menghampiri sosok itu.

“Eoh… Hee Chul-ah… Kau sudah datang? Rae Hee ada di dalam. Masuk saja.”

Hee Chul mengangguk dan melirik sekilas ke arah mobil hitam itu.  “Mobil baru, Noona?” tanyanya santai sambil tersenyum.

Ye Ra tertawa. “Mobil teman. Kupinjam paksa semalam karena aku harus lembur. Aku berangkat ya?” pamit Ye Ra dan langsung masuk ke dalam mobil, memundurkan keluar dari halaman dengan hati-hati, dan membunyikan klakson sebelum akhirnya menjauh dari pandangan.

Raut Hee Chul mengeras dan ia sudah siap mengeluarkan sebuah benda dari saku mantelnya saat Rae Hee keluar dan memanggilnya.

****

Ye Ra menghampiri Sung Min dan memberikan kunci mobil pada pria itu. “Terima kasih, Oppa. Kau memang yang terbaik. Bensinnya sudah kuisi full kok,” ucapnya sambil tersenyum lebar, membuat Sung Min mendengus.

“Dasar yeoja sial! Kau tahu tidak kalau aku kemarin nyaris dirampok?”

“Nyaris kan? Tidak berhasil? Aku tahu Oppa, kau kan hebat bela diri. Pasti perampok itu takut padamu. Kekekeke.”

“MENYEBALKAN!!” Sung Min menggulung proposal di atas meja dan memukulkannya ke kepala Ye Ra dengan cepat.

“Sakit!!” seru Ye Ra, hendak membalas. Tapi sayangnya Sung Min lebih cepat menghindar. Ye Ra menghela napasnya. “ngomong-ngomong soal perampok… Semalam aku menolong seseorang yang tertembak,” ucap Ye Ra dan membuat Sung Min melotot ingin tahu.

Gadis itu masih berdiri dengan menopangkan tangannya di sekat penghalang antara biliknya dengan bilik Sung Min yang memang bersebelahan.

“Saat aku pulang, aku menabrak seseorang dan aku menolongnya. Aku membawanya ke rumah dan Rae Hee membantu ‘mengangkat’ peluru di bahu pria itu. Aku tidak tahu siapa karena saat kami mencari identitasnya, dia tidak memilikinya di saku manapun. Karena curiga, kami akhirnya memutuskan untuk menghubungi polisi, sialnya tepat sebelum polisi itu datang… Pria itu sudah tidak ada.”

“Wow. Tapi pria itu tidak melakukan sesuatu pada kalian berdua kan?” tanya Sung Min cemas. Bagaimanapun ia khawatir pada orang yang ia sukai itu.

“Tidak. Dia tidak melakukan apapun kecuali merintih minta tolong dan tertidur setelah Rae Hee mengangkat pelurunya.”

“Lain kali kau jangan macam-macam. Kau bisa membawanya ke rumahku kan? Setidaknya dia tidak akan bisa macam-macam karena yang ada di hadapannya bukan dua gadis lemah. Bagaimana kalau dia adalah pembunuh yang sedang buron?”

“YAK! Kami bukan gadis lemah! Lagipula Rae Hee menyimpan pistol kecil milik Si Won oppa yang bisa kami gunakan untuk menembaknya kalau macam-macam.”

“Atau bisa saya gunakan untuk menembak kepala Anda berdua jika masih saja mengobrol di saat jam kerja.”

Ye Ra menelan ludah saat mendengar suara menyeramkan itu. Ia berbalik perlahan dan melontarkan senyum manisnya pada atasannya yang jutek. Cho Kyu Hyun. Sementara Sung Min berusaha menahan tawanya.

========================

Hee Chul menekan tombol off pada earphone bluethootnya. Pria itu melihat ke arah Rae Hee yang sibuk menghabiskan jjangmyeonnya. Gadis dihadapannya… bersama Ye Ra sudah menyelamatkan Ye Sung meski akhirnya Ye Sung melarikan diri dari rumah itu. Apakah selanjutnya kehidupan mereka berdua akan aman?

Padahal… Malam itu Hee Chul bisa merasakan kalau bukan hanya dirinya saja yang mengejar Ye Sung, tapi ada pihak lain yang ia rasa adalah pihak yang memanfaatkan Ye Sung hingga membuat dirinya harus membunuh sahabatnya itu sendiri.

Ia memang kehilangan jejak Ye Sung, tapi bagaimana dengan pihak lain itu? Bagaimana kalau pihak lain itu mengikuti Ye Sung hingga sampai di rumah Rae Hee dan keamanan mereka berdua dipertaruhkan?

Oppa?” panggil Rae Hee dan membuyarkan lamunan Hee Chul. “apa yang kau pikirkan?” tanya Rae Hee kemudian dan Hee Chul hanya menggeleng. Ia harus memastikan keamanan Rae Hee dan Ye Ra bagaimanapun caranya.

=======================

Ye Ra berjalan di trotoir, meski ia kembali pulang malam, ia tidak mau merepotkan Sung Min lagi walau pria itu sempat memaksa untuk mengantar atau meminjamkan mobil lagi padanya. Ia tahu kalau Sung Min menyukainya. Tapi dia sama sekali hanya menganggap pria itu sebagai sahabat terbaik.

Ye Ra berjalan biasa sambil mendengarkan lagu yang terputar di headsetnya. Meski ia tidak mendengar langkah kaki yang mengikutinya, ia bisa ‘merasakan’ kehadiran pengunit itu semenjak ia keluar kantor tadi.

Ye Ra mematikan lagunya dan mengeratkan pegangan di tasnya. Jantungnya berdegup dengan kencang. Ia takut. Sungguh!!

Ye Ra menghentikan langkah dan menengok dengan cepat bertepatan dengan seorang pria yang berhenti di depan sebuah toko yang sudah tertutup, sedang menelepon. Ye Ra menelan ludah. Bagaimana kalau pria itu adalah perampok yang juga akan memperkosanya lalu membunuhnya? Itu benar-benar mengerikan.

Belum sempat Ye Ra berbalik, ia merasa kalau mulutnya disekap dari belakang dan ditarik masuk ke dalam gang di sisi kanannya.

“Lepas sepatumu sekarang dan jangan bicara.”

Entah kenapa Ye Ra menurut dan langsung menjalani perintah sosok yang bisa ia tebak adalah seorang pria. Ia mengikuti saja saat pria itu menariknya untuk berlari, sementara pria lain yang tadi mengikutinya sudah muncul di ujung gang, berlari mengejar mereka hingga membuat Ye Ra semakin ketakutan.

Napasnya sudah tersengal. Di gang dengan penerangan seadanya itu ia hanya mengikuti seseorang yang juga tidak ia kenal. Bagaimana kalau kedua orang itu bekerja sama? Dan malah semakin membuat Ye Ra jauh dari yang namanya keramaian kota? Meski memang sekarang malam sudah larut.

“Naik cepat!!”

Ye Ra menoleh ke arah pria yang menyuruhnya memanjat pagar itu. Penerangan seadanya di dalam gang, cukup bisa membuat Ye Ra mengenali wajah pria yang menyuruhnya itu.

“Kau?”

“Cepatlah!!”

Tanpa aba-aba lagi, Ye Ra langsung memanjat pagar dengan dibantu pria itu, kemudian pria itu ikut memanjat dan melompat terlebih dahulu agar bisa menyangga Ye Ra yang pasti takut melompat.

“Cepat. Aku akan menangkapmu.”

Ye Ra melompat dan mendarat dengan sempurna di depan pria yang memegangi pinggangnya agar tidak jatuh itu. Keduanya melanjutkan berlari dan berbelok tepat saat pria yang mengejar mereka menaiki pagar.

****

“Hubungi adikmu.”

Ye Ra memperhatikan pria yang sibuk mengunci pintu tempat dimana mereka bersembunyi.

“Cepat hubungi adikmu! Dia dalam bahaya yang sama!”

Ye Ra tersentak saat mendengar kalau Rae Hee juga dalam bahaya. “Jangan katakan dimana dan bersama siapa kau sekarang.”

Ye Ra mengangguk dengan raut pucat, tangannya juga sudah gemetar saat menggenggam ponselnya di telinga.

“Eonnie-ya?”

“Rae Hee-ya… Kau dimana?”

Aku bersama Hee Chul OppaEonnie-ya aku takut. Tadi ada yang berusaha membunuhku. Hee ChulOppa bilang kalau kita tidak aman untuk tinggal di rumah sekarang. Kau dimana? Biar kami menjemputmu.

“Tapi kau baik-baik saja kan? Kau tidak terluka?”

TidakHanya lecet di siku saat jatuh tadi. Kau dimana, Eonnie-ya?

Ye Ra melihat ke arah pria yang masih diam memperhatikannya. “Aku juga baik-baik saja. Seseorang menolongku dan kami sudah aman sekarang. Berikan teleponnya pada Hee Chul. Aku ingin bicara dengannya.”

Ye Ra terkejut saat pria itu merampas dengan kasarnya, lantas menempelkan ponsel itu ke telinganya sendiri. “Hee Chul-ah?” ucapnya dan membuat Ye Ra terbelalak.

Bagaimana pria itu mengenal Hee Chul?

****

“Kakaknya bersamaku. Apa kau bersama adiknya?” tanya Ye Sung dan ia mendengarkan jawaban kemarahan Hee Chul.

“Mereka mengejarku dan aku tidak menyangka kalau mereka akan memburu orang yang menolongku.”

Ye Sung menegang saat mendengarkan penjelasan Hee Chul dari seberang telepon. Ia menjambak rambutnya kasar dan menghempaskan punggungnya ke dinding, jatuh merosot ke lantai dengan mata yang memerah.

Ye Sung kemudian mematikan sambungan telepon itu, dan membiarkan Ye Ra mengambil ponselnya sementara matanya masih menatap kosong. Syok. Benarkah dirinya?

Ye Sung beralih ke arah Ye Ra yang masih diam memperhatikannya. “Kau tidak aman bersamaku. Kau harus bersama Hee Chul sekarang. Adikmu aman bersamanya.”

“Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa kau? Bagaimana kau kenal Hee Chul?” tanya Ye Ra tak bisa menekan rasa penasarannya. Ia harus tahu kan? Ditangan siapa nyawa dan adiknya berada?

“Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Cepat atau lambat mereka akan menemukan kita disini.” Tepat saat ucapan terakhir Ye Sung, pria itu menegang karena pintu yang sudah dikuncinya sedang berusaha di dobrak.

“Dengarkan aku. Lari ke arah selatan lewat pintu itu. Aku akan lewat pintu lain karena kalau aku bersamamu sekarang, kau akan dalam bahaya. Kita akan bertemu di persimpangan lampu merah pertama dan akan segera kubawa kau ke Hee Chul dan kau akan aman. Mengerti? Sekarang!!”

Tanpa bisa menanyakan apapun, atau bahkan Ye Ra juga ragu apakah ia mencerna semua apa yang dikatakan pria itu padanya? Yang jelas saat ini Ye Ra sudah berlari ke arah pintu yang ditunjuk pria itu, dan melihat sebentar ke arah pria yang menyuruhnya untuk cepat. Entah bagaimana… Ye Ra berharap kalau pria itu baik-baik saja. Sama seperti harapannya pada dirinya sendiri.

Ye Sung menggeser sebuah lemari kecil ke arah pintu yang akan menghambat –walau sedikit- siapapun yang berusaha  mendobraknya. Kemudian ia berlari ke arah pintu lain yang berbeda dengan Ye Ra. Benar-benar berharap kalau gadis itu tidak akan tertangkap. Dirinya… Jika ia lari keluar dari tempat ini bersama Ye Ra, tentu saja gadis itu tidak akan selamat. Karena alat pelacak dari pihak yang menyalahgunakannya.. terpasang di tubuhnya.

Peristiwa penyergapan teroris tiga tahun yang lalu. Pengejaran yang ia lakukan ternyata malah membuatnya celaka. Ia ditemukan tidak sadarkan diri di dekat danau tempat para teroris berkumpul.

Saat itu memang hanya dia yang berhasil menemukan tempat itu sendirian, dan ia menghubungi markas saat tanpa sadar dirinya dipukul dari belakang hingga pingsan. Ia tidak ingat apapun lagi saat akhirnya disadarkan oleh Hee Chul beberapa jam kemudian. Rumah di pinggir danau yang menjadi markas teroris itu sudah kosong.

Para agen sering kali merasa aneh saat mereka selalu gagal dalam penyergapan sejak saat itu. Dan Hee Chul baru saja mengatakan kalau… di otaknya telah terpasang alat yang bisa merekam semua ingatan dan aktivitas tubuh. Itulah yang menjadi alasan kenapa penyergapan mereka selalu saja gagal, karena… kelompok teroris itulah yang memasang alat itu ditubuhnya, membuat dirinya tak hanya membocorkan taktik, bahkan rahasia yang sangat penting tanpa dirinya sendiri sadari.

Alat itu tidak bisa lagi dicabut karena sudah ‘menyatu’ dengan saraf otaknya. Sekalipun memaksa untuk mencabutnya, dia akan kehilangan nyawa. Jadi pada akhirnya… Dia tidak punya pilihan selain harus mati.

Tapi ada yang tidak bisa diterima Ye Sung. Menjadi Agen Rahasia Negara adalah sebuah kebanggaan dan dirinya harus mati dengan status pengkhianat? Walaupun apa yang terjadi padanya termasuk kategori itu, dia tetap tidak terima.

Ye Sung akhirnya melihat siluet seorang gadis yang merapat ke dinding tanpa cahaya. Tak ragu lagi… itu pasti Ye Ra dan ia langsung menarik gadis itu untuk berlari lagi, ke arah gedung parkir sejauh dua blok dari tempatnya sekarang.

Dua mobil Porsche hitam mengikuti mereka dan membuat Ye Sung harus membawa Ye Ra menjauh dari jalan-jalan besar. Mereka memutuskan untuk berlari melewati jalan-jalan kecil hingga sampai ke gedung yang mereka tuju.

****

Ye Ra sudah tersengal dan kehabisan napas. Dadanya terasa panas dan ia sudah benar-benar berantakan sekarang. Roknya sobek dan hanya tinggal kemeja putih serta mantel cokelatnya saja yang membalut tubuhnya, dengan sepatu kebesaran milik pria itu yang diberikan padanya, sementara pria itu tidak mengenakan alas kaki di musim dingin seperti ini.

Dia dan pria yang menolongnya itu menaiki tangga dengan susah payah hingga akhirnya keluar dari pintu yang menghubungkan dengan lahan parkir di bagian paling atas gedung. Masih dengan dua mobil yang mengikuti mereka.

Ye Ra bisa melihat banyak van hitam yang terparkir acak dengan beberapa orang berseragam hitam sambil memegang senjata. Pria disamping Ye Ra langsung memeluk gadis itu dan membawanya berlari menghampiri salah satu van saat baku tembak terjadi. Antara orang berseragam hitam dengan dua mobil Porsche yang baru muncul tiba-tiba hingga mendapatkan ‘sambutan’.

Ye Ra merasakan kalau perutnya nyeri, sakit sekali. Dan ia baru sadar kalau dirinya terkena tembakan saat pria yang menolongnya itu terkejut melihat darah yang merembes keluar, menodai kemeja putihnya.

“Medis!! Butuh medis disini!!” jerit pria itu ditengah hiruk pikuk bunyi tembakan.

“Nona… Bertahanlah.”

Napas Ye Ra sudah terputus-putus, dan wajahnya sudah memucat. Pandangannya juga mulai kabur. Mendadak ia melihat kedua orang tuanya. Ayahnya yang tersenyum. Ibunya yang memeluknya, dan sang kakak… Si Won yang selalu mengerjainya dan Rae Hee. Lalu Rae Hee, sosok adik ceria yang selalu mewarnai hidupnya. Seperti inikah rasanya di ambang kematian?

“Medis!!!”

Ye Ra masih bisa mendengar jeritan pria yang sedang menopang tubuhnya itu. Ia tidak mendengar lagi suara tembakan. Dan yang ia dengar sebelum semuanya gelap hanyalah teriakan dari suara familiar.

****

“Medis!!”

Hee Chul langsung berlari ke arah tadi ia sempat melihat Ye Sung sambil memasukkan pistolnya ke dalam saku. Ia melihat kalau Ye Ra sudah setengah terpejam dengan luka tembak di perutnya. Darahnya banyak sekali.

Eonnie!!!!”

Hee Chul tergelak saat melihat Rae Hee yang bersimpuh disamping Ye Ra dengan menangis, berusaha membangunkan sang kakak yang terpejam. Ia menarik Rae Hee untuk menjauh saat medis akhirnya datang dan mencoba memindahkan Ye Ra untuk dimasukkan ke dalam ambulans.

“Ikutlah bersama mereka. Akan ada agen yang bersama kalian. Aku masih harus mengurus beberapa hal disini.”

Tanpa aba-aba lagi, Rae Hee langsung berlari dan masuk ke dalam ambulans, melihat ke arah Hee Chul sebentar sebelum akhirnya pintu tertutup.

“Hukumanmu…” ucap Hee Chul pada Ye Sung yang masih mematung melihat kepergian ambulans dari hadapannya. Karenanya… dua orang yang tak bersalah terancam keselamatannya, bahkan salah satunya… terluka parah.

“Ada satu permintaan…”

“Apa?”

“Aku bukan pengkhianat. Bisa hapuskan itu dari daftarku?” Ye Sung menoleh pada Hee Chul yang menggeleng dengan berat hati.

“Bukan kuasaku.”

****

Hee Chul melangkah mendekati Rae Hee yang duduk dengan cemas di depan ruang operasi. Ia duduk di sebelah gadis itu, merangkulnya.

“Kukira kau hanya seorang fotografer biasa,” ucap Rae Hee yang bisa didengar Hee Chul sebagai bentuk kekecewaan.

“Menjadi Agen… Tak ada yang boleh tahu. Bahkan saat kau mengetahui ini pun, aku harus memohon keras pada organisasi agar kau dan kakakmu tidak dibungkam selamanya. Kau pasti mengerti akan kalimat terakhir yang ku ucapkan.”

“Lalu… Apa yang membuatmu atau organisasi itu membiarkan kami hidup?”

“Aku minta maaf. Ini harus dibayar dengan kebebasanmu dan Ye Ra Noona. Kalian berdua akan tinggal di salah satu rumah yang penuh dengan pengawasan. Itu satu-satunya pilihan jika kalian tidak harus ‘dibungkam’.”

Rae Hee menutup wajahnya dengan tangan. Menghembuskan napas frustasi. “Ini terjadi begitu cepat. Baru kemarin malam kami menolong pria itu dan sekarang Ye Ra Eonnie sudah masuk ruang operasi.”

“Pemilik mobil Chevrolet yang dipinjam kakakmu kemarin malam, tewas dengan luka tembak di kepala. Ditemukan di mobilnya yang terparkir sembarangan di Gwangjin.”

Ucapan Hee Chul membuat Rae Hee syok. Benar-benar!! “Bagaimana dengan pria yang kami tolong? Katamu dia pengkhianat?”

“Sudah menerima hukumannya,” ucap Hee Chul dengan berat hati.

Ucapan Hee Chul berakhir bersamaan dengan pintu ruang operasi yang terbuka. Rae Hee berdiri dan menghampiri dokter itu, menanyakan keadaan sang kakak.

“Pelurunya berhasil kami angkat…” Tanpa sadar Rae Hee menghembuskan napas lega. “tapi… Nona Choi kehilangan banyak darah, itu membuatnya tidak mampu bertahan. Maafkan kami karena tidak bisa menyelamatkannya.” Dokter itu menundukkan kepalanya dalam dan membuat Rae Hee mundur selangkah.

Fokus mata Rae Hee kosong. Gadis itu syok. Perlahan… air matanya jatuh dan berubah menjadi semakin deras.

“Tidaaaaaaaaaaaaaak!!!!!” jeritnya kencang dan berhambur memasuki ruang operasi. Mencoba membangunkan Ye Ra yang sudah terpejam dengan damai. Rae Hee berusaha membangunkan Ye Ra, meski tahu kalau… apa yang ia lakukan adalah sia-sia.

THE END

 

*) Copyright adalah Hak hukum (dalam hal ini) seorang penulis untuk memperbanyak, menerbitkan, mengedarkan hasil tulisannya. Ia memiliki hak atas tokoh-tokoh ciptaannya, berikut jalinan ceritanya. Penulis FF tidak mempunyai hak hukum atas tokoh-tokoh canon, ia hanya bisa meng-klaim OC-nya dan ide cerita.

Huwaaaaaaaaaaaa~~

 

HEY Y COUPLE!!

 

Jelek yaaaak??? Gak kerasa yak action nya?? Agak susah asal kau tahu T____________T

 

Action itu gak cocok dicampur romance, jadi membuatku galau empat turunan Heebum!! *diinjek*

 

Kalian gak bersama di dunia… tapi bersama di kehidupan selanjutnya… itulah kenapa kau mati juga #dilemar ke sungai sama Yera.. wkwkwkkw

 

Ampuuun yaaah mbak (>,

 

Siapa yang mau kritik??? *pasrah*